Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Sabtu, 21 Februari 2015

KAJIAN MASALAH JIMAT DAN RAJAH, TERNYATA MENURUT NABI MUHAMMAD SAW DALAM HADITS SHAHIH, TIDAK SEMUA JIMAT DAN RAJAH ADALAH SYIRIK !

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Tulisan kami kali ini dilatar-belakangi keprihatinan atas sikap gegabah yang ditunjukkan oleh sebagian kalangan (baca : Ustadz) dalam menyikapi permasalahan Jimat dan atau Rajah. Sering kita jumpai di salah satu stasiun TV swasta nasional, dengan enteng dan mudahnya seorang ustadz memvonis behwa setiap Jimat dan atau Rajah adalah syirik… adakah fakta hukumnya memang demikian?... yang lebih menyedihkan, mereka mengkategorikan Hizib sebagai salah satu cara meminta bantuan kepada Jin… bagi kami; ini adalah sikap dan pernyataan seseorang yang tidak memahami permasalahan….
Penulis bukanlah mujtahid yang mampu menjelaskan permasalahan ini, sehingga dalam tulisan kali ini penulis menyandarkannya pada pendapat para Ulama yang memiliki kompetensi yang diakui oleh banyak kalangan dari generasi ke generasi.
jimat dan rajah
Mengawali kajian kita kali ini, ada baiknya kita mengenal dulu istilah-istilah yang digunakan baik dalam literatur fiqih maupun hadits khususnya dalam perkara ini…
Ruqyah : Mantera, Jampi-jampi, atau Jimat.
Tamimah : Manik-manik yang dikalungkan di leher anak kecil guna menolak penyakit. Selanjutnya para Ulama menggunakan kosa kata “Tamimah” tersebut untuk menyebut kertas yang didalamnya dituliskan Al Qur’an atau Asma Alloh.
Tiwalah : Jimat pengasihan yang biasa digunakan untuk menarik simpatik lawan jenis.
Nusyroh : Jimat untuk mengobati seseorang yang terkena gangguan Jin.
Wifiq (Awfaq) : Rajah yang tersusun dari rumusan angka-angka.
Sebagian kalangan ada yang kurang bijak dan terkesan pukul rata atau dalam pribahasa jawa “Gebyah Uyah Podho Asine” menganggap semua jenis Jimat adalah syirik berdasar Sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
Dari Abdulloh Ibn Mas’ud –rodhiyallohu ‘anhu- ia berkata : Aku mendengar Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Sesungguhnya mantera, jimat dan tiwalah adalah syirik”. (HR. Abu Dawud, Al Hakim, Ahmad, Ibn Majah)
Secara literal dan general hadits diatas memberi kesimpulan bahwa segala macam mantera, jimat dan tiwalah adalah syirik dan haram. Akan tetapi memvonis syirik atas perkara-perkara tersebut dengan hanya mengacu pada literal dan generalnya hadits di atas tanpa memperhatikan hadits-hadits terkait yang lain adalah tindakan gegabah dan kurang hati-hati. Terlebih menyangkut vonis Syirik… Mengingat terdapat hadits-hadits shahih lain yang mestinya menjadi perhatian dan pertimbangan sebelum menyimpulkan perkara tersebut.
Diantaranya adalah hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِي بِهَا مِنْ الْعَقْرَبِ وَإِنَّكَ نَهَيْتَ عَنْ الرُّقَى قَالَ فَعَرَضُوهَا عَلَيْهِ فَقَالَ مَا أَرَى بَأْسًا مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ
Dari Jabir –rodhiyallohu ‘anhu- ia berkata : Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam- melarang Ruqyah/mantera/jampi-jampi, kemudian datang keluarga Amr Ibn Hazm kepada Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam-, mereka berkata : “Kami memiliki Ruqyah/Jampi-jampi untuk mengobati sengatan kalajengking, sedangkan engkau telah melarang Ruqyah/jampi-jampi tersebut”. Selanjutnya mereka (keluarga Amr) memperlihatkan jampi-jampi tersebut kepada Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam - Maka beliau bersabda : "Menurutku tidak apa-apa, barang siapa mampu memberi manfaat untuk saudaranya maka hendaklah ia memberi manfaat pada saudaranya.” (HR. Muslim)
Juga hadits lain dalam Shahih Muslim :
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
Dari Auf Ibn Malik Al Asyja’iy, ia berkata : Kami melakukan Ruqyah pada masa Jahiliyah, lalu kami berkata : Yaa Rosulalloh, bagaimana menurutmu ? maka Beliau bersabda : “Perlihatkan Ruqyahmu padaku. Ruqyah tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik.”(HR. Muslim)
Oleh karenanya kita mendapati sikap dan pandangan para Ulama’ yang tidak meng-“Gebyah Uyah Podho Asine”- (memukul rata dan memvonis syirik segalah jenis Ruqyah/Jampi-jampi). Berikut penjelasan para Ulama dalam masalah tersebut, diantaranya adalah :
Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab
Setelah menyampaikan hadits dari Abdullah Ibn Mas’ud yang berbunyi : Aku mendengar Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah Syirik… dst (HR. Abi Dawud, Ibn Majah) Imam An Nawawi mengutip pernyataan Abu ‘Ubaid, ia berkata :
التولة - بكسر التاء - هو الذى يحبب المرأة إلى زوجها وهو من السحر قال وذلك لا يجوز
At Tiwalah – dengan dibaca kasroh pada huruf Ta’- adalah jimat yang dipergunakan untuk menjadikan perempuan mencintai suaminya, dan hal ini adalah termasuk bagian dari sihir. Abu Ubaid berkata : “Yang demikian itu tidak boleh.”
Selanjutnya Imam An Nawawi berkata :
(وأما) الرقاء والتمائم قال فالمراد بالنهي ما كان بغير لسان العربية بما لا يدرى ما هو
Adapun Ruqyah dan Tamimah, maka yang dimaksud dengan larangan dalam hal tsb adalah yang tidak menggunakan bahasa arab/bahasa yang tidak dapat dimengerti maksudnya. Berikutnya Imam An Nawawi berkata :
قال البيهقى ويقال ان التميمة خرزة كانوا يعلقونها يرون أنها تدفع عنهم الآفات ويقال قلادة يعلق فيها العود وعن عتبة بن عامر قال (سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من علق تميمة فلا اتم الله له ومن علق ودعة فلا ودع الله له) رواه البيهقى
وقال هو ايضا راجع إلى معنى ما قال ابو عبيدة قال ويحتمل أن يكون ذلك وما اشبه من النهى والكراهة فيمن يعلقها وهو يرى تمام العافية وزوال العلة بها على ما كانت عليه الجاهلية وأما من يعلقها متبركا بذكر الله تعالى فيها وهو يعلم ان لا كاشف له الا الله ولا دافع عنه سواه فلا بأس بها ان شاء الله تعالى
Al Baihaqi berkata : Dan dikatakan bahwa “Tamimah” adalah manik-manik yang dikalungkan, dan mereka beranggapan bahwa kalung tersebut dapat menolak bahaya. (Sedang dlm pendapat lain) dikatakan bahwa : Tamimah adalah kalung yang padanya diikatkan kayu. Dari ‘Utbah Ibn Amir, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Barangsiapa mengalungkan Tamimah maka Allah tidak menyempurnakan baginya, dan barangsiapa mengalungkan “Wad’ah” (manik-manik) maka Allah tiadak menitipkan titipan padanya .” (HR. Al Bayhaqi).
Al Baihaqi berkata : “Pengertian hadits tersebut juga dikembalikan pada pernyataan Abu ‘Ubaidah, ia berkata : “ Hadits tersebut dan hadits-hadits senada yang bermuatan larangan atau kemakruhan diperuntukkan bagi orang yang mengalungkan “Tamimah” sedang ia menganggap bahwa keselamatan dan hilangnya penyakit disebabkan “Tamimah” tsb, sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyah. Adapun seseorang yang mengalungkan “Tamimah” dengan maksud Tabarruk dengan penyebutan Asma Allah Ta’aala yang ada didalamnya, dan ia meyakini bahwa tiada yang dapat membuka jalan baginya juga tiada yang menolak keburukan darinya kecuali Allah, maka hal tersebut tidak mengapa –Insya Allah-“. (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, vol. 9, hlm. 66)
Al Hafizh Al Munawi dalam Faidhul Qodiir
(إن الرقى) أي التي لا يفهم معناها إلا التعوذ بالقرآن ونحوه فإنه محمود ممدوح (والتمائم) جمع تميمة وأصلها خرزات تعلقها العرب على رأس الولد لدفع العين توسعوا فيها فسموا بها كل عوذة (والتولة) بكسر التاء وفتح الواو كعنبة ما يحبب المرأة إلى الرجل من السحر (شرك) أي من الشرك سماها شركا لأن المتعارف منها في عهده ما كان معهودا في الجاهلية وكان مشتملا على ما يتضمن الشرك أو لأن اتخاذها يدل على اعتقاد تأثيرها ويفضي إلى الشرك ذكره القاضي وقال الطيبي رحمه الله المراد بالشرك اعتقاد أن ذلك سبب قوي وله تأثير وذلك ينافي التوكل والانخراط في زمرة الذين لا يسترقون ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون لأن العرب كانت تعتقد تأثيرها وتقصد بها دفع المقادير المكتوبة عليهم فطلبوا دفع الأذى من غير الله تعالى وهكذا كان اعتقاد الجاهلية فلا يدخل في ذلك ما كان بأسماء الله وكلامه ولا من علقها تبركا بذكر الله عالما أنه لا كاشف إلا الله فلا بأس به
Bahwasannya “Ruqyah” atau jampi-jampi/Jimat yang didalamnya tidak mengandung pengertian kecuali berlindung dengan al qur’an atau sejenisnya, maka hal tersebut adalah perkara yang terpuji. Adapun Tamimah yang ashalnya adalah manik-manik yang oleh orang Arab dikalungkan dikepala seorang anak untuk menolak penyakit ‘Ain…… dst… sampai pada penjelasan beliau :
Tidak termasuk dalam masalah ini (yang musyrik dan dilarang) Jimat yang didalamnya terdapat Asma Allah dan firman-Nya, dan juga orang yang mengalungkannya dengan tujuan “Tabarruk” dengan disebutnya Asma Allah di dalamnya, dan ia meyakini bahwa tiada yang dapat memberi jalan keluar kecuali Allah, maka yang demikian tidak mengapa “. (Faidhul Qodiir, vol. 2, hlm. 434)
Al Hafizh Al Bayhaqi dalam As Sunan Al Kubro
والقول فيما يكره من النشرة وفيما لا يكره كالقول في الرقية وقد ذكرناه
Pembahasan tentang hukum “Nusyroh” (Jimat untuk menyembuhkan dari gangguan jin) yang makruh dan yang tidak makruh sama dengan ruqyah” (As Sunan Al Kubro, 9/351)
Al Imam As Syafi’iy dan Ruqyah
الربيع قال : سألت الشافعي عن الرقية فقال لا بأس أن يرقي الرجل بكتاب الله وما يعرف من ذكر الله
Ar Robi’ berkata : “Aku bertanya kepada Imam As Syafi’iy tentang Ruqyah, maka beliau menjawab : “Tidak mengapa jika seseorang me-Ruqyah/jampi-jampi dengan kitab Allah dan perkara yang diketahui sebagai dzikir kepada Allah” (As Sunan Al Kubro Lil Bayhaqi, 9/349)
Al Imam Ahmad dan Tamimah
رأيت على ابن أحمد وهو صغير تميمة في رقبته في أديم. وفعله الإمام أحمد بنفسه كما في مسائل عبد الله: 3/1345، ومناقب الإمام أحمد: 242 لابن الجوزي، وبدائع الفوائد: 165.
Aku melihat putra Imam Ahmad sewaktu masih kecil dilehernya dikalungkan Tamimah dari kulit. Dan Imam Ahmad melakukannya sendiri, sebagaimana dalam Masail Abdullah Ibn Ahmad, 3/1354, Manaqib Imam Ahmad, 242. Badai’ul Fawaaid, 165. (Ta’liq Masailul Imam Ahmad Wa Ishaq Ibn Rohuyah, 9/4712)

Kajian Masalah Jimat dan Rajah, Inilah Kesimpulannya

Selain “Tiwalah” (Pengasihan) hukumnya boleh dengan catatan :
- Berisi ayat-ayat Allah atau Asma Allah, dan atau tidak berisi perkara yang tidak dapat dimengerti maksudnya.
- Tetap meyakini bahwa jimat-jimat/Ruqyah/Tamimah/Nusyroh tersebut hanyalah media Tabarruk dengan ayat-ayat Allah atau Asma Allah, sedang pemberi kesembuhan dan atau penolak bahaya hanyalah Allah tiada sekutu bagi-Nya.
Penulis berharap kepada segenap pendakwah Islam, hendaknya memahami permasalahan yang ingin disampaikan… jangan sampai kecerobohan dan kebodohan kita menjadi fitnah bagi Islam dan Ummat Islam itu sendiri… Ingatlah wanti-wanti Nabi Mulia tentang tanda akhir Zaman :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Dari Abdillah Ibn Amr Ibn ‘Ash, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabut dari (dada) para hamba-Nya, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para Ulama hingga tak tersisa seorang alimpun. (ketika itu) manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin (panutan), ketika mereka ditanya maka mereka akan berfatwa tanpa ilmu, maka (akibatnya) mereka tersesat dan menyesatkan”. (HR. Al Bukhori)
Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya serta senantiasa memberikan bimbingan kepada kita semua….
Wallohu A’lam,

Ustadz Abu Hilya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar