Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Selasa, 13 Desember 2016

Q.S. Al-Insyirah

  • image
    Terjemah Surat Al Insyirah ayat 1-8 :
    1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
    2. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
    3. yang memberatkan punggungmu?
    4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.
    5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
    6. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
    7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
    (urusan) yang lain,
    8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
    Mengartikan Surat Al-Insyirah ayat 1-8  :

    Surah Al Insyirah atau Surat Alam Nasyrah( سورة الشرح )adalah surat ke-94 dalam Al Qur'an. Surat ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyah serta diturunkan sesudah surat Adh Dhuhaa. Nama Alam Nasyrah diambil dari kata Alam Nasyrah yang terdapat pada ayat pertama, yang berarti: bukankah Kami telah melapangkan.

    Pokok-pokok Isi  :

    Penegasan tentang nikmat-nikmat Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, dan pernyataan Allah bahwa disamping kesukaran ada kemudahan karena itu diperintahkan kepada Nabi agar tetap melakukan amal-amal saleh dan bertawakkal kepada-Nya.

    Kandungan Isi  :

    بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   
    Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
    Surah ini berkaitan erat dengan surah sebelumnya, dan sebagian mufasir menganggapnya sebagai sambungan langsung dari Surah al-Dhuha. Bagaimana pun juga, surah ini ditujukan kepada Nabi dan diperluas kepada semua orang yang mengikuti jejak langkah Nabi.

    أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
    Bukankah Kami telah melapangkan dadamu untukmu? 
    Syaraha berarti 'membukakan, menyingkapkan, menjelaskan, menerangkan atau menampakkan,' dan 'melapangkan'. Syaraha juga berarti 'memotong'. Dalam dunia bedah, kata tasyrih berarti pemotongan.
    Shadara berarti 'kembali dari pengairan, melanjutkan, memancar, keluar', dan shadr adalah 'dada, payudara atau peti'. Jika seseorang mengatakan ia ingin 'mengambil sesuatu dari dadanya', maka sesuatu ini, tentu saja, bukan obyek fisik. Melainkan, sesuatu yang sudah ia kenakan sendiri pada dirinya, sehingga ia merasa terhimpit atau terbebani, seolah-olah ia tidak bisa lagi bernapas dengan bebas. Dengan melepaskan diri dari beban ini, dengan 'melapangkan' diri, maka yang jauh menjadi dekat dan yang sulit menjadi mudah.
    Syarh (uraian terperinci, penjelasan) yang utama adalah berupa pengetahuan, penyaksian langsung bahwa yang ada hanyalah Allah. Itulah syarh yang terakhir; tidak ada apa-apa di luar itu. Tidak ada kelegaan di luar penyaksian langsung.
    Meskipun ayat ini ditujukan kepada Nabi, namun ia berlaku kepada semua orang. Beban kebodohan digantikan dengan beban kenabian, tapi beban tersebut menjadi ringan karena berbagai rahasia alam semesta telah diungkapkan kepadanya.

    وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
    Dan mengangkat bebanmu dari (pundak)mu, 
    Wazara, akar dari wizr (beban, muatan berat), adalah 'memikul atau menanggung (suatu beban)'. Dari kata tersebut muncul kata wazir artinya 'menteri, wakil, konselor', yakni, seseorang yang membantu penguasa atau raja untuk memikul beban negara. Maksud ayat ini adalah bahwa kita dibebaskan dari tanggung jawab apa pun selain daripada sebagai hamba Pencipta kita. Jika kita sungguh-sungguh memahami penghambaan, maka kita tidak lagi terbebani seperti sebelumnya tapi kita malah hanya melaksanakan tanggung jawab dan kewajiban kepada Allah, tanpa menambah beban lagi kepada diri kita.

    الَّذِي أَنْقَضَ ظَهْرَكَ
    Yang telah memberatkan unggungmu? 
    Lagi-lagi ini merupakan penjelasan metaforis. Ada di antara kita yang nampaknya memikul beban berat, meskipun, sebenarnya, tidak ada beban yang bersifat permanen. Jika kita selalu ingat akan Allah (zikrullah), sadar bahwa pada suatu saat napas kita bisa berhenti, dan bahwa kita akan segera kembali menjadi debu, maka kita pun akan sadar bahwa yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah menghamba dan berusaha berbuat sebaik-baiknya. Tidak ada yang harus kita lakukan selain dari itu. Secara tidak sengaja mungkin kita telah mengundang kesulitan di dunia ini, namun kesulitan dunia ini tetap akan datang dan menemukan kita. Jika kita tidak memperdulikan orang fi sabilillah (di jalan Allah), jika kita tidak membantu orang, melayani dan membimbing mereka, maka berbagai kesulitan akan menimpa kita.

    وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
    Dan meninggikan untukmu sebutan kamu? 
    Ini berkenaan dengan zikir lahiriah Nabi. Kita tidak bisa melakukan zikir lahiriah yang lebih tinggi dari Nama Allah. Zikir batiniah Nabi merupakan kesadaran beliau yang tak henti-henti, berkesinambungan, dan tidak terputus terhadap Penciptanya. Zikir Nabi terhadap Penciptanya memiliki kedudukan paling tinggi karena di antara ciptaan Allah beliaulah yang paling dekat kepada-Nya.
    Ketika Nabi berzikir, zikimya diangkat lebih tinggi sehingga zikir Nabi berada di urutan paling tinggi; kehidupannya sendiri merupakan zikrullah.

    فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
    Karena sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan, 
    '
    إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
    Sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. 
    Dua ayat ini memberikan penjelasan khusus mengenai 'sang' kesulitan, yakni 'bersama kesulitan ada kemudahan', yang menunjukkan bahwa hanya ada satu kesulitan. Ini berarti bahwa pada setiap kesulitan ada dua kemudahan atau solusi. Solusi pertama adalah bahwa kesulitan akan berlalu: ia tidak bisa berlalu dengan sendirinya, tapi akhirnya ia akan berlalu karena lambat laun kita pergi darinya melalui kematian. Solusi kedua adalah bagi pencari sejati; solusinya terletak dalam pengetahuan tentang proses awal terjadinya kesulitan kemudian melihat kesempumaan di dalamnya.
    Umpamanya, seseorang bisa saja melakukan kesalahan dengan memasuki areal proyek pembangunan yang berbahaya sehingga kepalanya tertimpa sesuatu. Ia mungkin saja tidak menyadari berbagai faktor yang terkait dengan kecelakaannya, apakah orang lain bermaksud mencelakakannya atau tidak, tapi yang jelas ia akan mengalami musibah itu. Begitu ia mengetahui bagaimana musibah itu terjadi, betapa sempurna kejadiannya! Kepalanya akan terluka, tapi itu pun akan sembuh: itu adalah kemudahan lain. Bersamaan dengan sulitnya merasakan pemisahan muncul pertolongan untuk mengetahui bahwa kita berhubungan.

    فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
    Maka jika engkau sudah bebas, tetaplah tabah bekerja keras! 
    Makna syari’ (lahiriah) dari ayat ini adalah bahwa begitu kita selesai berurusan dengan dunia dan dengan segala tanggung jawab kita di dalamnya, hendaknya kita bersiap-siap untuk mencari pengetahuan langsung tentang Realitas Ilahi. Menurut penafsiran golongan ahl al-Bayt tentang ayat ini, bila kita selesai menunaikan salat-salat formal kita, maka hendaknya kita melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni begadang sepanjang malam melaksanakan salat lagi, zikir dan belajar. Bila kita sudah menyelesaikan segala kewajiban kita terhadap penciptaan dan terhadap Pencipta kita, maka hendaknya kita berbuat lebih, dan mencurahkan diri kita sepenuhnya. Perjuangan dan upaya batin ini adalah makna harfiah dari kata jihad, yang hanya dalam peristiwa tertentu saja menjadi 'perang suci'.

    وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
    Dan jadikanlah Tuhanmu sebagai tujuan [kerinduan] engkau semata! 
    Ketika kita mempraktikkan hasrat keingintahuan kita, bila kita menginginkan pengetahuan, maka kita akan menjadi pengetahuan, persis sebagaimana kita mempraktikkan kemarahan, maka kita pun akan menjadi kemarahan. Begitu kita meletakkan dasar-dasar yang perlu untuk menunaikan segala kewajiban kita, maka kita pun sah untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kita. Bagaimana pun, menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu adalah penting, karena, kalau tidak kita akan melaksanakan keinginan untuk melarikan diri

    Kesimpulan:

    Berikut ini isi pesan dan ajaran dari surat Al Insyirah tersebut, yaitu :
    1. Allah SWT mengingatkan kepada manusia bahwa Dia telah memberikan nikmat yang jumlahnya tiada terhitung. Hanya saja kebanyakan manusia tidak menyadari atau lupa ketika mendapat nikmat. Sebaliknya, kalau mendapatkan sedikit kesulitan saja atau masalah dia pasti menyadarinya, bahkan tak henti-hentinya mengeluh. Tahukah kamu bahwa ketika sedang mengeluh kita lupa bahwa seakan-akan kita tak pernah mendapatkan nikmat.
    2. Setiap masalah pasti ada penyelesaiannya, setiap kesulitan tentu ada jalan keluarnya. Oleh karenanya kita diperintahkan untuk terus berusaha mencari jalan keluar yang paling baik ketika mendapatkan masalah. Kita dilarang berputus asa, misalnya ketika ada masalah malah melakukan tindakan yang menyakiti diri sendiri seperti merokok, mengkonsumsi narkoba sebagai pelampiasan masalah, atau bahkan sampai bunuh diri. Hal ini tidak menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah. Bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan? Caranya adalah dengan berzikir, beribadah, introspeksi diri, apa yang masih kurang, mohon ampun kepada Allah SWT danmemohon agar segera ditunjukkan jalan keluarnya.
    3. Ketika telah selesai menyelesaikan suatu pekerjaan, maka dengan segera lakukanlah pekerjaan yang lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita diperintahkan untuk menjadi umat yang rajin bekerja dan kreatif, tidak menjadi umat yang pemalas. Contoh orang yang malas adalah baru mau bekerja kalau sudah tidak mempunyai uang. Sikap mental semacam ini tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Kita diperintahkan untuk bekerja keras, tekun, gigih, dan ulet, sehinga tidak hidup kekurangan, bahkan kalau bisa membantu orang lain.
    4. Sukses atau tidaknya suatu pekerjaan ditentukan oleh sejauh mana semangat seseorang dalam berusaha. Selain itu kita juga diperintahkan untuk berserah diri kepada Allah, karena Dialah Yang Maha Kuasa dan menentukan segalanya. Jangan cepat puas dan menyombongkan diri ketika sukses, dan jangan cepat menyerah ketika menemui kendala. Sebaliknya, kita diajarkan untuk bersyukur ketika sukses, dan tetap sabar ketika menemui rintangan.
  • http://www.mutiaraislam.web.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar