Sebelum mondok di Krapyak, Yogya, Gus Mus dan Gus Kholil muda sempat mondok di Lirboyo, Kediri. Pada waktu itu Lirboyo terkenal gudangnya ilmu hikmah dan kanuragan. Maka dua santri kakak-beradik ini pun tak ketinggalan, getol mesu diri, tirakat, menekuni gemblengan untuk mempelajari berbagai ilmu kejadugan.
Sampailah akhirnya kesempatan pulang kampung di waktu liburan. Sebagai orang-orang “dhugdheng alu gembreng”, dua bersaudara ini pulang ke Rembang dengan bersengaja mengenakan pakaian dan perhiasan yang menegaskan kejadugan mereka:
- Rambut gondrong sampai ke punggung pertanda tak mempan dicukur
- Baju kutung dan celana komprang sebatas dengkul, semua serba hitam, khas pendekar
- Ikat kepala batik dan terompah kayu yang tebalnya hampir sehasta yang mungkin mereka kira mirip kepunyaan Sunan Kalijaga; dan lain-lain.
Sepanjang perjalanan, mereka benar-benar bergaya super-pendekar yang membuat jerih siapa pun disekitarnya. Memandang langsung kepada mereka pun orang tak berani, takut dikira nantang.
Tak dinyana, begitu sampai di rumah, Mbah Bisri, ayahanda mereka marah besar!
Segala pakaian dan perhiasan kependekaran mereka dilucuti dan dibakar. Karena tak ada yang mampu mencukur rambut mereka —benar-benar jadug rupanya, Mbah Bisri sendiri yang turun tangan membabat habis rambut mereka. Pendek kata mereka divonis harus berhenti main jadug-jadugan!
Kenapa Mbah Bisri melakukan semua itu?
“AKU SAJA CUMA KIYAI KOK KALIAN MAU JADI WALI!”
Kakak-beradik itu akhirnya dipindahkan mondoknya ke Krapyak, Yogya.
http://teronggosong.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar