Maka Rasulullah saw pun menjawab,”Jangan begitu Saudaraku Ali, bahwa ucapan yang paling utama yang aku ucapkan dan juga diucapkan nabi-nabi sebelumku adalah La ilaha Illallah
”أفضل ماقلت أنا والنبيون من قبلي لاإله إلاالله
Demikianlah Rasulullah saw memberikan ijazah dzikir لاإله إلاالله kepada sayyidina Ali yang kemudian diturunkan kepada para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in hingga kepada kita semua. Karena sesungguhnya kalimat لاإله إلاالله menyimpan berbibu hikmah bahkan juga dunia seisinya.Dalam salah satu hadits riwayat sahabat Anas disebutkan
مَنْ قَالَ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَمَدَّهَا هُدِمَتْ لَهُ أَرْبَعَةُ آلافِ ذَنْبٍ مِنَ الْكَبَائِرِ“
Sesungguhnya barang siapa membaca kalimat Tauhid لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ dan memanjangkannya, maka baginya akan dihapus empat ribu macam dosa besar”.Pada saat itu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana apabila satupun dia tidak memiliki dosa besar ?”, Rasulullah menjawab ; “Maka yang dihapuskan empat ribu macam dosa besar adalah keluarga dan para tetangganya”.
Diantara ajaran para ulama ketika membaca panjang kalimat Tauhid, adalah memanjangkan kataLA sambil kepala berpaling ke sebelah kanan dan hati menghayati artinya yaitu “tidak ada”. Dan Ketika melafalkan ILAHA sambil kepala bergerak ke bagian tengah dan hati menghayati artinya yaitu “Tuhan yang wajib disembah”. Kemudian ktika melafalkan ILLALLAH sambil kepala berpaling kesebalah kiri dan hati menghayati artinya yaitu “melainkan Allah”.
Dan yang penting diperhatikan juga adalah menyambung kalimat tauhid tersebut dengan kalimat مُحَمَّدُ رَسُوْلُ اللهِ di dalam hati serta menghayati artinya yaitu “Muhammad adalah utusan Allah”. Hal ini untuk membedakan cara membaca kalimat Tauhid umat Rasulullah Muhammad saw dengan umat terdahulu.
Sebenarnya berdzikir dengan kalimat tauhid ini tidak hanya dianjurkan kepada umat Muhammad saw saja, tetapi juga umat para nabi terdahulu. Sebuah cerita menggambarkan hal ini diriwayatkan dari Wahab bin Manbah.
عن وهب بن منبه رضي الله عنه قال قرأت في آخر زبور داود عليه الصلاة والسلام ثلاثين سطرا يا داود هل تدرى أي المؤمنين أحب إلى أن أطيل حياته الذي إذا قال لا إله إلا الله اقشعر جلده وإني أكره لذلك الموت كما تكره الوالدة لولدها ولابد له منه انى أريد ان أسره في دار سوى هذه الدار فان نعيمها بلاء ورخاءها شدة فيها عدولا يألوهم خبالا يجرى منهم مجرى الدم من أجل ذلك عجلت أوليائي إلى الجنة لولا ذلك لما مات أدم عليه السلام وولده حتى ينفخ
Diriwayatkan dari Wahab bin Manbah bahwa dia pernah berkata “aku telah membaca tiga puluh baris terakhir dari kitab zaburnya Nabi Daud as. (di dalamnya diterangkan) Allah berfirman kepada Nabi Daud “apakah kau tahu orang mukmin yang paling aku inginkan untuk ku panjangkan umurnya?” Nabi Dawud menjawab “tidak tahu”.Kemudian Allah menjelaskan “yaitu orang mu’min yang jika membaca kalimat tauhid akan merinding bulu-bulanya. Dan aku sangat membenci (tidak ingnkan) orang mu’min seperti itu lekas mati, seperti orang tua yang tidak rela anaknya mati. Sesungguhnya aku ingin sekali menyenangkannya di rumah yang bukan rumah ini (fana = dunia). Karena kenikmatan di dunia ini merupakan cobaan, dan kemewahan-kemewahan itu hanyalah kesengsaraan. Di samping itu di dunia banyak musuh yang mondar-mandir terus mengalir menyelebunginya seperti aliran darah yang mengajak pada kerusakan.
Oleh karena itu aku segerakan mereka para kekasihku (mati lalu) masuk ke surgaku. Andaikata tidak demikian, niscaya tidak akan mati Nabi adam dan anak cucunya hingga ditiupnya sangka kala.
Demikianlah posisi pentingnya kalimat tauhid لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ bagi seorang mu’min, ia tidak sekedar sebagai kalimat pengakuan keesaan Allah swt, akan tetapi juga sebagai kunci menuju kesuksesan hidup di akhirat nanti. Sebagaimana janji Allah yang dijelaskan kepada Nabi Dawud as. Karena itulah dikatakan مفتاح الجنة لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ bahwa pintu surga adalah la ilaha illallah. (red. Ulil.H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar