Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Senin, 16 Januari 2017

Sejarah Burung Garuda, Misteri, Makna, Dan Falsafah, Yang Terkandung Didalamnya

- Pemangku
- Sejak
11 Februari 1950
- Perisai
Di bagian tengah Garuda, melambangkanPancasila, ideologi nasional Indonesia
- Penopang
Garuda (penopang tunggal)
- Semboyan
- Elemen
Jumlah bulu Garuda melambangkan tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Republik Indonesia
- Penggunaan
- Lambang Negara (contoh pada Paspor Indonesia dan dokumen resmi kenegaraan)
- sebagai lambang kenegaraan dan ideologi nasional

- penggunaan resmi kenegaraan lainnya


Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang KabinetRepublik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.

Jika ditelaah lebih jauh, keberadaan dan sejarah burung garuda ternyata sudah tercipta sejak zaman berdirinya Indonesia. Burung garuda yang menjadi dasar ideologi dan lambang negara ini, yaitu Garuda Pancasila sebenarnya adalah representasi dari elang jawa atau Javan Hawk Eagle Nisaetus bartelsi yang memiliki warna bulu berwarna emas.

Burung garuda yang akhirnya menjadi Garuda Pancasila bagi bangsa Indonesia tersebut ditemukan dalam sejarah mitologi Hindu dan Buddha. Di dalam Mitologi Buddha, burung garuda ini digambarkan sebagai burung pemakan daging yang hebat dan memiliki kemampuan berorganisasi secara sosial.
Dalam mitologi Hindu, burung garuda yang nantinya lebih dikenal sebagai Garuda Pancasila ini digambarkan sebagai setengah manusia dan setengah burung yang sering digunakan oleh Dewa Wisnu sebagai kendaraannya. Burung garuda juga menjadi raja dari para burung. Bahkan pada tradisi Bali sejak zaman dahulu kala, burung garuda ini dimuliakan sebagai tuan segala makhluk yang dapat terbang serta dimuliakan pula sebagai raja agung para burung.
Posisi mulia burung garuda sejak zaman kuno telah menjadikan burung garuda sebagai Garuda Pancasila yang menjadi lambang serta ideologi bangsa Indonesia. Bahkan menurut Peraturan Pemerintahan No. 66 Tahun 1951, menjelaskan bahwa lukisan garuda tersebut diambil dari beberapa candi sejak abad ke-6 sampai ke-16. Raja-raja di Indonesia ternyata sudah sejak lama menggunakan burung garuda sebagai lambang kerajaan mereka.

- Sejarah Penciptaan Lambang Garuda Pancasila
Hampir seluruh penduduk Indonesia mengetahui bahwa Garuda Pancasila adalah lambang negara sekaligus menjadi ideologi banga Indonesia. Namun, pastilah masih banyak di antaranya yang tidak mengetahui sejarah penciptaan Garuda Pancasila sebagai lambang negara kita. Bahkan mungkin sama sekali tidak mengetahui siapa orang yang sangat berjasa dalam merancang Garuda Pancasila ini.

Tokoh yang sangat berperan dalam perancangan Garuda Pancasila adalah Sultan Hamid II yang terlahir dengan nama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie. Sultan Hamid II ini adalah putra sulung Sultan Pontianak. Ia lahir di Pontianak pada 12 juli 1913.
Ketika Republik Indonesia Serikat terbentuk, Sultan Hamid II ini diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Poto Folio dan selama menjabat sebagai menteri negara tersebut, ia mendapatkan tugas dari Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Perintah inilah yang kemudian menjadi dasar penciptaan Garuda Pancasila.
Ide perisai Pancasila muncul ketika Sultan Hamid II yang sedang merancang lambang negara teringat dengan ucapan Presiden Soekarno yang menyatakan bahwa hendaknya lambang negara itu seharusnya mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar Indonesia, yang sila-sila dari dasar negara tersebut adalah Pancasila sehingga akhirnya nanti dapat tercipta Garuda Pancasila. Dengan menambahkan pita yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika” akhirnya jadilah lambang negara Indonesia tersebut menjadi Garuda Pancasila. Namun, gambar Garuda Pancasila itu dahulu terlihat sebagai kepala burung rajawali yang masih gundul dan tidak berjambul seperti sekarang.

Presiden Soekarno untuk pertama kalinya memperkenalkan lambang negara Garuda Pancasila ini kepada seluruh penduduk Indonesia pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta. Selanjutnya setelah pengumuman tersebut, Presiden Soekarno terus melakukan perbaikan pada bentuk Garuda Pancasila.
Lalu pada 20 Maret 1950, Presiden Soekarno memberikan perintah kepada pelukis istana bernama Dullah untuk kembali melukiskan lambang Garuda Pancasila tersebut dengan melakukan penambahan dan perbaikan. Penambahan dan perbaikan yang dilakukan adalah pemberian jambul pada kepala Garuda Pancasila. Terjadi perubahan pula pada posisi cakar kaki Garuda Pancasila yang mencengkeram pita di belakang pita menjadi di depan pita.
Rancangan Garuda Pancasila yang terakhir yang setelah diberikan skala ukuran dan tata warna oleh Sultan Hamid II, akhirnya patung besar Garuda Pancasila yang terbuat dari bahan perunggu berlapis emas pun diciptakan. Patung itu disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional.

- MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM GARUDA PANCASILA
Garuda Pancasila terbagi menjadi tiga bagian dalam pemaknaannya, yaitu gambar Garuda Pancasila sebagai burung garuda yang tegak perkasa dengan kedua sayap membentang lebar dan kepala menoleh ke arah kanan.
Bagian yang kedua dalam lambang Garuda Pancasila ini adalah perisai yang berbentuk jantung dengan lukisan sila-sila pancasila tergantung di leher garuda tersebut dengan menggunakan rantai.
Bagian yang ketiga adalah pita putih yang bertuliskan semboyan negara Indonesia yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”

1. Makna Bagian Garuda Pancasila - Makna pada Tubuh Garuda
Bulu pada masing-masing sayap pada Garuda Pancasila berjumlah tujuh belas helai yang artinya melambangkan tanggal 17.
Bulu ekor pada Garuda Pancasila ini berjumlah 8 yang melambangkan bulan delapan.
Bulu leher pada gambar Garuda Pancasila yang berjumlah empat puluh lima ini melambangkan tahun 45.
Jadi jika dirangkai secara keseluruhan maka memiliki makna bahwa bahwa yang tercantum dan angka-angka yang digambarkan pada Garuda Pancasila itu adalah Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Lambang perisai yang terdapat dibagian depan Garuda Pancasila tersebut melambangkan perjuangan dan perlindungan bangsa Indonesia.

2. Makna Gambar yang Terdapat di Perisai Garuda Pancasila
Gambar bintang melambangkan sila pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Gambar rantai melambangkan sila kedua dalam Pancasila yang artinya Kemanusiaan yang Adil dan beradab.
Gambar pohon beringin yang terdapat pada perisai Garuda Pancasila ini melambangkan sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia.
Sedangkan Kepala Banteng melambangkan kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan yang menjadi sila keempat.
Sila yang terakhir dilambangkan dengan padi dan kapas yang artinya adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

3. Makna Warna pada Garuda Pancasila
Ada beberapa warna yang terdapat pada Lambang Garuda Pancasila ini. Warna-warna yang dipakai menjadi warna pada lambang Garuda Pancasila ini memiliki arti dan makna tersendiri.
Warna merah memiliki artian keberanian.
Warna putih memiliki arti kesucian, kebenaran, dan kemurnian.
Warna kuning berarti kebesaran, kemegahan, dan keluhuran.
Warna hijau artinya adalah kesuburan dan kemakmuran.
Dan warna yang terakhir adalah hitam yang memiliki makna keabadian.

4. Letak Warna Pada Bagian-bagian Garuda Pancasila
Warna-warna yang dipakai dalam lambang Garuda Pancasila ini tidak boleh diletakkan sembarangan karena warna-warna tersebut sudah ditentukan diletakkan pada bagian-bagian yang mana saja di lambang Garuda Pancasila.

  • Warna kuning diletakkan sebagai warna Garuda Pancasila, untuk warna bintang, rantai, kapas, dan padi.
  • warna merah digunakan sebagai warna perisai kanan bawah dan kiri atas yang terdapat pada lambang Garuda Pancasila ini.
  • Warna putih dipakai untuk memberikan warna perisai kanan atas dan kiri bawah. Pita yang dicengkeram dalam Garuda Pancasila ini juga diberikan warna putih.
  • Warna hijau digunakan sebagai warna pohon beringin.
  • Warna hitam menjadi warna kepala banteng yang terdapat dalam lambang Garuda Pancasila ini. Warna hitam juga digunakan untuk warna perisai tengah latar belakang bintang, serta untuk mewarnai garis datar tengah perisai. Warna hitam ini juga digunakan sebagai warna tulisan untuk semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".
5. Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam Garuda Pancasila
Makna dari semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang terdapat pada lambang Garuda Pancasila ini memiliki arti Walau berbeda-beda, tetapi tetap satu jua yaitu Indonesia.

6. Arti Lambang Pancasila
Burung Garuda melambangkan kekuatan dan Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan.
Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa (sila ke-1)
Rantai melambangkan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (sila ke-2)
Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia (sila ke-3)
Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan (sila ke-4)
Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (sila ke-5)
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
Itu merupakan kalimat penggalan dari bait kakawin Sutasoma.
Saya akan mencoba menguraikannya, menurut pandangan berbagai sumber dan juga pengetahuan saya sendiri, karena kata-kata Bhineka Tunggal Ika tersebut berasal dari Bahasa Jawa Kuno, dimana maknanya masih sama dengan bahasa Jawa yang ada saat ini.
Kata Bhineka Tunggal Ika jika dipisah menurut maknanya menjadi: Bhina-Ika-Tunggal-Ika.
Kalau diterjemahkan menjadi bahasa Jawa saat ini, paling tidak menjadi Beda-Iku-Tunggal-Iku.
Kalau dijadikan Bahasa Indonesia menjadi Berbeda itu kesatuan itu.
Setelah kata-kata tersebut diolah agar mudah dipahami, maka menjadi Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu.
Sedangkan untuk kata Tan-Hana-Dharma-Mangrwa, jika diartikan dalam bahasa Jawa sekarang menjadi
Tan-Ana-Kasunyatan- kalau Bhs Indonesianya sih berarti “Rancu”).
Sehingga ketika diolah menjadi Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

- Pancasila Sebagai Falsafah Negara
Sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat. Antara lain terkenallah temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN 1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama. Namun rasanya lebih tepat untuk melihat Pancasila sebagai obyek kajian filsafat politik, yang berbicara mengenai kehidupan bersama manusia menurut pertimbangan epistemologis yang bertolak dari urut-urutan pemahaman ("ordo cognoscendi"), dan bukan bertolak dari urut-urutan logis ("ordo essendi") yang menempatkan Allah sebagai prioritas utama.

Pancasila sebagai falsafah kategori pertama adalah perwujudan bentuk bangunan yang diangan-angankan dalam penggambaran diatas kertas, dan Pancasila sebagai falsafah kategori yang kedua adalah adanya lokasi serta tingkat ketersediaan bahan-bahan untuk merealisasikan bangunan yang dicita-citakan. Pancasila sebagai falsafah yang dimaksudkan adalah tiap sila didalamnya yang (oleh karena perkembangan sejarah) selain masih tetap berfungsi sebagai landasan ideologis, iapun telah memperoleh nilai-nilai falsafi didalam dirinya, yang dapat kita masukkan kedalamnya adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Persatuan Indonesia.

Menurut Hardono Hadi, jika Pancasila menjadi obyek kajian filsafat, maka harus ditegaskan lebih dahulu apakah dalam filsafat Pancasila itu dibicarakan filsafat tentang Pancasila (yaitu hakekat Pancasila) atau filsafat yang terdapat dalam Pancasila (yaitu muatan filsafatnya). Mengenai hal ini evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.

Sesungguhnya dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" terdapat isyarat utama untuk mendapatkan informasi tentang arti Pancasila, dan kunci bagi kegiatan merumuskan muatan filsafat yang terdapat dalam Pancasila. Dalam konteks itu dapatlah diidentifikasikan mana yang bernilai universifal dan mana yang bersifat lokal = ciri khas bangsa Indonesia.

Tugas. "Bhinneka Tunggal Ika" secara harafiah identik dengan "E Pluribus Unum" pada lambang negara Amerika Serikat. Demikian pula dokumen Pembukaan UUD 1945 memiliki bobot sama dengan "Declaration of Independence" negara tersebut. Buatlah suatu analisis mengenai perbedaan muatan dalam kedua teks itu.
Suatu kajian atas Pancasila dalam kacamata filsafat tentang manusia menurut aliran eksistensialisme disumbangkan oleh N Driyarkara. Menurut Driyarkara, keberadaan manusia senantiasa bersifat ada-bersama manusia lain. Oleh karena itu rumusan filsafat dari Pancasila adalah sebagai berikut:

Aku manusia mengakui bahwa adaku itu merupakan ada-bersama-dalam-ikatan-cintakasih ("liebendes Miteinadersein") dengan sesamaku. Perwudjudan sikap cintakasih dengan sesama manusia itu disebut "Perikemanusiaan yang adil dan beradab".

Perikemanusiaan itu harus kujalankan dalam bersama-sama menciptakan, memiliki dan menggunakan barang-barang yang berguna sebagai syarat-syarat, alat-alat dan perlengkapan hidup. Penjelmaan dari perikemanusiaan ini disebut "keadilan sosial".

Perikemanusiaan itu harus kulakukan juga dalam memasyarakat. Memasyarakat berarti mengadakan kesatuan karya dan agar kesatuan karya itu betul-betul merupakan pelaksanaan dari perikemanusiaan, setiap anggauta harus dihormati dan diterima sebagai pribadi yang sama haknya. Itulah demokrasi = "kerakyatan yang dipimpin …".

Perikemanusiaan itu harus juga kulakukan dalam hubunganku dengan sesamaku yang oleh perjalanan sejarah, keadaan tempat, keturunan, kebudayaan dan adat istiadat, telah menjadikan aku manusia konkrit dalam perasaan, semangat dan cara berfikir. Itulah sila kebangsaan atau "persatuan Indonesia".

Selanjutnya aku meyakini bahwa adaku itu ada-bersama, ada-terhubung, serba-tersokong, serba tergantung. Adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatanku sendiri. Adaku bukan sumber dari adaku. Yang menjadi sumber adaku hanyalah Ada-Yang-Mutlak, Sang Maha Ada, Pribadi (Dhat) yang mahasempurna, Tuhan yang Maha Esa. Itulah dasar bagi sila pertama: "Ketuhanan yang Maha Esa".

- Kisah Burung Garuda Menurut Mitologi Agama Hindu
Bagaimana asal-usul dan sosok sang Garuda dalam kepercayaan ataupun mitologi para nenek moyang dan pendiri bangsa kita?

Garuda dalam khasanah sejarah Nusantara muncul dalam berbagai mitologi yang diajarkan dalam agama Hindu. Garuda merupakan burung gagah perkasa yang diyakini sebagai tunggangan Dewa Wisnu. Pada masa pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan, untuk mengokohkan kedudukan politiknya, Airlangga dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu. Kemudian digambarkanlah Airlangga sebagai titisan Wisnu yang sedang mengendarai Garuda. Garuda Wisnu Kencana, simbolisasi itulah yang dipergunakan sebagai simbol Kerajaan Kahuripan. Lalu bagaimana asal-usul Garuda dalam kisah mitologi agama Hindu?

Alkisah di negeri dongeng, tersebutlah seorang guru nan bijaksana bernama Resi Kasyapa. Resi ini memiliki dua orang istri yang bernama Kadru dan Winata. Masing-masing dikaruniai anak-anak berupa Naga dan Garuda. Meskipun sang resi sangat bijaksana dan bersikap adil terhadap kedua istrinya, namun Kadru senantiasa merasa cemburu terhadap Winata. Maka dalam setiap kesempatan ia senantiasa ingin menyingkirkan Winata dari perhatian dan lingkaran keluarga. Segala tabiat dan niat jahat seringkali dijalankan untuk menjauhkan Winata dari suami mereka.

Pada suatu ketika, para dewa mengaduk samudra purba dengan air suci amertha sari, air suci yang membawa keabadian bagi siapapun makhluk yang meminumnya. Bersamaan dengan peristiwa itu muncullah kuda yang bernama Ucaihsrawa. Didorong oleh rasa kecemburuan yang telah menahun, Kadru menantang Winata untuk bertaruh mengenai warna kuda Ucaihsrawa. Barang siapa yang kalah dalam pertaruhan tersebut, maka ia harus menjadi budak seumur hidup yang harus taat dan patuh terhadap apapun kehendak dan perintah sang pemenang. Dalam taruhan, Kadru bertaruh Ucaihsrawa berwarna hitam. Sedangkan Winata memilih warna putih.

Para Naga tahu bahwa kuda Ucaihsrawa sebenarnyalah berwarna putih. Mereka kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kadru, ibunda mereka. Atas pelaporan para Naga, putranya, Kadru secara licik memerintahkan para Naga untuk menyemburkan bisa mereka ke tubuh kuda putih agar nampak seperti kuda hitam. Pada saat Ucaihsrawa tiba di hadapan Kadru dan Winata, nampaklah kuda yang dipertaruhkan berwarna hitam, bukan putih sebagaimana aslinya. Singkat cerita, Winata harus menjadi budak dan melayani segala perintah Kadru seumur hidupnya yang tersisa.

Sebagai anak yang sangat berbakti kepada ibundanya, Garuda merasa sangat marah atas kelicikan para Naga yang telah membuat kebohongan besar atas diri Winata. Dengan kemarahan meluap, diseranglah para Naga. Terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di atas langit, antara Garuda dan para Naga. Dikarenakan kekuatan dan kesaktian diantara kedua kubu sama dan seimbang, maka perang itupun berlangsung sepanjang saat sebagai simbol keabadian pertempuran antara nilai kebaikan dan kebatilan.

Karena pertempuran berlangsung sekian lama panjangnya, para Naga bersedia memberikan pengampunan atas perbudakan terhadap Winata asalkan Garuda mampu memberikan tirta suci amertha sari yang dapat memberikan keabadian hidup mereka dan ibunya. Akhirnya sang Garuda menyanggupi apapun yang harus ia lakukan asalkan ia dapat membebaskan ibundanya.

Dalam pengembaraan pencarian tirta suci amertha sari, Garuda berjumpa dengan Dewa Wisnu. Ketika dimintakan air suci tersebut, Wisnu mempersyaratkan akan memberikan air tersebut, asalkan sang Garuda menyanggupi diri untuk menjadi tunggangan bagi Dewa Wisnu. Garuda selanjutnya mendapatkan tirta suci amertha sari yang ditempatkannya dalam wadah kamandalu bertali rumput ilalang.

Dengan air suci mertha sari, para Naga berniat mandi untuk segera mendapatkan keabadian hidup. Bersamaan dengan itu, Dewa Indra yang kebetulan melintas mengambil alih air suci. Dari wadah Kamandalu, tersisalah percikan air pada sisa tali ilalang. Tanpa berpikir panjang, percikan air pada ilalang tersebut dijilati oleh para Naga. Tali ilalang sangatlah tajam bagaikan sebuah mata pisau. Tatkala menjilati ilalang tersebut, terbelahlah lidah para Naga menjadi dua bagian. Inilah asal-usul kenapa seluruh keluarga besar Naga dan semua keturunannya memiliki lidah bercabang.

Kegigihan Garuda dalam membebaskan ibunda tercintanya dari belenggu perbudakan yang tidak mengenal rasa peri kemanusiaan inilah yang kemudian oleh para foundingfathers kita diadopsi secara filosofis dan disimbolisasikan dalam lambang negara kita. Garuda bermakna sebagai simbol pembebasan ibu pertiwi dari belenggu perbudakan dan penjajahan. Dengan lambang Garuda yang gagah perkasa, para pendahulu berharap Indonesia akan menjadi bangsa besar yang bebas dalam menentukan nasib dan masa depannya sendiri.

Unsur kesejarahan Garuda Wisnu Kencana ini mengilhami akan dibangunnya patung raksasa Garuda Wisnu Kencana di ujung selatan Pulau Dewata. Dengan rencana ketinggian patung sekitar 120 meter, patung tersebut kelak akan menjadi patung landmark tertinggi di dunia. Garuda Wisnu Kencana merupakan ikon dan landmark Pulau Bali, bahkan sudah tentu landmark bagi Indonesia. Megaproyek yang sudah dimulai di akhir masa Orde Baru ini hingga kini masih tersendat pembangunannya. Dari keseluruhan tubuh Garuda Wisnu Kencana baru beberapa bagian yang selesai terakit, diantaranya kepala Wisnu, kepala Garuda dan bagian tangan Wisnu.

Entah sampai kapan perwujudan landmark Garuda Wisnu Kencana itu dapat terwujud menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga menampilkan kegagahan lambang negara kita yang bisa mengilhami anak bangsa untuk lebih mencintai tanah ibu pertiwinya? Biarlah waktu yang angkat bicara.

- Garuda dalam cerita pewayangan
Di dalam babad, sejarah atau cerita-cerita kuno negara-negara mandiri di Indonesia, sepertinya belum pernah ada yang menyebut lambang burung Garuda, yang kita warisi dari sejarah kuno sekarang hanya sang "Dwi Warna", yang pada waktu itu di sebut "Bendera Gulo Klopo"(jawa), atau sekarang di sebut Sang Saka Merah Putih.

Dalam cerita pewayangan Ramayana juga disebutkan adanya burung Garuda, Jatayu. Jatayu adalah sosok burung satria yang gugur dalam peperangan melawan Rahwanaraja dalam upaya merebut dewi Shinta. Sedangkan Rahwanaraja adalah sosok raksasa yang berkepala sepuluh atau disebut juga Dasamuka.

- Mistery Burung Garuda

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah di Indonesia ada burung garuda?
Kalau burung Garuda yang besarnya sebesar burung elang sudah pasti di Indonesia masih banyak walaupun sekarang jumlahnya agak berkurang.

Mungkin banyak orang yang tidak percaya, kalau di Indonesia dulu benar dan nyata adanya burung Garuda raksasa seperti yang di ceritakan dalam cerita pewayangan, bukan dongeng tapi nyata, tercatat dalam buku harian salah satu nahkoda Portugis pada awal abad XVI di sekitar lautan Indonesia. Catatan harian nahkoda portugis tersebut pernah di ceritakan di terbitan berkala "Marcopolo" yang di keluarkan oleh kedutaan Besar Italia di Jakarta antara tahun 1950-1960 yang berbentuk buku dengan sampul karton. Buku dengan tebal 70 - 100 halaman tersebut tidak hanya menceritakan tentang burung Garuda tapi juga serat Niti Sruti dan Paniti Sastra, cerita tentang para saudagar dan nahkoda Portugis (terbagi dalam 3 seri).

Sumber cerita yang tercatat dalam buku harian nahkoda partugis tersebut adalah kisah penyelamatan seorang anak dari Sulawesi yang terdampar di pulau Karimunjawa. Nah, di pulau Karimunjawa itulah sosok burung Garuda raksasa terlihat sedang mencengkeram seekor kerbau. Coba kita bayangkan seberapa besar burung Garuda tersebut...!
Banyak sekali cerita-cerita aneh tentang Nusantara ini yang di ceritakan dalam buku "Marcopolo" yang diterbitkan oleh kedutaan besar Italia di Jakarta dari jaman petualangan para saudagar dan nahkoda Portugis pada awal abad XVI (antara tahun 1510) sampai jaman kolonialis Belanda.

Bangsa dan negara-negara di dunia mungkin sudah biasa atau lazim mengunakan lambang dan symbol Burung Garuda sebagai lambang resmi negara mereka termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, Umur lambang negara AS yang berbentuk burung Garuda kurang lebih berumur 237 tahun, sedangkan Garuda Bhineka Tunggal Ika Republik Indonesia berumur sama dengan kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945.

Apa yang menjadi Inspirasi bangsa-bangsa besar memakai burung Garuda sebagai lambang resmi negara??termasuk Indonesia.Burung .

Dikutip dari berbagai sumber

https://coretan-rooney.blogspot.co.id/2014/05/sejarah-burung-garuda-misterisserta.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar