Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Senin, 03 April 2017

"Membunuh" Paham Khilafah Islamiyah Ala Rijalul Ansor


Oleh: Wasid Mansyur
Pengurus Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor Jatim

SEBAGAI bentuk tanggungjawab roda organisasi agar dinamis, Pengurus Wilayah Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul (MDS RA) Ansor Jawa Timur mengadakan pelantikan dan rapat kerja yang diadakan di Aula Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, Kamis 30 Juli 2015.
Termasuk dalam rangkaian acara ini, digelar pula Halaqah Kebangsaan bertema “Pemerintahan ala NU Khilafah Kebangsaan”, yang dihadiri oleh Dr KH Abdul Ghafur Maimoen, MA, dan Dr Ainur Rofiq, M.Fil.I.
Pilihan tema ini adalah tanggungjawab sebagai warga NU sebab MDS RA merupakan bagian dari lembaga Gerakan Pemuda Ansor, yang salah satu tugas pokoknya adalah turut serta menjaga ideologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, termasuk meneguhkan pengabdian pada “keselamatan” para kiai-kiai pesantren.
Ada dua alasan isu ini diangkat. Pertama, isu khilafah islamiyyah bertentangan dengan semangat kebangsaan yang telah diwariskan para pendiri bangsa. Pertentangan itu di antaranya dapat lihat bahwa khilafah islamiyyah secara tekhnis menempatkan Islam sebagai satu-satunya dasar dalam praktik bermasyarakat dan bernegara.
Pendekatan serba formal yang sering dikampanyekan oleh kelompok HTI acapkali dipandang mengancam sendi-sendi kebangsaan yang dibangun dalam kesatuan yang beragam, sebab bangsa ini dihuni oleh masyarakat yang majemuk, baik agama, suku maupun etnis.
Oleh karenanya, Pancasila dan UUD 1945 bagi kelompok HTI adalah nilai-nilai non-islami sehingga harus dilawan, padahal dua dasar berbangsa dan bernegara ini diciptakan oleh para pendiri bangsa telah melibatkan banyak pihak, baik dari kalangan islamis maupun nasionalis. Sementara HTI sudah tidak jelas pijakannya apalagi konsep yang ditawarkan belum benar-benar teruji dapat membawa kesatuan bangsa, bahkan negara di mana HTI berdiri nampaknya telah mati suri, alih-alih menyelesaikan konflik.
Kedua, pendekatan serba formal yang dilakukan HTI juga mengancam nilai-nilai Aswaja al-Nahdiyah yang sejak awal menjadi basis nilai-nilai ideologis komunitas pesantren dan NU. Misalnya, sekalipun mereka tidak “kenceng” seperti Wahhabi-Salafi, HTI juga mengkritik tradisi tahlilan, sholawatan dan sejenisnya.
Dalam konteks inilah, melawan khilafah islamiyah adalah dalam rangka menyelamatkan NU, sekaligus menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sampai hari ini masih damai, di tengah-tengah Negara Timur Tengah dirundung konflik berkepanjangan hingga kini.
Alternatif Gerakan
Perlu beragam gerakan dalam “melawan” HTI dan sejenisnya, tapi pastinya istiqamah dalam gerakan adalah pilihan yang tidak dapat ditawar-tawar. Istiqamah dalam hal ini dimaknai bahwa gerakan yang dilakukan oleh MDS Rijalul Ansor serta organisasi apapun yang masih ada kaitannya dengan NU harus fokus dalam menyemarakkan kembali tradisi dzikir dan sholawatan agar semakin marak, dan yang telah ada digiring agar tetap memiliki ikatan ideologis dengan NU sebagai pundak terbesar pengawal Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Bersamaan dengan Muktamar ke 33 NU, lembaga sayap Gerakan Pemuda Ansor Jatim, menurut penulis, perlu menyikapi dengan serius persoalan ini, misalnya menyuarakan dengan keras isu ini sebagai salah satu rekomendasi bahwa pemerintah yang berwenang harus bertindak lebih tegas terhadap kelompok apapun yang berusaha merusak sendi-sendi kebangsaan, baik dalam pikiran maupun tindakan kekerasan dan suka memaksakan pandangan.
Tidak ada kata, adagium “NKRI harga mati” harus terus disebar luaskan dalam ruang wacana dan aksi. Terkhusus dalam ranah aksi, langkah awal adalah menyelamatkan orang terdekat di antara kita agar tidak terkontaminasi pikiran HTI dan sejenisnya, Selanjutnya, memikirkan pada skala yang lebih luas sebab tidak sedikit orang terdekat kita ikut tergoda HTI dan sejenisnya akibat terlalu lengah menyikapi kondisi keluar.
Akhirnya, penulis mengajak kepada semua elemen Nahdliyin untuk terus “cancut tali wondo” melakukan bentuk perlawanan terhadap anasir kelompok lain yang mengancam sendi-sendi berbangsa, sekalipun dengan tetap menolak pada cara-cara kekerasan.
Itulah sedikit simpulan halaqah. Bersamaan dengan pagelaran Muktamar ke-33 NU, selamat bermuktamar semoga melahirkan putusan-progresif warga NU dan bangsa. (*)

http://www.santrinews.com/Dirosah/Fikrah/3840/Membunuh-Paham-Khilafah-Islamiyah-Ala-Rijalul-Ansor?fb_comment_id=1028390023860048_1047839278581789#f1a42c548c6ef2c

Tidak ada komentar:

Posting Komentar