Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Senin, 20 April 2015

BAHAN KAJIAN (Filosopis & Simbolis Kujang)

KAJIAN FILOSOFIS DAN SIMBOLIS KUJANG

(Sebagai Wujud Perjuangan Budaya dan Simpati Kepada Saudara Evi Silviadi)
(Oleh: Aris Kurniawan)


Pengertian Kujang
Kujang dalam kaidah keilmuan termasuk ke dalam kategori Tosan Aji. Kedudukan tosan aji berada diatas senjata dan perkakas. Tosan Aji menurut berbagai sumber, mengandung pengertian dasar besi yang dimuliakan , diagungkan atau disakralkan.
Secara teknis pengolahan mencapai tingkat yang sempurna.
Kujang diciptakan oleh seorang Guru Teupa (Djati Sunda Anis, 1996-2000), setingkat dengan seorang Mpupencipta keris. Dalam berbagai sumber dinyatakan bahwa ada beberapa nama Mpu dari zaman Pajajaran, sepertiMpu Windu Sarpa Dewa (Pajajaran Mangukuhan/Pajajaran Awal (Kuntjoro Slamet, 2000), Mpu Ni Mbok Sombro, Mpu Kuwung, Mpu Loning, selain menciptakan keris juga menciptakan Kujang
Kujang dan berbagai jenis tosan aji lainnya diciptakan dalam waktu yang lama, bahkan menurut berbagai sumber, ada yang diciptakan hingga memakan waktu bertahun-tahun. Hal ini sebuah bukti sejarah bahwa Kujang diciptakan untuk kepentingan fungsi Simbolis, dimana Nilai-Nilai luhur  “ Ditanamkan” di dalam perupaannya.
Berbagai jenis tosan aji (kujang, keris, dan sebagainya) berfungsi simbolis dan bermakna filosofis,  tidak diperuntukan secara aplikatif atau praktis.
Sebuah kujang atau jenis tosan aji lainnya, diciptakan untuk kepentingan  individu dalam sistematika negara purba (Nagara Kartagama), di mana riwayat hidup seseorang terekam di balik perupaannya.
Kujang bagi orang Sunda merupakan piandel atau berfungsi sebagai penguatan karakter  atau jati diri, karena kujang merupakan simbol dari kosmologi Sunda (mikrokosmos/jagat leutik dalam bahasa Sunda) dan Kosmogoni Sunda (makrokosmos/jagat gede dalam bahasa Sunda).
Selain dari fungsi piandel, kujang dinal juga dengan sebutan gagaman  atau sebuah perlambang bagi manusia Sunda yang sudah memiliki ageman atau disiplin ilmu tertentu. Kujang berfungsi pula sebagai simbol dari etika /atikan Sunda dan estetika/anggitan Sunda.
Kujang  dijadikan sebagai lambang berbagai lembaga, seperti: Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, Pemda Bogor, Lembaga Pendidikan besar (UNPAD dan UNPAS), Divisi Angkatan Darat dan sebagainya, juga berbagai tugu Kujang didirikan (Badung, Bogor, Depok, Tasikmalaya dan berbagai tempat lainnya) merupakan sebuah bukti bahwa kujang berfungsi secara simbolis dan bermakna filosofis yang luhur.
Sisi tajam yang ada pada bilah kujang merupakan lambang dari "ketajaman 
ilmu", yang sama sekali tidak berfungsi secara aplikatif (sebagai alat tikam atau alat iris) atau bentuk mengikuti fungsi (forms follow function).
Berdasarkan observasi penulis bahwa kujang diciptakan dengan latar belakang kearifan budaya Sunda, yang secara umum sama dengan berbagai jenis tosan aji lainnya di Indonesia.

Disiplin Penamaan Kujang
Penamaan dapuran kujang harus menjadi sebuah  kesepakatan untuk sebutan akan sesuatu berdasarkan bentuk, jenis, fungsi, atau berbagai hal yang berkaitan erat dengan sejarah kujang itu sendiri.
Penamaan dapuran kujang memiliki disiplin tersendiri. Etika penempatan kata “KUJANG” HARUS disimpan diDEPAN, dan kemudian keterangan DAPURANNYA atau disiplin perupaannya.
Seperti contoh:
KUJANG CIUNG, KUJANG BADAK, KUJANG KUNTUL, KUJANG NAGA, KUJANG WAYANG, KUJANG BANGO,KUJANG CANGAK KUJANG BALATI, KUJANG BANGO dan lain Sebagainya. Secara umum keberadaan Tosan Aji  (termasuk KUJANG) di Indonesia DAKUI oleh PBB.
Adalah sebuah KERANCUAN YANG NYATA apabila kujang di katagorikan sebagai SEBILAH PISAU (Pisau kujang), berdasarkan hasil kajian dan analisa penulis (dalam penelitian berupa tesis), hal ini merupakan isltilah yang SANGAT KELIRU. Penggunaan istilah tersebut merupakan bukti KETIDAKPAHAMAN dan tidak berlandaskan pada ANALISA ILMIAH yang konprehensif. Hal ini pun akan berdampak pada KETERSINGGUNGAN MASYARAKAT SUNDA dan MASYARAKAT PECINTA TOSAN AJI yang sangat menjunjung tinggi nilai Budaya.
Apalagi bila dihubungkan kepada penggunaan LAMBANG KUJANG pada berbagai Instansi yang menggunakannya, seperti; UNPAD, UNPAS, PEMDA PROVINSI JABAR, KOTA BOGOR, PAGUYUBAN PASUNDAN, DIVISI TNI AD, BERBAGAI PERGURUAN SILAT, SANGGAR SENI, PT.PUPUK KUJANG, LEMBAGA BUDAYA dan berbagai lembaga lainnya.
Secara pribadi (penulis) yang mengkaji MAKNA FILOSOFIS DAN SIMBOLIS KUJANG merasa sangat terpanggil untuk MELURUSKAN PERSOALAN KUJANG YANG TIDAK DIDUDUKAN SECARA PROPORSIONAL, dan akan melakukan upaya PRO AKTIF DALAM MENYIKAPINYA, demi ILMU PENGETAHUAN , HARGA DIRI MASYARAKAT - BUDAYA SUNDA dan TOSAN AJI INDONESIA.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar