Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Minggu, 30 November 2014

Bagaimana Anak Mengenal Tuhan?

Ernest Harms dalam bukunya The Development of Religious on Children menguraikan tiga jenjang perkembangan keagamaan pada anak sebagai berikut :
  1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng), yaitu dimulai dari usia 3-6 tahun. Pada tahap ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama juga senang dengan hal fantastis yang diliputi oleh dongeng.
  2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan), yang dimulai pada usia sekolah hingga masa adolesense. Masa ini ditandai dengan ide ketuhanan yang mencerminkan konsep-konsep nyata. Pada masa ini sifat emosional dan formalis menandai pengetahuannya tentang Tuhan. Konsep ini didapat dari lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama, sehingga anak-anak pada masa ini senang pada lembaga-lembaga dan perayaan-perayaan formal yang mereka ikuti.
  3. The Individual Stage (Tingkat Individu) yang merupakan tingkat tetinggi perkembangan keberagamaan anak dengan kepekaan emosi yang tinggi. Tahap ini dibagi kepada tiga golongan :
    1. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
    2. Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pendangan yang bersifat personal (perorangan).
    3. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Penjelasan Ernest Harms di atas tidak menguraikan sejak awal perkembangan keberagamaan anak sejak usia nol bahkan sejak dalam kandungan. Karena, pada dasarnya potensi telah dimiliki oleh seorang anak sejak proses penciptaan dalam kandungan.
Karena telah adanya potensi tersebut, maka pengetahuan terhadap hal-hal gaib yang merupakan bagian terpenting dari agama, sudah pasti sesuai dengan jiwa anak. Tentang Tuhan misalnya, anak sesuai dengan fitrah memiliki kecenderungan yang alami untuk mengenal-Nya. Ini adalah pengenalan anak tentang Tuhan di alam internal dirinya.
Adapun di dunia eksternal (dari luar diri), pertama kali pengenalan anak tentang Tuhan adalah melalui pendengaran. Di dalam Islam, hal ini dilakukan dengan membacakan azan dan iqamah ditelinga anak yang baru lahir. Perlahan-lahan, melalui bahasa dan ucapan orang di sekitarnya, nama Tuhan yang sering disebut dan ucapkan dalam berbagai aktifitas tertanam dalam pikiran dan ingatannya, meskipun awalnya diterima secara acuh tak acuh aja. Akan tetapi, reaksi orang-orang disekitarnya ketika menyebut nama Tuhan tetap tergambar dalam benak anak. Hal ini akan menghadirkan rasa gelisah dan ragu tentang sesuatu yang gaib yang tidak dikenalnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata-kata yang diucapkan oleh orang tuanya.
Lambat laun tanpa disadarinya, akan masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi objek pengalaman agamis. Maka Tuhan bagi anak-anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian tentang Tuhan pada permulaan adalah karena ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya ke sana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Akan tetapi, setelah ia menyaksikan reaksi orang-orang disekelilingnya, yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu maka timbullah pengalaman tertentu, yang makin lama makin meluas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh (Daradjat,1993: 35-36)
Sedangkan dalam pandangan Sigmund Frued, Tuhan bagi anak tidak lain adalah orang tua yang diproyeksikan. Pada usia dini, anak-anak menganggap orang tuanya, terutama Bapak, sebagai orang yang maha tahu dan maha kuasa. Pemeliharaan yang penuh perlindungan dan kasih sayang yang dilakukan oleh sosok-sosok berkuasa seperti itu menenteramkan anak yang tidak berdaya dan ketakutan, serta menciptakan surga buatan baginya. Bertahun-tahun kemudian ketika kekuatan alam dan situasi hidup lainnya sekali lagi membangkitkan perasaan tidak berdaya, sehingga kerinduan individu akan seorang Bapak yang berkuasa memperoleh pemuasannya dalam pengkhayalan anak dan Tuhancitra Tuhan sebagai Bapak yang mengayomi dan melindungi. Jadi “Tuhan” pertama anak-anak adalah orang tuanya, dan biasanya terdiri dari ayah dan ibu. Dari lingkungan yang penuh kasih sayang yang diciptakan oleh orang tua, akan lahirlah pengalaman keagamaan yang mendalam. (lihat Crapps, 1994 : 14; Rakhmat, 172-173)
Pemikiran Frued ini mengimplikasikan, bahwa jika anak, sejak kecil ditinggalkan oleh orang tuanya, maka kemungkinan besar anak tersebut akan menjadi ateis, tidak mempercayai keberadaan Tuhan, karena tiadanya citra awal ketuhanan melalui sosok orang tua.
Pandangan tokoh psikoanalisis ini, ternyata hanyalah khayalan hampa. Betapa banyak fakta, yang ternyata mengingkari pendapat Frued tersebut. Frued mungkin kebingungan bagaimana, Nabi Isa as. yang tidak memiliki ayah bisa beriman pada Tuhan, begitu pula Rasulullah Muhammad saaw, yang sejak dalam kandungan sudah ditinggalkan oleh ayahnya, Abdullah.
Namun begitu, lingkungan keluarga, masyarakat, dan pergaulan anak tidak bisa dinafikan akan memberi pengaruh pada perkembangan jiwa anak, termasuk jiwa beragamanya. Karenanya, pengajaran agama di masa kecil memberikan bekas yang kuat hingga anak dewasa. Mungkin kita merasakan bahwa, sebagian pemikiran keagamaan kita yang bersifat mendasar, tidak mengalami perubahan, sehingga kita mengamalkan ritual agama dan menjawab persoalan agama dengan penjabaran layaknya seperti pelajaran yang kita terima di waktu kecil.
Dengan demikian, pengetahuan anak terhadap hal-hal gaib diterima secara pengalaman melalui lingkungan sekitarnya. Ini berarti pentingnya pengajaran yang baik untuk memperkenalkan anak pada hal yang gaib tersebut. Sebab, sering terjadi salah pemaknaan anak-anak terhadap hal ini dikarenakan pertentangan pengalaman yang diterimanya dari lingkungan. (hd/liputanislam.com)

Selasa, 18 November 2014

Sayyidul Istighfar - Penghulu Istighfar Yang Paling Utama


Bacaan istighfar yang paling utama adalah penghulu istighfar (sayyidul istighfar) sebagaimana yang terdapat dalam shohih Al Bukhari dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istigfar adalah apabila engkau mengucapkan:

 اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

"Allahumma anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtani wa ana 'abduka wa ana 'ala 'ahdika wa wa'dika mastatho'tu. A'udzu bika min syarri maa shona'tu, abuu-u laka bini'matika 'alayya, wa abuu-u bi dzanbi, faghfirliy fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta."

Artinya: 
Ya Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR. Bukhari no. 6306).

Keutamaan: 
Faidah dari bacaan ini adalah sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dari lanjutan hadits di atas,

 وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا ، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا ، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

“Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga.”

Hadits sayyidul istigfar ini meliputi makna taubat dan terdapat pula hak-hak keimanan. Di dalam hadits ini juga terkandung kemurnian ibadah dan kesempurnaan ketundukan serta perasaan sangat butuh kepada Allah. Sehingga bacaan dzikir ini melebihi bacaan istigfar lainnya karena keutamaan yang dimilikinya.

Semoga kita di jadikan dan termasuk orang yang selalu mendawamkannya di setiap ba'da Sholat, Amiiin..

LEBAK CAWENE MENGGEGARKAN DUNIA

:: LEBAK CAWENE MENGGEGARKAN DUNIA
║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║
Photo: *** SampurasunSIAPAPUN PIHAK PEMERINTAH KOTA BANDUNG YANG BERANI MEROBAH "KOTA KAMI SEBAGAI KOTA APAPUN YANG BERSIFAT MENGHILANGKAN JATI DIRI PA-RA-HYANG (termasuk merobah sebagai kota Syariah / Arab) DIJAMIN AKAN BERHADAPAN DENGAN KAMI....!!!....AING SIAP PUPUTAN MOAL MUNDUR SATUNJANG BEAS...!!!(*pasukan KAMI tidak banyak hanya 80.000 orang)
 LEBAK
:: LeBAK LeBIK LeBUK LeBEK LeBOK LeBeK LeBeuK dst.
Memberikan makna DAERAH YANG SANGAT SUBUR MAKMUR….See More
LEBAK CAWENE MENGGEGARKAN DUNIA
║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║♥║ LEBAK
:: LeBAK LeBIK LeBUK LeBEK LeBOK LeBeK LeBeuK dst.
Memberikan makna DAERAH YANG SANGAT SUBUR MAKMUR.
 CAWENE
:: CaWAN CaWiN CaWUN CaWEN CaWON CaWeN CaWeuN dst.
Memberikan makna TEMPAT YANG BERBENTUK CEKUNG.
 Lebak Cawene adalah SEBUAH WILAYAH YANG BERBENTUK
CEKUNG, KARENA WILAYAH TERSEBUT DIKELILINGI OLEH
GUNUNG DAN WILAYAH TERSEBUT SANGAT SUBUR.
Mengamati data geologi ternyata HANYA SATU~SATUNYA DI DUNIA YAITU DI CEKUNGAN BANDUNG (Bandung dilingkung gunung).
BANDUNG tidak banyak diceritakan.
BANDUNG disembunyikan oleh berbagai macam kepentingan,
tapi BANDUNG akan mengungkap banyak cerita.
Bandung sebenarnya SEBAGAI IBUKOTA DUNIA.
Bandung sebagai SURALAYA PUSAT PARAHYANGAN.
Bandung sebagai Sunda Pura dgn keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati.
Bandung sebagai pusat kedudukan Para Khalifah & Maha Raja Pemimpin Seluas Bumi.
Bandung sebagai PUSAT PEMERINTAHAN RATU ADIL
(Bani Israil & Yahudi sangat menjaga rahasia ini karena mereka ingin merebut & menguasainya)
Batas Keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu:
Batas Utara yaitu JALAN SILIWANGI
Batas Barat yaitu SUNGAI CIKAPUNDUNG
Batas Selatan yaitu REL KERETA API
Batas Barat yatu JALAN DAGO.
Bagian Selatan dari Wilayah Keraton adalah KEBUN RAJA.
Bagian Utara Barat dari Wilayah Keraton adalah KEBUN BINATANG, MERUPAKAN TAMAN SARI.
Pusat Keraton adalah DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG.
INILAH SATU~SATUNYA TEMPAT TERPENTING DI DUNIA, karena tempat ini sebagai Pusat Pemerintahan Khalifatulfilard
sejak jaman Nabi Adam hingga Para Maha Raja yang memiliki cakupan seluas Bumi.
Dalam waktu dekat akan muncul di Bandung “Manusia Sakti” yang diberi gelar Sang Heru Cakra atau Ratu Adil yang akan memimpin wilayah Bumi.
Sebaiknya konfirmasikan kepada Tuhan Sang Maha Kuasa, agar anda meyakininya berkat petunjuk dan hidayahnya.
JIKA ANDA MERASA KAGET, SAYAPUN ADALAH ORANG YANG LEBIH DULU MERASA KAGET.
TEMPURAN YANG HILANG TEMPURAN YANG HILANG
Di Selatan Gunung Tangkuban Parahu ada TEMPURAN SUNGAI YANG HILANG.
Sungai yang membelah dua kemudian bertemu kembali, bisa disebut TEMPURAN SUNGAI atau SUNGAI YANG BERADU atau SUNGAI YANG BERTEMPUR.
Ada Sungai yang membelah Kota Bandung yaitu SUNGAI CIKAPUNDUNG dan membentuk tempuran sungai seperti di atas.
Diantara BELAHAN dan TEMPURAN membentuk pulau.
Tempuran tersebut dihilangkan sehingga pulaunyapun menjadi hilang.
Pulau tersebut berada di TAMAN SARI, sehingga pulau itu dinamakan PULAU SARI.
TEMPURAN dan PULAU SARI yang hilang itu, masih menyisakan nama yaitu DAERAH PULAU SARI di Jl Taman Sari Bandung, di tepian Sungai Cikapundung.
Kita sangat memahami bahwa istilah TAMAN SARI merupakan istilah UNTUK TAMAN YANG BERADA DISEKITAR KERAJAAN.
Nama TAMAN SARI yang berada di Kota Bandung, setelah saya tanyakan ke beberapa sumber ditambah referensi dari buku Semerbak Bunga Di Bandung Raya, karangan Haryoto Kunto, ternyata sudah ada sejak dahulu kala, kemudian oleh Pemerintahan Belanda dijadikan nama jalan, yaitu JALAN TAMAN SARI. Disana ada Kebun Binatang yang merupakan BAGIAN DARI TAMAN SARI.
Beberapa tahun yang lalu di Jl Taman Sari yaitu di Sungai Cikapundung DITEMUKAN PRASASTI YANG CUKUP MENGHEBOHKAN.
Betul juga yang dikatakan Embah Jambrong bahwa BANDUNG AKAN MENGUNGKAP BANYAK CERITA.
Silahkan deh pihak yang berwenang untuk segera meneliti, agar Cikapundung yang merupakan siloka dari RATU ADIL YANG PUNDUNG SEGERA KEMBALI KE SINGGASANANYA.
Orang mana? Dari mama asalnya Ratu Adil itu? Engga jadi masalah. Mau orang Jawa, Orang Batak, Orang Manado, Orang Bali, Orang Bule, dst. bahkan sekalipun Orang Afrika, yang penting menduduki singgasana DI PUSAT PEMERINTAHAN SELUAS BUMI, yang bernama BANDUNG.
Bandung memang sangat mengagetkan.
Saya sangat yakin itu.
‘RATU ADIL’ IS A WORLD LEADER, APPEARS IN THE CENTER OF THE EARTH, ‘PARAHYANGAN’
(Lebak Cawene is Parahyngan middle, which is a bowl-shaped land)
‘RATU ADIL’ FROM WHERE, DO NOT BE A PROBLEM.
RATU ADIL║True Leader, came up with the approval of God. spoke very “magical” and energetic.
RATU ADIL║True Leader, came very confidential, as presented by the power of God
RATU ADIL║True Leader, came to fix the lives of the people, who have been ravaged.
RATU ADIL║True Leader, arrived with a certainty, for justice and the welfare of his people.
RATU ADIL║True Leader, arrived with the symbol of philosophy, in accordance with the provisions of his Lord.
RATU ADIL║True Leader, arrived with a secret philosophy, unloaded to a value of nature, becomes a true consciousness.
RATU ADIL║True Leader, came not from the crowd and the arena of power ambitions.
RATU ADIL║True Leader, comes to dealing with serious obstacles, but it will be passed without getting hurt.
RATU ADIL║True Leader, came out from the conspiracy and engineering imaging.
RATU ADIL║True Leader, arrived with his own system, to change the existing system, towards a system of nature.
RATU ADIL║True Leader, came very surprising, because the leader was not understood by many people.
RATU ADIL║True Leader, came itself naturally, now present, but not known who it was.
RATU ADIL║True Leader, came gild force for every human being, for the sake of nation and state.
RATU ADIL║True Leader, came with terrible force, which is respected by the whole world.
RATU ADIL║True Leader, came to quell the feud due to incitement.
RATU ADIL║True Leader, came without an opponent, because no one could beat him.
RATU ADIL║True leader, came to conquer wrath, without people feeling defeated.
RATU ADIL║True leader, came up with did not have enemies, because not to seek the enemy.
RATU ADIL║True leader, arrived with a message of motherhood, to fulfill the longings and hopes of its people.
RATU ADIL║True leader, came to liberate the individual citizens of the difficulties of life.
RATU ADIL║True leader, arrived with the divine blessing, to liberate people from exploitation.
RATU ADIL║True leader, did not come to judge the result, but to fix the cause.
RATU ADIL║True leader, comes then back away, after the entire plan can be realized.
RATU ADIL║True leader, came and went, accompanied by longing and happiness of all mankind.
RATU ADIL║True leader, is a long-awaited leader of the past until now and they believe, will now be present.
RATU ADILKAH ANDA?
Ratu Adil secara personal akan sulit ditemukan oleh siapapun dan sampai kapanpun, sbb kemunculan figur ini hanya merupakan dampak logis dari seluruh rentetan perjuangan hidupnya dalam melakukan aplikasi dari sistem fitrah bagi kehidupan RAHMATAN LIL ALAMIN atau MAMAYU HAYUNING BUWANA dalam cakupan GLOBAL, yang dikenal dengan istilah TRI TANGTU DIBUANA.
Tri Tangtu di Buwana meliputi:
1)TIGA SISTEM FITRAH; a)Sistem Sastra Jendra, b)Sistem Hayu Ningrat, c)Sistem Pangruwating Diyu, disebut “WAHYU CAKRA NINGRAT”
2)TIGA SISTEM ENERGI, disebut TRISULA WEDA.
3)TIGA ZAT ABADI, disebut JAWAHAR AWAL, DLL.
Ciri Khas Ratu Adil berjuang merekonstruksi seluruh sistem kembali kepada SISTEM FITRAH bukan bagi CAKUPAN LOKAL atau NASIONAL. Ratu Adil adalah RATU DUNIA. Dia adalah PEMIMPIN DUNIA. Dia adalah SANG KHALIFAH. Dia adalah “TANGAN TUHAN” yang mendapatkan otoritas dari Sang Rabbul’alamin Penguasa Semesta Raya untuk memperbaiki kehidupan DUNIA. Sang Khalifah Ratu Adil ini otoritinya melebihi Nabi dan Rasul.
Sang Rabbul’alamin memberikan otoritas untuk memimpin Bumi “HANYA KEPADA SANG KHALIFAH”, bukan kepada Nabi dan Rasul (QS,2:30); sedangkan Nabi dan Rasul adalah “figur pinunjul” yang diutus untuk MEMBAWA RISALAH pada kewilayahan lokal. Arti RASUL sendiri adalah yang MEMBAWA RISALAH (resultant, resultante)
Sebuah contoh sempurna SANG RATU ADIL KHALIFATULARD adalah Muhammad SAW. Beliau adalah seorang FIGUR YANG PALING SEMPURNA, karena beliau telah menempati ketiga jenjang kesempurnaan dalam melaksanakan amanah, sbb:
1)Pangkat Nabi, usia 25 th dgn gelar “Al’amin” (Raja).
2)Pangkat Rasul, usia 40 th dgn gelar “AS” (Sultan).
3)Pangkat Khalifatulard, usia 51 th dgn gelar “SAW” (Maha Raja).
SEBUAH TERMINOLOGI YANG PAS DAN SEPADAN, sbb:
1)Nabi = BUDAK ANGON = SATRIA PININGGIT = RAJA
2)Rasul = BUDAK JANGGOTAN = SATRIA PINANDITA = SULTAN
3)Khalifatulard = RATU ADIL = IMAM MAHDI = MAHA RAJA
BERBICARA MENJADI PEMIMPIN DUNIA:
SUDAH PANTASKAH menjadi RATU ADIL?
Atau SUDAH PANTASKAH menjadi IMAM MAHDI?
Atau SUDAH PANTASKAH menjadi KHALIFATULARD?
Atau SUDAH PANTASKAH menjadi MAHA RAJA BUMI?
RATU ADIL HARUS MELALUI JENJANG sbb:
Sudahkan anda menempati setingkat PEMBAWA RISALAH?
Atau anda menempati setingkat BUDAK JANGGOTAN?
Atau anda menempati setingkat SATRIA PINANDITA?
Atau anda menempati setingkat SULTAN?
UNTUK MENEMPATI KEDUDUKAN SETINGKAT Pembawa Risalah atau Budak Janggotan atau Satria Pinandita atau Sultan, tentu harus melelui jenjang sebelumnya, sbb:
Sudahkan anda menempati setingkat NABI?
Atau anda menempati setingkat BUDAK ANGON?
Atau anda menempati setingkat SATRIA PININGGIT?
Atau anda menempati setingkat RAJA?
Sungguh Ratu Adil BUKAN SEBUAH KHAYALAN, tapi Ratu Adil adalah PENCAPAIAN KOMPETENSI DIRI dihadapan TUHAN SANG RABBUL’ALAMIN, sehingga Dia diberi otoritas UNTUK MENJADI RAHMAT BAGI ALAM SEMESTA.
Saran saya bagi siapapun JANGAN BERMAIN-MAIN DENGAN ISTILAH RATU ADIL, padahal kita sebenarnya tidak memahaminya.
Terima kasih semoga bermanfaat serta menjadi bahan tafakur & perjuangan bagi pihak-pihak yang mempunyai cita-cita mulia menjadi Sang Maha Raja Ratu Adil.
GUNUNG GEDE BITU
ATAU TELAGA BEDAH
ADALAH TERUNGKAPNYA RAHASIA
█▀▀║█▀█║█▀║█▀█║█▀▄║█▀█
▀▀█║█║█║█▀║█║█║█║█║█▄█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█▀▀║█║║║█▀█║█▀█║█▀█║█
█║█║█║║║█║█║█▀█║█▄█║█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀▀
▀▀█║█▀█║█║▀▀█
█▀▀║█║█║█║▀▀█
▀▀▀║▀▀▀║▀║▀▀▀
PERHATIKAN TRISULAKATA DENGAN 9
HURUF YG TDK SALING MENGHILANGKAN
INSOEN~DIA (Hubungan Diri Dengan Tuhan)
INI~SOENDA (Kehidupan Ini Namanya Sunda)
IN~DONESIA (Dalam Kelimpahan Rahmat Tuhan)
█║█▀█║█▀▀║█▀█║█▀║█▀█║█▀▄║█║█▀█
█║█║█║▀▀█║█║█║█▀║█║█║█║█║█║█▄█
▀║▀║▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀║▀
█║█▀█║█║█▀▀║█▀█║█▀║█▀█║█▀▄║█▀█
█║█║█║█║▀▀█║█║█║█▀║█║█║█║█║█▄█
▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█║█▀█║█▀▄║█▀█║█▀█║█▀║█▀▀║█║█▀█
█║█║█║█║█║█║█║█║█║█▀║▀▀█║█║█▄█
▀║▀║▀║▀▀║║▀▀▀║▀║▀║▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀
Sunda sesungguhnya Global BUKAN ETNIS
Etnis berasal dari kata Et~Nusa atau Pulau
Tidak pernah ada Pulau Sunda,
Karena Sunda NAMA DUNIA.
SUNDA MILIK KITA SEMUA
Berpusat di PARAHYANGAN TENGAH,
Disebut juga SUNDAPURA SURALAYA.
SUNDA ADALAH FITRAH
DAN JANGAN COBA DIPUNGKIRI
KARENA SELURUH ASET DUNIA MILIK SUNDA
(Sumber: Buku Sunda Menbedah Zaman,
Karangan: Mandalajati Niskala berikut
penjelasan dlm Cuplikan Buku
SANG PEMBAHARU DUNIA DI ABAD 21 &
dari berbagai sumber lainnya)
█▀▀║█║█║█▀█║█▀▄║█▀█
▀▀█║█║█║█║█║█║█║█▄█
▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█▀█║█▀▄║█▀█║█║║║█▀█║█║█
█▄█║█║█║█▄█║█║║║█▄█║█▀█
▀║▀║▀▀║║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█║║║█▀█║█▀█▀█
█▄█║█║║║█▄█║█║█║█
▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀▄║█║█║█▀█║█║█▀█
█║█║█║█║█║█║█║█▄█
▀▀║║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█║║║█▀█║█▀█▀█
█▄█║█║║║█▄█║█║█║█
▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀▀║█║║║█▀█║█▀█║█▀█║█
█║█║█║║║█║█║█▀█║█▄█║█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀▀
█▀█║█▀▀║█▀█║║█▀█║█║█║█▀▀║█▀█║▀█▀
█▀█║█▀▀║█▀▀█║█▀▀║█║█║▀▀█║█▄█║║█
▀▀▀║▀▀▀║▀║║▀║▀║║║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║║▀
█▀▄║█║║║█▀█║█▀█║█▀█║║█▀█
█║█║█║║║█▀▀║█▄█║█▀▀█║█▄█║▀▀
▀▀║║▀║║║▀║║║▀║▀║▀║║▀║▀║▀
█║█║█║█║█▀█║█▀█║█▀▀║█▀█║█▀█
█▀█║▀▀█║█▄█║█║█║█║█║█▄█║█║█
▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀
▀█▀║█▀▀║█▀█║█▀▀║█▀█║█║█
║█║║█▀▀║█║█║█║█║█▄█║█▀█
║▀║║▀▀▀║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀
GUNUNG GEDE BITU
ATAU TELAGA BEDAH
ADALAH TERUNGKAPNYA RAHASIA
█▀▀║█▀█║█▀║█▀█║█▀▄║█▀█
▀▀█║█║█║█▀║█║█║█║█║█▄█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█▀▀║█║║║█▀█║█▀█║█▀█║█
█║█║█║║║█║█║█▀█║█▄█║█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀▀
▀▀█║█▀█║█║▀▀█
█▀▀║█║█║█║▀▀█
▀▀▀║▀▀▀║▀║▀▀▀
PERHATIKAN TRISULAKATA DENGAN 9
HURUF YG TDK SALING MENGHILANGKAN
INSOEN~DIA (Hubungan Diri Dengan Tuhan)
INI~SOENDA (Kehidupan Ini Namanya Sunda)
IN~DONESIA (Dalam Kelimpahan Rahmat Tuhan)
█║█▀█║█▀▀║█▀█║█▀║█▀█║█▀▄║█║█▀█
█║█║█║▀▀█║█║█║█▀║█║█║█║█║█║█▄█
▀║▀║▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀║▀
█║█▀█║█║█▀▀║█▀█║█▀║█▀█║█▀▄║█▀█
█║█║█║█║▀▀█║█║█║█▀║█║█║█║█║█▄█
▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█║█▀█║█▀▄║█▀█║█▀█║█▀║█▀▀║█║█▀█
█║█║█║█║█║█║█║█║█║█▀║▀▀█║█║█▄█
▀║▀║▀║▀▀║║▀▀▀║▀║▀║▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀
Perubahan konstruksi huruf~huruf
dari INSOEN~DIA
menjadi INI~SOENDA
kemudian menjadi IN~DONESIA
adalah sebuah KEAJAIBAN ILAHIYAH
SEBAB TIDAK MENGHILANGKAN SATU HURUFPUN.
Ini merupakan rahasia TRISULAWEDA sbb:
INSOEN~DIA = DIMENSI AIR cikal bakal RUH
INI~SOENDA = DIMENSI TANAH cikal bakal WUJUD
IN~DONESIA = DIMENSI API cikal bakal NAFSU
Sunda sesungguhnya Global BUKAN ETNIS
Etnis berasal dari kata Et~Nusa atau Pulau
Tidak pernah ada Pulau Sunda,
Karena Sunda NAMA DUNIA.
SUNDA MILIK KITA SEMUA
Berpusat di PARAHYANGAN TENGAH,
Disebut juga SUNDAPURA SURALAYA.
SUNDA ADALAH FITRAH
DAN JANGAN COBA DIPUNGKIRI
SUNDA ADALAH PEMILIK SELURUH ASET DUNIA.
█▀▀║█║█║█▀█║█▀▄║█▀█
▀▀█║█║█║█║█║█║█║█▄█
▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█▀▄║█▀█║█▀█
█║█║█▄█║█║█
▀▀║║▀║▀║▀║▀
█▀▀║█║█║█▀█║█▀█║█║█
▀▀█║█║█║█║█║█▄█║█▀█
▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█▀▄║█▀█║█║║║█▀█║█║█
█▄█║█║█║█▄█║█║║║█▄█║█▀█
▀║▀║▀▀║║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█║║║█▀█║█▀█▀█
█▄█║█║║║█▄█║█║█║█
▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀▀║█║║║█▀█║█▀█║█▀█║█
█║█║█║║║█║█║█▀█║█▄█║█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀▀
SUNDA berasal dari kata dasar SUNA
SUNA artinya adalah TATANAN
DA adalah ALAM WUJUD = ALAM DUNIA
HA adalah ALAM HIDUP = ALAM AKHIRAT
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
Suna + Ha = Sunaha = SUNAH
SUNAH adalah TATANAN LANGIT
atau TATANAN AKHIRAT
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
Suna + Da = Sunada = SUNDA
SUNDA adalah TATANAN BUMI
atau TATANAN DUNIA
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
█▀▀║█║█║█▀█║█▀▄║█▀█
▀▀█║█║█║█║█║█║█║█▄█
▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║▀▀║║▀║▀
█▀█║█▀▄║█▀█║█║║║█▀█║█║█
█▄█║█║█║█▄█║█║║║█▄█║█▀█
▀║▀║▀▀║║▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█║║║█▀█║█▀█▀█
█▄█║█║║║█▄█║█║█║█
▀║▀║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀▄║█║█║█▀█║█║█▀█
█║█║█║█║█║█║█║█▄█
▀▀║║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀
█▀█║█▀▀║█▀█║║█▀█║█║█║█▀▀║█▀█║▀█▀
█▀█║█▀▀║█▀▀█║█▀▀║█║█║▀▀█║█▄█║║█
▀▀▀║▀▀▀║▀║║▀║▀║║║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀║║▀
█▀▄║█║║║█▀█║█▀█║█▀█║█▀▄║█║█║█▀█║█▀▀
█║█║█║║║█▀█║█▄█║█║█║█║█║█║█║█║█║█║█
▀▀║║▀║║║▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀▀║║▀▀▀║▀║▀║▀▀▀
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
█▀█║█║█║█▀▄║█▀█║█║█
█▀█║█║█║█║█║█▄█║█▀▀█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀║║▀║▀║▀║║▀
█▀█║█▀█║█▀▀║█▀█║█▀█
█▄█║█║█║█║█║█║█║█║█
▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀▀▀║▀║▀
║║║███║║║
█║║▀█▀║║║
▀▀█████▀█
║║█████║▀
║║▄█║█▄║║
ANGON adalah bentuk kata “Pangjero” dari
bentuk primer ANGAN atau ANGANA.
Perubahan bentuk kata ANGAN menjadi ANGON
memberi makna seseorang yg MEMILIKI ANGAN-ANGAN.
Budak Angon berarti BUDAK YG MEMILIKI CITA-CITA.
Budak Angon menggambarkan manusia BUMIAN yang
menyandang FILSAFAT BUMI atau FILSAFAT IBU dgn
misi MAMAYU HAYUNING BUWANA.
Filsafat Ibu bagi kemanusiaan tak lain adalah:
PERWUJUDAN KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN.
Budak Angon adalah SETIAP ORANG YANG MEMILIKI
CITA-CITA DAN PERJUANGAN UNTUK MEWUJUDKAN
KEADILAN & KESEJAHTERAAN UMAT MANUSIA.
Budak Angon adalah SEBUAH KARAKTERISTIK yang bisa
disandang oleh siapa saja dan berjuang merekonstruksi
FILSAFAT KEHIDUPAN BUMI SECARA FITRAH.
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
BUDAK ANGON ADALAH
= SATRIA PININGGIT
= MANUSIA BUMIAN
= PEMBAWA SIFAT KEIBUAN
= PEMBAWA FALSAFAH BUMI
= MANUSIA SEKELAS NABI
= MANUSIA TINGKAT SATU
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
█▀█║█║█║█▀▄║█▀█║█║█
█▀█║█║█║█║█║█▄█║█▀▀█
▀▀▀║▀▀▀║▀▀║║▀║▀║▀║║▀
║║█║█▀█║█▀█║█▀▀║█▀▀║█▀█║▀█▀║█▀█║█▀█
║║█║█▄█║█║█║█║█║█║█║█║█║║█║║█▄█║█║█
▀▀▀║▀║▀║▀║▀║▀▀▀║▀▀▀║▀▀▀║║▀║║▀║▀║▀║▀
║║║███║║║
║║║▀█▀║║█
█▀█████▀▀
▀║█████║║
║║▄█║█▄║║
JANGOTAN adalah bentuk kata “Pangjero” dari
bentuk primer JANGGATAN atau JANGGATANA.
Perubahan bentuk kata JANGGATANA menjadi JANGGOTAN
memberi makna seseorang yg MEMILIKI HAKEKAT HIDUP.
Budak Janggotan berarti BUDAK YG MEMILIKI
PEMAHAMAN HAKEKAT HIDUP, YANG BERHUBUNGAN
ANTARA MAKHLUK DENGAN SANG PENCIPTA
Budak Janggotan menggambarkan manusia LANGITAN yang
menyandang FILSAFAT LANGIT atau FILSAFAT BAPAK dgn
misi RAHMATAN LIL ALAMIN.
Filsafat Bapak bagi kemanusiaan tak lain adalah:
PERWUJUDAN HAKEKAT HIDUP BAGI KESEMPURNAAN.
Budak Janggotan adalah SETIAP ORANG YANG MEMILIKI
PEMAHAMAN HAKEKAT HIDUP DAN BERJUANG
UNTUK MEWUJUDKAN KESEMPURNAAN KEHIDUPAN
UMAT MANUSIA DAN ALAM SEKITARNYA.
Budak Janggotan adalah SEBUAH KARAKTERISTIK yang bisa
disandang oleh siapa saja dan berjuang merekonstruksi
FILSAFAT KEHIDUPAN LANGIT SECARA FITRAH.
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
BUDAK JANGGOTAN ADALAH
= SATRIA PINANDITA
= MANUSIA LANGITAN
= PEMBAWA SIFAT KEBAPAKAN
= PEMBAWA FALSAFAH LANGIT
= MANUSIA SEKELAS RASUL
= MANUSIA TINGKAT DUA
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
█▀█║║█▀█║▀█▀║█║█
█▀▀█║█▄█║║█║║█║█
▀║║▀║▀║▀║║▀║║▀▀▀
█▀█║█▀▄║█║█
█▄█║█║█║█║█
▀║▀║▀▀║║▀║▀▀▀
║║║███║║║║║║█▀█
█║║▀█▀║║█║║█║║║█
▀▀█████▀▀║║║║║█
║║█████║║║║║║█
║║▄█║█▄║║║║║║▄
RATU ADIL ADALAH PEMIMPIN DUNIA
adalah Manusia sekelas IMAM MAHDI
adalah Manusia sekelas KHALIFATULARD
adalah Manusia sekelas MAHA RAJA BUMI
SUDAH PANTASKAH menjadi RATU ADIL?
Atau SUDAH PANTASKAH menjadi IMAM MAHDI?
Atau SUDAH PANTASKAH menjadi KHALIFATULARD?
Atau SUDAH PANTASKAH menjadi MAHA RAJA BUMI?
yang pangkatnya:
Di atas Budak Angon & Budak Janggotan, atau
di atas Satria Pininggit & Satria Pinandita, atau
di atas Nabi & Rasul.
BUMI INI BUKAN DIURUS OLEH
Budak Angon & Budak Janggotan, atau
Satria Pininggit & Satria Pinandita, atau Nabi & Rasul.
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH SANG KHALIFAH
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH SANG KHALIFAH
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH SANG KHALIFAH atau
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH IMAM MAHDI
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH IMAM MAHDI
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH IMAM MAHDI atau
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH MAHA RAJA BUMI
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH MAHA RAJA BUMI
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH MAHA RAJA BUMI atau
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH SANG RATU ADIL
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH SANG RATU ADIL
BUMI INI HARUS DI URUS OLEH SANG RATU ADIL
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
RATU ADIL ADALAH MANUSIA TINGKAT TIGA
RATU ADIL ADALAH MANUSIA TINGKAT PARIPURNA
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
(Sumber: Buku Sunda Menbedah Zaman,
Karangan: Mandalajati Niskala berikut
penjelasan dlm Cuplikan Buku
SANG PEMBAHARU DUNIA DI ABAD 21,
dan dari berbagai sumber lainnya)
▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀
HATI-HATI DENGAN BABAKAN SILIWANGI
Orang yang paling KEWALAT di Kota Bandung dalam pandangan Sunda adalah DADA ROSADA, karena telah menyewakan BABAKAN SILIWANGI KE PIHAK SUASTA, padahal lahan itu bukan aset Pemerintahan Kota Bandung.
LAHAN ITU ADALAH WILAYAH SAKRAL YANG DISEBUT “BABAKAN LEBAK CAWENE”
Maka perhatikan kata-kata saya Dada Rosada akan MASUK BUI dan KONGLOMERAT manapun yang merebut lahan itu akan MATI DISERANG PASUKAN GAIB.
*** SampurasunSIAPAPUN PIHAK PEMERINTAH KOTA BANDUNG YANG BERANI MEROBAH “KOTA KAMI SEBAGAI KOTA APAPUN YANG BERSIFAT MENGHILANGKAN JATI DIRI PA-RA-HYANG (termasuk merobah sebagai kota Syariah / Arab) DIJAMIN AKAN BERHADAPAN DENGAN KAMI….!!!
….AING SIAP PUPUTAN MOAL MUNDUR SATUNJANG BEAS…!!!
(*pasukan KAMI tidak banyak hanya 80.000 orang) — with Mang Obe and 47 others.
https://fbcdn-sphotos-e-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/t1/p480x480/1376377_380052978791297_1543440137_n.jpg”; width=”544″ height=”378″ />
*** SampurasunSIAPAPUN PIHAK PEMERINTAH KOTA BANDUNG YANG BERANI MEROBAH “KOTA KAMI SEBAGAI KOTA APAPUN YANG BERSIFAT MENGHILANGKAN JATI DIRI PA-RA-HYANG (termasuk merobah sebagai kota Syariah / Arab) DIJAMIN AKAN BERHADAPAN DENGAN KAMI….!!!….AING SIAP PUPUTAN MOAL MUNDUR SATUNJANG BEAS…!!!
(*pasukan KAMI tidak banyak hanya 80.000 orang) — with Mang Obe and 47 others.
https://fbcdn-sphotos-e-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/t1/p480x480/1376377_380052978791297_1543440137_n.jpg”; width=”544″ height=”378″ />

naon ari sunda?

SUNDA


Sampurasun,,,
Berdasarkan “Sastrajenrahayuningrat” istilah “Sunda” dibentuk oleh tiga suku kata yaitu SU-NA-DA yang artinya adalah “matahari” ;
-          SU = Sejati/ Abadi
-          NA = Api
-          DA = Besar/ Gede/ Luas/ Agung
Dalam kesatuan kalimat “Sunda” mengandung arti “Sejati-Api-Besar” atau “Api Besar yang Sejati atau bisa juga berarti Api Agung yangAbadi”. Maksud dan maknanya adalah matahari atau “Sang Surya”(Panon Poe/ Mata Poe/ Sang Hyang Manon). Sedangkan kata “Sastrajenrahayuningrat” (Su-Astra-Ajian-Ra-Hayu-ning-Ratu)memiliki arti sebagai berikut;
-          Su = Sejati/ Abadi
-          Astra = Sinar/ Penerang
-          Ajian = Ajaran
-          Ra = Matahari (Sunda)
-          Hayu = Selamat/ Baik/ Indah
-          ning = dari
-          Ratu = Penguasa (Maharaja)
Dengan demikian “Sastrajenrahayuningrat” jika diartikan secara bebas adalah “Sinar Sejati Ajaran Matahari – Kebaikan dari Sang Ratu” atau “Penerang yang Abadi Ajaran Matahari – Kebaikan dari Sang Maharaja” atau boleh jadi maksudnya ialah “Sinar Ajaran Matahari Abadi atas Kebaikan dari Sang Penguasa/ Ratu/ Maharaja Nusantara”, dst.
“Sunda” sama sekali bukan nama etnis/ ras/ suku yang tinggal di pulo Jawa bagian barat dan bukan juga nama daerah, karena sesungguhnya “Sunda” adalah nama ajaran atau agama tertua di muka Bumi, keberadaannya jauh sebelum ada jenis agama apapun yang dikenal pada saat sekarang.
Agama “Sunda” merupakan cikal-bakal ajaran tentang “cara hidup sebagai manusia beradab hingga mencapai puncak kemanusiaan yang tertinggi (adi-luhung). Selain itu agama Sunda juga yang mengawali lahirnya sistem pemerintahan dengan pola karatuan  (kerajaan) yang pertama di dunia, terkenal dengan konsep SITUMANG (Rasi-Ratu-Rama-Hyang) dengan perlambangan “anjing” (tanda kesetiaan).
Ajaran/ agama Sunda (Matahari) pada mulanya disampaikan olehSang Sri Rama Mahaguru Ratu Rasi Prabhu Shindu La-Hyang (Sang Hyang Tamblegmeneng) putra dari Sang Hyang Watu Gunung Ratu Agung Manikmaya yang lebih dikenal sebagai Aji Tirem (Aki Tirem)atau Aji Saka Purwawisesa.
Ajaran Sunda lebih dikenal dengan sebutan Sundayana (yana = way of life, aliran, ajaran, agama) artinya adalah “ajaran Sunda atau agama Matahari” yang dianut oleh bangsa Galuh, khususnya di Jawa Barat.
Sundayana disampaikan secara turun-temurun dan menyebar ke seluruh dunia melalui para Guru Agung (Guru Besar/ Batara Guru), masyarakat Jawa-Barat lebih mengenalnya dengan sebutan Sang Guru Hyang atau “Sangkuriang” dan sebagian lagi memanggilnya dengan sebutan “Guriang” yang artinya “Guru Hyang” juga.
Landasan inti ajaran Sunda adalah “welas-asih” atau cinta-kasih, dalam bahasa Arab-nya disebut “rahman-rahim”, inti ajaran inilah yang kelak berkembang menjadi pokok ajaran seluruh agama yang ada sekarang, sebab adanya rasa welas-asih ini yang menjadikan seseorang layak disebut sebagai manusia. Artinya, dalam pandangan agama Sunda (bangsa Galuh) jika seseorang tidak memiliki rasawelas-asih maka ia tidak layak untuk disebut manusia, pun tidak layak disebut binatang, lebih tepatnya sering disebut sebagaiDuruwiksa (Buta) mahluk biadab.
Agar pemahaman ke depan tidak menjadi rancu dan membingungkan dalam memahami istilah “Sinar (Astra/ Ra/ Matahari), Cahaya (Dewa) dan Terang” maka perlu dijelaskan sebagai berikut;
CAHAYA
Sundayana terbagi dalam tiga bidang ajaran dalam satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah (Kemanunggalan) yaitu;
  1. Tata-Salira/ Kemanunggalan Diri; berisi tentang pembentukan kualitas manusia yaitu, meleburkan diri dalam “ketunggalan” agar menjadi “diri sendiri” (si Swa) yang beradab, merdeka dan berdaulat atau menjadi seseorang yang tidak tergantung kepada apapun dan siapapun selain kepada diri sendiri.
  2. Tata-Naga-Ra/ Kemanunggalan Negeri; yaitu memanunggalkan masyarakat/ bangsa (negara) dalam berkehidupan di Bumi secara beradab, merdeka dan berdaulat. Pembangunan negara yang mandiri, tidak menjajah dan tidak dijajah.
  3. Tata-Buana/ Kemanunggalan Bumi; ialah kebijakan universal(kesemestaan) untuk memanunggalkan Bumi dengan segala isinya dalam semesta kehidupan agar tercipta kedamaian hidup di Buana.
Sesuai dengan bentuk dan dasar pemikiran ajaran Matahari sebagai sumber cahaya maka tata perlambangan wilayah di sekitar Jawa-Barat banyak yang mempergunakan sebutan “Ci” yang artinya “Cahaya”, dalam bahasa India disebut sebagai deva/ dewa (cahaya) yaitu pancaran (gelombang) yang lahir dari Matahari berupa warna-warna. Terdapat lima warna cahaya utama (Pancawarna) yang menjadi landasan filosofi kehidupan bangsa Galuh penganut ajaran Sunda:
  1. Cahaya Putih di timur disebut Purwa, tempat Hyang Iswara.
  2. Cahaya Merah di selatan disebut Daksina, tempat Hyang Brahma.
  3. Cahaya Kuning di barat disebut Pasima, tempat Hyang Mahadewa.
  4. Cahaya Hitam di utara disebut Utara, tempat Hyang Wisnu.
  5. Segala Warna Cahaya di pusat disebut Madya, tempat Hyang Siwa.
Lima kualitas “Cahaya” tersebut sesungguhnya merupakan nilai “waktu” dalam hitungan “wuku”. Kelima wuku (wuku lima) tidak ada yang buruk dan semuanya baik, namun selama ini Sang Hyang Siwa (pelebur segala cahaya/ warna) telah disalah-artikan menjadi “dewa perusak”, padahal arti kata “pelebur” itu adalah “pemersatu” atau yang meleburkan atau memanunggalkan. Jadi, sama sekali tidak terdapat ‘dewa’ yang bersifat merusak dan menghancurkan.
Ajaran Sunda dalam silib-siloka PANAH CHAKRA
Ajaran Sunda dalam silib-siloka “Panah Chakra”
“Ajaran Sunda” di dalam cerita pewayangan dilambangkan denganJamparing Panah Chakra, yaitu ‘raja segala senjata’ milik Sang Hyang Wisnu yang dapat mengalahkan sifat jahat dan angkara-murka, tidak ada yang dapat lolos dari bidikan Jamparing Panah Chakra. Maksudnya adalah;
-          Jamparing = Jampe Kuring
-          Panah = Manah = Hati (Rasa Welas-Asih)
-          Chakra atau Cakra = Titik Pusaran yang bersinar/ Roda Penggerak Kehidupan (‘matahari’).
-          Secara simbolik gendewa (gondewa) merupakan bentuk bibir yang sedang tersenyum (?).
CHAKRA
 Panah Chakra di Jawa Barat biasa disebut sebagai “Jamparing Asih”maksudnya adalah “Ajian Manah nu Welas Asih” (ajian hati yang lembut penuh dengan cinta-kasih). Dengan demikian maksud utama dari Jamparing Panah Chakra atau Jamparing Asih itu ialah “ucapan yang keluar dari hati yang welas asih dapat menggerakan roda kehidupan yang bersinar”.
Keberadaan Panca Dewa kelak disilib-silokakan (diperlambangkan) ke dalam kisah “pewayangan” dengan tokoh-tokoh baru melalui kisahRamayana (Ajaran Rama) serta kisah Mahabharata pada tahun +/-1500 SM; Yudis-ti-Ra, Bi-Ma, Ra-ju-Na, Na-ku-La, dan Sa-Dewa. Kelima cahaya itu kelak dikenal dengan sebutan “Pandawa” singkatan dari “Panca Dewa” (Lima Cahaya) yang merupakan perlambangan atas sifat-sifat kesatria negara. Istilah “wayang” itu sendiri memiliki arti “bayang-bayang”, maksudnya adalah perumpamaan dari kelima cahaya tersebut di atas.
Selama ini cerita wayang selalu dianggap ciptaan bangsa India, hal tersebut mungkin “benar” tetapi boleh jadi “salah”. Artinya kemungkinan terbesar adalah bangsa India telah berjasa melakukan pencatatan tentang kejadian besar yang pernah ada di Bumi Nusantara melalui kisah pewayangan dalam cerita epos Ramayanadan Mahabharata. Logika sederhananya adalah; India dikenal sebagai bangsa Chandra (Chandra Gupta) sedangkan Nusantara dikenal sebagai bangsa Matahari (Ra-Hyang), dalam hal ini tentu Matahari lebih unggul dan lebih utama ketimbang Bulan. India diterangi atau dipengaruhi oleh ajaran dan kebudayaan Nusantara. Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa bukti (jejak) peninggalan yang maha agung itu di Bumi Nusantara telah banyak dilupakan, diselewengkan hingga dimusnahkan oleh bangsa Indonesia sendiri sehingga pada saat ini kita sulit untuk membuktikannya melalui “kebenaran ilmiah”.
Berkaitan dengan persoalan “Pancawarna”, bagi orang-orang yang lupa kepada “jati diri” (sebagai bangsa Matahari) di masyarakat Jawa-Barat dikenal peribahasa “teu inget ka Purwa Daksina…!” artinya adalah “lupa kepada Merah-Putih” (lupa akan kebangsaan/ tidak tahu diri/ tidak ingat kepada jati diri sebagai bangsa Galuh penganut ajaran Sunda).
Banyak orang Jawa Barat mengaku dirinya sebagai orang “Sunda”, mereka mengagungkan “Sunda” sebagai genetika biologis dan budayanya yang membanggakan, bahkan secara nyata perilaku diri mereka yang lembut telah menunjukan kesundaannya (sopan-santun dan berbudhi), namun unik dan anehnya mereka ‘tidak mengakui’ bahwa itu semua adalah hasil didikan Agama Sunda yang telah mereka warisi dari para leluhurnya secara turun-temurun, seolah telah menjadi genetika religi pada diri manusia Galuh.
Masyarakat Jawa Barat tidak menyadari (tidak mengetahui) bahwa perilaku lembut penuh tata-krama sopan-santun dan berbudhi itu terjadi akibat adanya “ajaran” (agama Sunda) yang mengalir di dalam darah mereka dan bergerak tanpa disadari (refleks). Untuk mengatakan kejadian tersebut para leluhur menyebutnya sebagai;
“nyumput buni di nu caang” (tersembunyi ditempat yang terang) artinya adalah; mentalitas, pikiran, perilaku, seni, kebudayaan, filosofi dll. yang mereka lakukan sesungguhnya adalah hasil didikan agama Sunda tetapi si pelaku sendiri tidak mengetahuinya.
Inti pola dasar ajaran Sunda adalah “berbuat baik dan benar yang dilandasi oleh kelembutan rasa welas-asih”. Pola dasar tersebut diterapkan melalui Tri-Dharma (Tiga Kebaikan) yaitu sebagai pemandu ‘ukuran’ nilai atas keagungan diri seseorang/ derajat manusia diukur berdasarkan dharma (kebaikan) :
  1. Dharma Bakti, ialah seseorang yang telah menjalankan budhi kebaikan terhadap diri, keluarga serta di lingkungan kecil tempat ia hidup, manusianya bergelar “Manusia Utama”.
  2. Dharma Suci, ialah seseorang yang telah menjalankan budhi kebaikan terhadap bangsa dan negara, manusianya bergelar “Manusia Unggul Paripurna” (menjadi idola).
  3. Dharma Agung, ialah seseorang yang telah menjalankan budhi kebaikan terhadap segala peri kehidupan baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang tercium, yang tersentuh dan tidak tersentuh, segala kebaikan yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, manusianya bergelar “Manusia Adi Luhung” (Batara Guru)
Nilai-nilai yang terkandung di dalam Tri-Dharma ini kelak menjadi pokok ajaran “Budhi-Dharma” (Buddha) yang mengutamakan budhi kebaikan sebagai bukti dan bakti rasa welas-asih terhadap segala kehidupan untuk mencapai kebahagiaan, atau pembebasan diri dari kesengsaraan.
Ajaran ini kelak dilanjutkan dan dikembangkan oleh salah seorang tokoh Mahaguru Rasi Shakyamuni – Sidharta Gautama (‘Sang Budha’),seorang putra mahkota kerajaan Kapilawastu di Nepal – India.
Pembentukan Tri-Dharma Sunda dilakukan melalui tahapan yang berbeda sesuai dengan tingkatan umurnya (?) yaitu :
  1. Dharma Rasa, ialah mendidik diri untuk dapat memahami “rasa” (kelembutan) di dalam segala hal, sehingga mampu menghadirkan keadaan “ngarasa jeung rumasa” (menyadari rasa dan memahami perasaan). Dengan demikian dalam diri seseorang kelak muncul sifat menghormati, menghargai, dan kepedulian terhadap sesama serta kemampuan merasakan yang dirasakan oleh orang lain (pihak lain), hal ini merupakan pola dasar pembentukan sifat“welas-asih” dan manusianya kelak disebut “Dewa-Sa”.
  2. Dharma Raga, adalah mendidik diri dalam bakti nyata (bukti) atau mempraktekan sifat rasa di dalam hidup sehari-hari (*bukan teori) sehingga kelak keberadaan/ kehadiran diri dapat diterima dengan senang hati (bahagia) oleh semua pihak dalam keadaan “ngaraga jeung ngawaruga” (menjelma dan menghadirkan). Hal ini merupakan pola dasar pembentukan perilaku manusia yang dilandasi oleh kesadaran rasa dan pikiran. Seseorang yang telah mencapai tingkatan ini disebut “Dewa-Ta”.
  3. Dharma Raja, adalah mendidik diri untuk menghadirkan “Jati Diri” sebagai manusia “welas-asih” yang seutuhnya dalam segala perilaku kehidupan “memberi tanpa diberi” atau memberi tanpa menerima (tidak ada pamrih). Tingkatan ini merupakan pencapaian derajat manusia paling terhormat yang patut dijadikan suri-teladan bagi semua pihak serta layak disebut (dijadikan) pemimpin.
Ajaran Sunda berlandas kepada sifat bijak-bajik Matahari  yang menerangi dan membagikan cahaya terhadap segala mahluk di penjuru Bumi tanpa pilih kasih dan tanpa membeda-bedakan. Matahari telah menjadi sumber utama yang mengawali kehidupan penuh suka cita, dan tanpa Matahari segalanya hanyalah kegelapan. Oleh sebab itulah para penganut ajaran Sunda berkiblat kepada Matahari (Sang Hyang Tunggal) sebagai simbol ketunggalan dan kemanunggalan yang ada di langit, dan kiblat agama Sunda itu bukan diciptakan oleh manusia.
Sundayana menyebar ke seluruh dunia, terutama di wilayah Asia, Eropa, Amerika dan Afrika, sedangkan di Australia tidak terlalu menampak. Oleh masyarakat Barat melalui masing-masing kecerdasan kode berbahasa mereka ajaran Matahari ini diabadikan dalam sebutan SUNDAY (hari Matahari), berasal dari kata “Sundayana”dan bangsa Indonesia lebih mengenal Sunday itu sebagai hari Minggu.
Di wilayah Amerika kebudayaan suku Indian, Maya dan Aztec pun tidak terlepas dari pemujaan kepada Matahari, demikian pula di wilayah Afrika dan Asia, singkatnya hampir seluruh bangsa di dunia mengikuti ajaran leluhur bangsa Galuh Agung (Nusantara) yang berlandaskan kepada tata-perilaku berbudhi dengan rasa “welas-asih”(cinta-kasih).
Jejak keberadaan ajaran agama Sunda yang kemudian berkembang hingga saat ini terekam dalam kebudayaan masyarakat Roma (kerajaan Romawi) yang menetapkan tanggal 25 Desember sebagai “Hari Matahari” (Sunday) yaitu hari pemujaan kepada Matahari (Sunda) dan kini masyarakat Indonesia lebih mengenalnya sebagai hari “Natal”.
Oleh bangsa Barat (Eropa dan Amerika) istilah Sundayana ‘dirobah’ menjadi Sunday sedangkan di Nusantara dikenal dengan sebutan “Surya” (*Bangsa Arya ?) yang berasal dari tiga suku kata yaitu Su-Ra-Yana, bangsa Nusantara memperingatinya dalam upacara “Sura” (Suro) yang intinya bertujuan untuk mengungkapkan rasa menerima-kasih serta ungkapan rasa syukur atas “kesuburan” negara yang telah memberikan kehidupan dalam segala bentuk yang menghidupkan; baik berupa makanan, udara, air, api (kehangatan), tanah, dan lain sebagainya.
Pengertian Surayana pada hakikatnya sama saja dengan Sundayanasebab mengandung maksud dan makna yang sama.
-          SU = Sejati
-          RA = Sinar/ Maha Cahaya/ Matahari
-          YANA = way of life/ ajaran/ ageman/ agama
Maka arti “Surayana” adalah sama dengan “Agama Matahari yangSejati” dan dikemudian hari bangsa Indonesia mengenal dan mengabadikannya dengan sebutan “Sang Surya” untuk mengganti istilah “Matahari”.
Perobahan istilah SUNDA
Perobahan istilah “Sunda”
Sekilas gambaran di atas boleh jadi hanya bersifat gatuk (mencocok-cocokan), namun mustahil jika kemiripan penanda (sebutan dan objek) itu terjadi dengan sendirinya tanpa sebab, selain itu terjadi pula kemiripan pada nilai-nilai yang bersifat prinsip dan mustahil pula jika tidak ada yang memulai dan mengajarkannya. Tentu “tidak mungkin ada akibat jika tanpa sebab” (hukum aksi-reaksi), dalam pepatah leluhur bangsa Nusantara menyebutkan “tidak ada asap jika tidak ada api” atau “mustahil ada ranting jika tidak ada dahan” maka segalanya pasti ada yang memulai dan mengajarkan.
5000 tahun sebelum penanggalan Masehi di Asia dalam sejarah peradaban bangsa Mesir kuno  menerangkan (menggambarkan) tentang keberadaan ajaran Matahari dari bangsa Galuh, mereka menyebutnya sebagai “RA” yang artinya adalah Sinar/ Astra/ Matahari/ Sunda.
“RA” digambarkan dalam bentuk “mata” dan diposisikan sebagai “Penguasa Tertinggi” dari seluruh ‘dewa-dewa’ bangsa Mesir kunoyang lainnya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bangsa Mesir kuno-pun menganut dan mengakui Sundayana (Agama Matahari) yang dibawa dan diajarkan oleh leluhur bangsa Galuh.
Disisi lain bangsa Indonesia saat ini mengenal bentuk dan istilah “mata” (eye) yang mirip dengan gambaran “AMON-RA” bangsa Mesirkuno, sebutan “amon” mengingatkan kita kepada istilah “panon” yang berarti “mata” yang terdapat pada kata “Sang Hyang Manon” yaitu penamaan lain bagi Matahari di masyarakat Jawa Barat jaman dahulu (*apakah kata Amon dan Manon memiliki makna yang sama?)
Selain di Asia (Mesir) bangsa Indian di Amerika-pun sangat memuja Matahari (sebagai simbol leluhur, dan mereka menyebut dirinya sebagai bangsa “kulit merah”) bahkan masyarakat Inca, Aztec dan Maya di daerah Amerika latin membangun kuil pemujaan yang khusus ditujukan bagi Matahari, hingga mereka menggunakan pola penghitungan waktu yang berlandas pada peredaran Matahari, mirip dengan di Nusantara (pola penanggalan Saka = Pilar Utama = Inti / Pusat Peredaran = Matahari).
 

Masyarakat suku Inca di Peru (Amerika Latin) membangun tempat pemujaan kepada Matahari di puncak bukit yang disebut Machu Picchu. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa secara umum konsep “meninggikan dengan pondasi yang kokoh” dalam kaitannya dengan “keagungan“ (tinggi, luhur, puncak, maha) merupakan landas berpikir yang utama agama Sunda.
Secara filosofis, pola bentuk ‘bangunan’ menuju puncak meruncing (gunungan) itu merupakan perlambangan para Hyang yang ditinggikan atau diluhurkan, hal inipun merupakan silib-siloka tentang perjalanan manusia dari “ada” menuju “tiada” (langit), dari jelmamenjadi manusia utama hingga kelak menuju puncak kualitas manusia adiluhung (maha agung).
Demikian pula yang dilakukan oleh suku Maya di Mexico pada jaman dahulu, mereka secara khusus membangun tempat pemujaan (kuil/pura) kepada Matahari (Sang Hyang Tunggal).
Pada jaman dahulu hampir seluruh bangsa di benua Amerika (penduduk asli) memuja kepada Matahari, dan hebatnya hampir semua bangsa menunjukan hasil kebudayaan yang tinggi. Kemajuan peradaban dalam bidang arsitektur, cara berpakaian, sistem komunikasi (baik bentuk lisan, tulisan, gaya bahasa, serta gambar), adab upacara, dll. Kemajuan dalam bidang pertanian dan peternakan tentu saja yang menjadi yang paling utama, sebab hal tersebut menunjukan kemakmuran masyarakat, artinya mereka dapat hidup sejahtera tentram dan damai dalam kebersamaan hingga kelak mampu melahirkan keindahan dan keagungan dalam berkehidupan (berbudaya).
Sekitar abad ke XV kebudayaan agung bangsa Amerika latinmengalami keruntuhan setelah datangnya para missionaris Barat yang membawa misi Gold, Glory dan Gospel. Tujuan utamanya tentu saja Gold (emas/ kekayaan) dan Glory (kejayaan/ kemenangan) sedangkan Gospel (agama) hanya dijadikan sebagai kedok politik agar seolah-olah mereka bertujuan untuk “memberadabkan” sebuah bangsa.
Propaganda yang mereka beritakan tentang perilaku biadab agama Matahari dan kelak dipercaya oleh masyarakat dunia adalah bahwa; “suku terasing penyembah matahari itu pemakan manusia”, hal ini mirip dengan yang terjadi di Sumatra Utara serta wilayah lainnya di Indonesia. Dibalik propaganda tersebut maksud sesungguhnya kedatangan para ‘penyebar agama’ itu adalah perampokan kekayaan alam dan perluasan wilayah jajahan (imperialisme), sebab mustahil bangsa yang sudah “beragama” harus ‘diagamakan’ kembali dengan ajaran yang tidak berlandas kepada nilai-nilai kebijakan dan kearifan lokalnya.
Dalam pandangan penganut agama Sunda (bangsa Galuh) yang dimaksud dengan “peradaban sebuah bangsa (negara)” tidak diukur berdasarkan nilai-nilai material yang semu dan dibuat-buat oleh manusia seperti bangunan megah, emas serta batu permata dan lain sebagainya melainkan terciptanya keselarasan hidup bersama alam (keabadian). Prinsip tersebut tentu saja sangat bertolak-belakang dengan negara-negara lain yang kualitas geografisnya tidak sebaik milik bangsa beriklim tropis seperti di Nusantara dan negara tropis lainnya. Leluhur Galuh mengajarkan tentang prinsip kejayaan dan kekayaan sebuah negara sebagai berikut :
“Gunung kudu pageuh, leuweung kudu hejo, walungan kudu herang, taneuh kudu subur, maka bagja rahayu sakabeh rahayatna”
(Gunung harus kokoh, hutan harus hijau, sungai harus jernih, tanah harus subur, maka tentram damai sentausa semua rakyatnya)
“Gunung teu meunang dirempag, leuweung teu meunang dirusak”
(Gunung tidak boleh dihancurkan, hutan tidak boleh dirusak)



Kuil (tempat peribadatan) pemujaan Matahari hampir seluruhnya dibangun berdasarkan pola bentuk “gunungan” dengan landasan segi empat yang memuncak menuju satu titik. Boleh jadi hal tersebut berkaitan erat dengan salah satu pokok ajaran Sunda dalam mencapai puncak kualitas bangsa (negara) seperti Matahari yang bersinar terang, atau sering disebut sebagai “Opat Ka Lima Pancer” yaitu; empat unsur inti alam (Api, Udara, Air, Tanah) yang memancar menjadi “gunung” sebagai sumber kehidupan mahluk.
Menilik bentuk-bentuk simbolik serta orientasi pemujaannya maka dapat dipastikan bahwa piramida di wilayah Mesir-pun sesungguhnya merupakan kuil Matahari (Sundapura). Walaupun sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa piramid itu adalah kuburan para raja namun perlu dipahami bahwa raja-raja Mesir kuno dipercaya sebagai; Keturunan Matahari/ Utusan Matahari/ Titisan Matahari/ ataupun Putra Matahari, dengan demikian mereka setara dengan “Putra Sunda”(Utusan Sang Hyang Tunggal).
Untuk sementara istilah “Putra Sunda” bagi para raja Mesir kuno dan yang lainnya tentu masih terdengar janggal dan aneh sebab selama ini sebutan “Sunda” selalu dianggap sebagai suku, ras maupun wilayah kecil yang ada di pulo Jawa bagian barat saja, istilah “Sunda” seolah tidak pernah terpahami oleh bangsa Indonesia pun oleh masyarakat Jawa Barat sendiri.
Tidak diketahui waktunya secara tepat, Sang Narayana Galuh Hyang Agung (Galunggung) mengembangkan dan mengokohkan ajaran Sunda di Jepang, dengan demikian RA atau Matahari begitu kental dengan kehidupan masyarakat Jepang, mereka membangun tempat pemujaan bagi Matahari yang disebut sebagai Kuil Nara (Na-Ra / Api-Matahari) dan masyarakat Jepang dikenal sebagai pemuja DewiAmate-Ra-Su Omikami yang digambarkan sebagai wanita bersinar(Astra / Aster / Astro / Astral / Austra).

Tidak hanya itu, penguasa tertinggi “Kaisar Jepang” pun dipercaya sebagai titisan Matahari atau Putra Matahari (Tenno) dengan kata lain para kaisar Jepang-pun bisa disebut sebagai “Putra Sunda” (Anak/ Utusan/ Titisan Matahari) dan hingga saat ini mereka mempergunakan Matahari sebagai lambang kebangsaan dan kenegaraan yang dihormati oleh masyarakat dunia.

Dikemudian hari Jepang dikenal sebagai negeri “Matahari Terbit” hal ini disebabkan karena Jepang mengikuti jejak ajaran leluhur bangsa Nusantara, hingga pada tahun 1945 ketika pasukan Jepang masuk ke Indonesia dengan misi “Cahaya Asia” mereka menyebut Indonesia sebagai “Saudara Tua” untuk kedok politiknya.
Secara mendasar ajaran para leluhur bangsa Galuh dapat diterima di seluruh bangsa (negara) karena mengandung tiga pokok ajaran yang bersifat universal (logis dan realistis), tanpa tekanan dan paksaan yaitu :
  1. Pembentukan nilai-nilai pribadi manusia (seseorang) sebagai landasan pokok pembangunan kualitas keberadaban sebuah bangsa (masyarakat) yang didasari oleh nilai-nilai welas-asih (cinta-kasih).
  2. Pembangunan kualitas sebuah bangsa menuju kehidupan bernegara yang adil-makmur-sejahtera dan beradab melalui segala sumber daya bumi (alam/ lingkungan) di wilayah masing-masing yang dikelola secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan hidup sehari-hari.
  3. Pemeliharaan kualitas alam secara selaras yang kelak menjadi pokok kekayaan atau sumber daya utama bagi kehidupan yang akan datang pada sebuah bangsa, dan kelak berlangsung dari generasi ke generasi (berkelanjutan).
Demikian ajaran Sunda (SundayanaSurayana/ Agama Matahari) menyebar ke seluruh penjuru Bumi dibawa oleh para Guru Hyang memberikan warna dalam peradaban masyarakat dunia yang diserap dan diungkapkan (diterjemahkan) melalui berbagai bentuk tanda berdasarkan pola kecerdasan masing-masing bangsanya.
Ajaran Sunda menyesuaikan diri dengan letak geografis dan watak masyarakatnya secara selaras (harmonis) maka itu sebabnya bentuk bangunan suci (tempat pemujaan) tidak menunjukan kesamaan disetiap negara, tergantung kepada potensi alamnya. Namun demikian pola dasar bangunan dan filosofinya memiliki kandungan makna yang sama, merujuk kepada bentuk gunungan.
Di Indonesia sendiri simbol “RA” (Matahari/ Sunda) sebagai ‘penguasa’ tertinggi pada jaman dahulu secara nyata teraplikasikan pada berbagai sisi kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Hal itu diungkapkan dalam bentuk (rupa) serta penamaan yang berkaitan dengan istilah “RA” (Matahari) sebagai sesuatu yang sifat agung maupun baik, seperti;
  1. Konsep wilayah disebut “Naga-Ra/ Nega-Ra”
  2. Lambang negara disebut “Bende-Ra”
  3. Maharaja Nusantara bergelar “Ra-Hyang”
  4. Keluarga Kerajaan bergelar “Ra-Keyan dan Ra-Ha-Dian (Raden)”.
  5. Konsep ketata-negaraan disebut “Ra-si, Ra-tu, Ra-ma”
  6. Penduduknya disebut “Ra-Hayat” (rakyat).
  7. Nama wilayah disebut “Dirganta-Ra, Swarganta-Ra, Dwipanta-Ra, Nusanta-Ra, Indonesia (?)”
dll.
Kemaharajaan (Keratuan/ Keraton) Nusantara yang terakhir, “Majapahit” kependekan dari Maharaja-Pura-Hita (Tempat Suci Maharaja yang Makmur-Sejahtera) dikenal sebagai pusat pemerintahan “Naga-Ra” yang terletak di Kadiri – Jawa Timur sekitar abad XIII masih mempergunakan bentuk lambang Matahari, sedangkan dalam panji-panji kenegaraan lainnya mereka mempergunakan warna “merah dan putih” (Purwa-Daksina) yang serupa dengan pataka (‘bendera’) Indonesia saat ini.
Bende-Ra MAJAPAHIT
Bende – Ra Majapahit
Tidak terlepas dari keberadaan ajaran Sunda (Matahari) dimasa lalu yang kini masih melekat diberbagai bangsa sebagai lambang kenegaraan ataupun hal-hal lainnya yang telah berobah menjadi legenda dan mithos, tampaknya bukti terkuat tentang cikal-bakal (awal) keberadaan ajaran Matahari atau agama “Sunda” itu masih tersisa dengan langgeng di Bumi Nusantara  yang kini telah beralih nama menjadi Indonesia.
Di Jawa Kulon (Barat) sebagai wilayah suci tertua (Mandala Hyang)tempat bersemayamnya Leluhur Bangsa Matahari (Pa-Ra-Hyang)hingga saat ini masih menyisakan penandanya sebagai pusat ajaran Sunda (Matahari), yaitu dengan ditetapkannya kata “Tji” (Ci) yang artinya CAHAYA di berbagai wilayah seperti; Ci Beureum (Cahaya Merah), Ci Hideung (Cahaya Hitam), Ci Bodas (Cahaya Putih), Ci Mandiri (Cahaya Mandiri), dan lain sebagainya. Namun sayang banyak ilmuwan Nusantara khususnya dari Jawa Barat malah menyatakan bahwa “Ci” adalah “cai” yang diartikan sebagai “air”, padahal jelas-jelas untuk benda cair itu masyarakat Jawa Barat jaman dulu secara khusus menyebutnya sebagai “Banyu” dan sebagian lagi menyebutnya sebagai “Tirta” (*belum diketahui perbedaan diantara keduanya).
Sebutan “Ci” yang kelak diartikan sebagai “air” (cai/nyai)sesungguhnya berarti “cahaya/ kemilau” yang terpantul di permukaanbanyu (tirta) akibat pancaran “sinar” (kemilau). Masalah “penamaan/ sebutan” seperti ini oleh banyak orang sering dianggap sepele, namun secara prinsip berdampak besar terhadap “penghapusan” jejak perjalanan sejarah para leluhur bangsa Galuh Agung pendiri agama Sunda (Matahari).
 
`Cag
Rampes,,,