Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Senin, 28 November 2016

Keluarga Rasulullah

http://dhiya9d.blogspot.co.id/2014/02/silsilah-keluarga-nabi-muhammad.html
صلى ا لله عليه وسلم
Istri- istri Nabi زوجات النبي 
  • Khadijah binti Khuwailid (wafat 3 SH)
  • Zainab binti Khuzaimah (wafat 1 SH)
  • Aisyah binti Abu Bakar (wafat 57 H)
  • Hafsah binti Umar (wafat 45 H)
  • Juwairiah binti Harits bin Abu Dhirar (wafat 56 H)
  • Maimunah binti Harits (wafat 50 H)
  • Mariah Qibtiah (wafat 16 H)
  • Saudah binti Zam`ah (wafat 23 H/ 643 M)
  • Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H)
  • Ummu Habibah binti Abu Sofyan (wafat 44 H)
  • Ummu Salamah (wafat 57 H)
  • Zainab binti Jahsy (wafat 20 H)
Putra-Putri Nabi  
  • Al- Qasim bin Muhammad
  • Zainab binti Muhammad (wafat 8 H.) 
  • Ruqayyah binti Muhammad (wafat 2 H)
  • Ummu Kultsum (wafat 9 H)
  • Fatimah Az-Zahra (wafat 11 H)
  • Abdullah bin Muhammad (meninggal ketika kecil) 
  • Ibrahim bin Muhammad (wafat 10 H ketika kecil) 
Cucu Nabi 
  • Abdullah bin Usman bin Affan (Putra Ruqayyah) 
  • Ali bin Abul Ash (Putra Zainab.meninggal ketika kecil.) 
  • Hasan bin Ali bin Abu Talib (3-50 H.)
  • Husain bin Ali bin Abu Talib (4-61 H)
  • Zainal Abidin (wafat 93H)
  • Ummi Kultsum binti Ali bin Abu Thalib (wafat.75H)
Paman Nabi 
  • Abbas bin Abdul Mutalib (wafat 32 H)
  • Abu Thalib bin Abdul Muthalib (wafat 3 SH)
  • Hamzah bin Abdul Mutalib (wafat 3 H)

Hakikat Sujud dan Hikmahnya

http://www.nu.or.id/post/read/57093/hakikat-sujud-dan-hikmahnya
Sujud merupakan salah satu rukun dalam shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Namun sujud juga tidak baik jika asal dikerjakan. Karena dalam sujud itu terdapat nilai-nilai kerohanian yang sangat dalam. Dengan meletakkan kepala di bawah dan menempelkan kening dan hidung di atas tanah, dua lutut, dan telapak tangan serta ujung-ujung jarinya. <>Sebagaimana yang diterangkan oleh Rasulullah saw:

 اُمِرْتُ اَنْ اَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ اَعْظُمٍ: عَلَى الْجَبْهَةِ، وَاَشَارَبِيَدِهِ عَلَى اَنْفِهِ، والْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَاَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ

Aku disuruh bersujud pada tujuh tulang pada kening seraya menunjuk dengan tangannya kepada hidungnya-, dua tangan, dua lutut dan ujung-ujung kaku.

Keterangan tentang posisi fisik di atas hendaknya tidak haya dilaksanakan tetapi juga diresapi. Karena sesungguhnya rambu-rambu itu mengandung hikmah yang bila dilaksanakan dapat membantu seorang lebih khusyu’ dan ihlash dalam shalat. Jika demikian, wajar kalau Rasulullah saw kana menemani sahabatnya yang banyak bersujud

عن ربيعة بن كعب الأسلمى رضى الله عنه قال كنت أبيت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فأتيه بوضوئه وحاجته فقال سلنى فقلت  أسألك مرافقتك في الجنة. فقال : أوغير ذلك . قلت : هو ذاك . فقال أوغير ذلك . قلت : هو ذاك قال فأعني على نفسك بكثرة السجود

Dari Rabiah bin Ka’ab r.a, ia berkata: “Aku pernah bermalam bersama Rasulullah SAW kemudian aku membawa kepadanya air untuk beliau berwudhu dan buang hajat, lalu beliau bersabda: “Mintalah dariku”, aku berkata: “Aku meminta menjadi pendampingmu di syurga”, ia bersabda: “Mintalah selain itu”, aku berkata: “Aku hanya meminta menjadi pendampingmu di syurga”, Rasulullah SAW bersabda: “Mintalah selain itu”, aku berkata: “Itu permintaanku”, ia bersabda: “Bantulah aku mewujudkan permintaanmu dengan banyak engkau bersujud (shalat)”. HR. Muslim 1

Secara fisik kondisi sujud memang menunjukkan sebuah penghambaan total. Bagaimana posisi itu begitu sangat rendahnya. Namun dibalik kepasrahan dan kerendahan itu sesungguhnya Allah swt akan meninggikan derajatnya. Sebagaimana diterangkan

عن ثوبات رضى الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول عليك بكثرة السجود لله فإنك لا تسجد لله سجدة إلا رفعك الله بها درجة وحط عنك بها خطيئة قال معدان ثم لقيت أبا الدرداء فسألته فقال لي مثل ما قال لي ثوبان

Dari Tsauban r.a ia berkata: “Aku mendegar Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah bersujud sesungguhnya engkau tidak melakukan satu sujudpun karena Allah, melainkan Allah mengangkatkan engkau dengan sujud tersebut satu derajat dan Allah menghapuskan darimu satu kesalahan”. HR. Muslim

Dan yang paling hakiki dari sujud adalah merasakan kedekatan antara seorang hamba dan tuhannya. Pada saat sujud itu bisa dengan mudah seorang hamba menitikkan air mata, atau merasa intim dengan Allah swt. Begitu yang diajarkan Rasulullah saw dalam haditsnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ“أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ. فَأَكْثِرُوْا الدُّعَاءَ”

Hadits riwayat Abi Hurairah Radhiyallahu’anhu, Bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Paling dekatnya seorang hamba dengan tuhannya ialah ketika dia bersujud. Maka perbanyaklah berdo’a”

Filsafat dari Nama Rasulullah Saw

http://www.nu.or.id/post/read/41937/filsafat-dari-nama-rasulullah-saw
Ketika Rasuulluh Saw belum dilahirkan, nabi-nabi terdahulu, mulai Nabi Adam sampai Nabi Isa telah memberi kabar kepada umatnya akan datangnya nabi akhir zaman dengan ciri-ciri yang tertentu. Yaitu, dilahirkan di kota Makkah, hijrah di kota Madinah dan wafatnya juga di kota Madinah, dan kekuasaannya membentang sampai di kota Syam. Nama Rasulullah Saw kalau di Kitab Injil adalah Ahmad. Allah berfirman<>
"Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QR. As-Shaf : 6)

Perlu diketahui, bahwa nama yang dikemukam oleh Nabi Isa tadi, itu bukan sekedar nama. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah Swt yang tentunya ada makna yang terkandung. Di dalam nama Ahmad jika ditulis dengan huruf Arab tanpa dipisah-pisah ada filsuf tentang adanya gerakan salat. Huruf alif (ا) menunjukan simbol tentang orang yang berdiri. Huruf ha (Ø­) menggambarkan tentang orang yang sedang rukuk. Huruf mim (Ù…) menggambarkan tentang orang yang sedang sujud. Huruf dal (د)  menunjukan gambaran orang yang sedang duduk tahiyat salat.

Selain makna tersebut, ada juga makna yang tersembunyi di balik nama Ahmad. Yaitu, secara Gramatika Arab, kata Ahmad itu termasuk sighat mubalaghah (bentuk yang mempunyai arti banyak) dari kata Hamdu(memuji). Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ahmad, nama dari Nabi Muhammad Saw mempunyai arti orang yang paling banyak memuji Allah. 

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku adalah Ahmad tanpa mim (Ù…)” Ahmad tanpa mim (Ù…) akan mempunyai arti Ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim (Ù…) yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mimadalah jembatan yang menghubungkan para kekasih Allah dengan sang kekasihnya yang mutlak. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw merupakan mediator antara makhluk dengan Allah Swt. 

Menurut Iqbal, "Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang  “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi’ (yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni yuhbibkumullah, “Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Muhammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”

Selain nama Ahmad, Rasulullah Saw juga mempunyai nama Muhammad. Nama ini pemberian dari kakeknya, Abdul Muthalib. Nama ini diilhami atas  harapan besar  Abdul Muthalib agar kelak cucunya ini dipuji oleh makhluk seantero dunia karena sifatnya yang terpuji. Adapun nama tersebut kalau ditinjau secara Gramatika Arab berstatus sebagai Isim Maful (obyek) dari asal kata Hammada. Menurut kiai Maksum bin Ali dalam kitab Amsilatut Tasrifiyah menyebutkan bahwa penambahan tasdid mempunyai faidah Taksir (banyak). Jadi, artinya adalah orang yang banyak dipuji. Sebab semua makhluk di dunia ini memuji Rasulullah Saw dengan membaca shalawat untuknya. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab :56).

Yang heboh lagi, dari nama Muhammad, di situ ada makna yang terkandung. Yaitu, jika kita mau mengangan-angan kerangka huruf Muhammad apabila ditulis dengan hurup Arab ternyata menunjukan kerangka manusia. Sebab, mim (Ù…) yang bundar dari kata Muhammad (محمد) itu menunjukan kepala manusia, karena kepala manusia itu bundar. Huruf  ha (Ø­) kalau kita dobelkan menjadi dua akan menunjukan dua tangan manusia. Huruf  mim (Ù…) yang kedua menunjukan tentang perut manusia. Huruf dal (د) menunjukan kedua kaki manusia.

Selain itu, ada juga makna-makna yang tersembunyi lagi. Yaitu, huruf mim menunjukan kata Minnah yang berarti anugerah. Sebab, Allah memberi anugerah kepada Rasulullah Saw dengan anugerah yang sangat luar biasa melebihi apa yang telah diberikan kepada yang lainnya. Huruf ha menunjukan kata Hubbun(cinta). Sebab, Allah mencintai Nabi Muhammad Saw dan umatnya melebihi cintanya kepada nabi-nabi yang lain beserta umatnya. Huruf mim yang kedua menunjukan kata Maghfirah yang berarti ampunan. Sebab, Allah mengampuni segala dosa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, baik yang sudah lampau atau yang akan datang. Nabi Muhammad Saw adalah nabi yang maksum (terjaga dari melakukan dosa). Adapun jika disandarkan untuk umatnya, maka  Allah akan mengampuni dosa-dosa umat Nabi Muhammad Saw jikalau mereka mau bertaubat. Tidak seperti umat-umat terdahulu yang apabila melakukan dosa langsung mendapat siksa dan teguran dari Allah. Huruf dal menunjukan kata Dawaamuddin. Artinya, abadinya agama Islam. Sebab, agama Islam akan tetap ada sampai akhir zaman. Apabila agama Islam sudah lenyap karena ditinggal oleh manusia, maka tunggulah kehancuran dunia ini.

Kesimpulan dari semua ini adalah, kalau orang itu sudah mengaku agamanya Islam, maka kerjakanlah salat. Sebab, salat merupakan tiang agama dan merupakan ajaran nabi-nabi terdahulu yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang sudah menjalankan salat dan ajaran Islam yang lainnya, maka dia termasuk orang yang bertaqwa yang akan dimasukkan Allah ke dalam surga-Nya. Karena umat Nabi Muhammad Saw yang masuk ke surga itu akan dirupakan manusia. Mengapa demikian? Ini kembalinya kepada keagungan nama Nabi Muhammad saw yang menunjukkan kerangka manusia. Apabila  manusia masih berbentuk manusia, maka dia tidak akan masuk neraka. Adapun mengenai orang kafir, ada ulama yang berpendapat bahwa mereka di neraka itu berwujud babi.

*Penulis Adalah Esais dan ketua Website PP. Al Anwar Sarang Rembang Jateng asal Pati. 
Ketika Rasuulluh Saw belum dilahirkan, nabi-nabi terdahulu, mulai Nabi Adam sampai Nabi Isa telah memberi kabar kepada umatnya akan datangnya nabi akhir zaman dengan ciri-ciri yang tertentu. Yaitu, dilahirkan di kota Makkah, hijrah di kota Madinah dan wafatnya juga di kota Madinah, dan kekuasaannya membentang sampai di kota Syam. Nama Rasulullah Saw kalau di Kitab Injil adalah Ahmad. Allah berfirman<>
"Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QR. As-Shaf : 6)

Perlu diketahui, bahwa nama yang dikemukam oleh Nabi Isa tadi, itu bukan sekedar nama. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah Swt yang tentunya ada makna yang terkandung. Di dalam nama Ahmad jika ditulis dengan huruf Arab tanpa dipisah-pisah ada filsuf tentang adanya gerakan salat. Huruf alif (ا) menunjukan simbol tentang orang yang berdiri. Huruf ha (Ø­) menggambarkan tentang orang yang sedang rukuk. Huruf mim (Ù…) menggambarkan tentang orang yang sedang sujud. Huruf dal (د)  menunjukan gambaran orang yang sedang duduk tahiyat salat.

Selain makna tersebut, ada juga makna yang tersembunyi di balik nama Ahmad. Yaitu, secara Gramatika Arab, kata Ahmad itu termasuk sighat mubalaghah (bentuk yang mempunyai arti banyak) dari kata Hamdu(memuji). Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ahmad, nama dari Nabi Muhammad Saw mempunyai arti orang yang paling banyak memuji Allah. 

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku adalah Ahmad tanpa mim (Ù…)” Ahmad tanpa mim (Ù…) akan mempunyai arti Ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim (Ù…) yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mimadalah jembatan yang menghubungkan para kekasih Allah dengan sang kekasihnya yang mutlak. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw merupakan mediator antara makhluk dengan Allah Swt. 

Menurut Iqbal, "Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang  “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi’ (yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni yuhbibkumullah, “Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Muhammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”

Selain nama Ahmad, Rasulullah Saw juga mempunyai nama Muhammad. Nama ini pemberian dari kakeknya, Abdul Muthalib. Nama ini diilhami atas  harapan besar  Abdul Muthalib agar kelak cucunya ini dipuji oleh makhluk seantero dunia karena sifatnya yang terpuji. Adapun nama tersebut kalau ditinjau secara Gramatika Arab berstatus sebagai Isim Maful (obyek) dari asal kata Hammada. Menurut kiai Maksum bin Ali dalam kitab Amsilatut Tasrifiyah menyebutkan bahwa penambahan tasdid mempunyai faidah Taksir (banyak). Jadi, artinya adalah orang yang banyak dipuji. Sebab semua makhluk di dunia ini memuji Rasulullah Saw dengan membaca shalawat untuknya. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab :56).

Yang heboh lagi, dari nama Muhammad, di situ ada makna yang terkandung. Yaitu, jika kita mau mengangan-angan kerangka huruf Muhammad apabila ditulis dengan hurup Arab ternyata menunjukan kerangka manusia. Sebab, mim (Ù…) yang bundar dari kata Muhammad (محمد) itu menunjukan kepala manusia, karena kepala manusia itu bundar. Huruf  ha (Ø­) kalau kita dobelkan menjadi dua akan menunjukan dua tangan manusia. Huruf  mim (Ù…) yang kedua menunjukan tentang perut manusia. Huruf dal (د) menunjukan kedua kaki manusia.

Selain itu, ada juga makna-makna yang tersembunyi lagi. Yaitu, huruf mim menunjukan kata Minnah yang berarti anugerah. Sebab, Allah memberi anugerah kepada Rasulullah Saw dengan anugerah yang sangat luar biasa melebihi apa yang telah diberikan kepada yang lainnya. Huruf ha menunjukan kata Hubbun(cinta). Sebab, Allah mencintai Nabi Muhammad Saw dan umatnya melebihi cintanya kepada nabi-nabi yang lain beserta umatnya. Huruf mim yang kedua menunjukan kata Maghfirah yang berarti ampunan. Sebab, Allah mengampuni segala dosa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, baik yang sudah lampau atau yang akan datang. Nabi Muhammad Saw adalah nabi yang maksum (terjaga dari melakukan dosa). Adapun jika disandarkan untuk umatnya, maka  Allah akan mengampuni dosa-dosa umat Nabi Muhammad Saw jikalau mereka mau bertaubat. Tidak seperti umat-umat terdahulu yang apabila melakukan dosa langsung mendapat siksa dan teguran dari Allah. Huruf dal menunjukan kata Dawaamuddin. Artinya, abadinya agama Islam. Sebab, agama Islam akan tetap ada sampai akhir zaman. Apabila agama Islam sudah lenyap karena ditinggal oleh manusia, maka tunggulah kehancuran dunia ini.

Kesimpulan dari semua ini adalah, kalau orang itu sudah mengaku agamanya Islam, maka kerjakanlah salat. Sebab, salat merupakan tiang agama dan merupakan ajaran nabi-nabi terdahulu yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang sudah menjalankan salat dan ajaran Islam yang lainnya, maka dia termasuk orang yang bertaqwa yang akan dimasukkan Allah ke dalam surga-Nya. Karena umat Nabi Muhammad Saw yang masuk ke surga itu akan dirupakan manusia. Mengapa demikian? Ini kembalinya kepada keagungan nama Nabi Muhammad saw yang menunjukkan kerangka manusia. Apabila  manusia masih berbentuk manusia, maka dia tidak akan masuk neraka. Adapun mengenai orang kafir, ada ulama yang berpendapat bahwa mereka di neraka itu berwujud babi.

*Penulis Adalah Esais dan ketua Website PP. Al Anwar Sarang Rembang Jateng asal Pati. 

Sabtu, 26 November 2016

Hizb Al Falah, Wiridan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari



Ini merupakan Hizb Al Falah, yang dikarang oleh Syekh Hasan Syadili. Hadratussyaikh KH. M Hasyim Asy’ari selalu mendawamkan Hizb Ini. Dalam Khususyiahnya beliau mengatakan, “barang siapa istikamah membaca Hizb Ini setelah sholat asyar, sholat subuh dan ketika hendak istrahat malam (tidur) insallah dia akan diberi kebajikan dunia dan akhirat.” Berikut teks Hizbnya:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّه الذِّي لَم يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيْكُ فِي الْمُلْكِ وَ لَم يَكُنْ لَه وَلِيُّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا.
الْحَمْدُ لِلّهِ الّذِى هَذانَا لِهذا وَ مَا كُنّ لِنَهْتَدِى لَوْلاَ اَنْ هَدَانَا اللهُ. لَقَدْ جَاءَتْ رَسُلُ رَبِّنَا بِالْحَق.
(جَزَى اللهُ عَنَّا سَيِّدّنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلَ مَاهُوَ اَهْلُهُ. (ثَلَاثًا
(رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ . (ثَلَاثًا
(اَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَق . (ثَلَاثًا
(بِسْمِ اللهِ الّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِه شَيْئٌ فِي اْلأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. )ثَلَاثًا
(سُبْحَانَ رَبّى العَظِيْم وَ بِحَمْدِه وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا اللهِ العّلِيّ العَظِيْم. (ثَلَاثًا
(اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ. (ثَلَاثًا
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الّذِي لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الْبَدِيْعُ السَّموَاتِ وَ اْلأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا مِنْ جَمِيْع جُرْميْ وَ ظُلْمىْ وَمَا جَنَيْتُه عَلَى نَفْسِىْ وَ اَتُوْبُ اِلَيْهِ. (ثَلَاثً)ا
(لاَ الهَ اِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ الرَّسُوْلُ اللهِ. (عَشْرًا
ثَبـِّـتْنَا يارَبِّ بِقَوْلِهَا وَانْفَعْنَا يامَوْلاَىَ بِفَضْلِهَا وَجْعَلْنَا مِنْ خَيْرِ اَهْلِهَا وَحْشُرْنَا فِىْ زُمْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ آمِيْنَ. (ثَلَاثًا
تَرْحَمُ بِهَا الْوَالِدَيْنِ آمِيْنَ بِبـَركَةِ الصَّالِحِيْن بِجُوْدِكَ تُبْ عَلَيْنَا يا عَالِمًا بِحَالِنَا يارَبِّ اِقْبَلْ صَرْفَنَا يَارَبِّ اغْفِرْ ذَنْبَنَا. نَسْأَلُكَ رَبَّنَا بِخَاتَمِ النَّبِيِّنَ وَ الشُّكْرُ لِلّه عَلَى فَضْلِ الله. وَالْحَمْدُ لِلّه رَبِّ الْعلَمِيْنَ.
(خاصية(
فونيكا ويريدان حزب الفلاح للأستاذ الأكبر أبي الحسن الشاذلى رضي الله عنه. سينتن كع مداومهاكن ماهوس فونكا حزب بعد صلاة الصبح و بعد الصلاة العصر و عند ارادة النوم ان شاء الله تعالى كافاريعان كابكجان في الدنيا و الاخرة و أجزت لمن وقع هذ الحزب في يده وهو أهل للاجازة بحق اجازتي عن شيخنا العلامة محمد محفوظ بن عبد الله إسماعيل الجاوي ثم المكي عن السيد محمد امين إبن السيد احمد المداني عن الشيخ عبد الغني النقشبندي عن الشيخ إسماعيل بن الرومي ثم المداني عن الشيخ صالح الفلاني عن ابن سنة عن مولاي الشريف محمد بن عبد الله الوولاتي عن ابي عثمان سعيد قدوره عن سعيد بن ابن احمد المقري عن عبد إبن علي عن البرهان القلقشندي عن اب العباس احمد بن محمد ابن اب بكر الوسطى عن الخطيب صدر الدين ابى الفتح محمد ابن احمد الميدومي عن ابى العباس احمد المرسى عن مؤلفه سيدي ابي الحسن على بن عبد الله ابن عبد الجبار الشاذلى الشّريف الحسانى رضي الله عن الجميع و نفعنا بهم و امدنا بأسرارهم و اعاد علينا من بركتهم امين
الفقير اليه تعالى:
محمد هاشم اشعرى-خادم العلم بتبوايرع
http://tebuireng.org/

Ijazah dari KH. Adlan Aly untuk Para Penuntut Ilmu

doa-para-santri
Setiap pondok pesantren memiliki sesuatu yang menjadi ciri khas dari pondok pesantrennya masing-masing. Ciri khas ini akan melekat pada diri para santrinya. Berawal dari pendiri sebuah pondok pesantren, pengasuh, dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Begitu pula dalam hal amalan/ wiridan yang diberikan seorang kiai atau ibu nyai pengasuh pondok pesantren secara turun temurun kepada santrinya. Terkadang amalan yang diwariskan oleh Kyai atau Nyai pesantren tersebut merupakan amalan yang diberikan gurunya saat beliau masih menjadi santri di pondok pesantren terdahulu.
Seperti halnya amalan doa yang diberikan oleh muassis Pondok Pesantren Puteri Walisongo pertama, KH. Adlan Aly. Beliau mewariskan amalan berupa doa untuk mencerdaskan akal dan doa untuk menghafal Al Quran.
Doa Mencerdaskan Akal
Doa ini diambil dari QS. al-Anbiyaa ayat 79, dengan mengamalkan doa ini diharapkan dapat mencerdaskan akal orang yang membaca dan mengamalkannya, sebagai berikut:
فَفَهّمْنَهاَ سُلَيْمنُ وَ كُلاًّ اتَيْناَ حُكْماً وَّعِلْماً وَّ سَخَّرْ ناَ مَعَ دَاوُدَ الْجِباَلَ يُسَبِّحْنَ وَألطَّيْر وَ كُنَّأ فَعِلِيْنَ
“Maka Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat), dan kepada masing-masing, Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya.”
Doa ini di lafadzkan sebelum belajar dan setelahnya, bisa juga dibaca setelah sholat Magrib. Diharapkan dengan membaca ayat ini Allah SWT memberikan pemahaman seperti apa yang Allah SWT berikan kepada Nabi Sulaiman serta dapat memecahkan problematika kehidupan.
Doa untuk Penghafal Al Quran
Berikutnya adalah doa untuk Penghafal Al Quran. Doa ini dilafadzkan sebelum menghafal ayat Al Quran, diharapkan setelah membaca doa bisa diterangkan hatinya dan dilancarkan lisannya serta dapat mengamalkan kandungan ayat yang dihafalkan.
اَللَّهُمَّ نَوِّرْبِكِتاَبِكَ بَصَرى وَاَطْلِقْ بِهِ لِسَانِى وَاشْرَحْ بِهِ صَدْرِى واسْتَعْمِلْ بِهِ بَدَ نِى بِحَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ فَاِ نَّهُ لاَ حَوْلَ وَ لاَقٌوَّةَ اِلاَّ بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
“Yaa Allah terangilah dengan Kitab Suci-Mu terhadap mataku, lancarkanlah lisanku dengannya, lapangkanlah dadaku (hatiku) dengannya, jadikan badanku (diriku) mengamalkan isinya dengan pertolongan daya dan kekuatan-Mu. Sesungguhnya tidak ada daya dan  kekuatan kecuali atas pertolongan Allah SWT Yang Maha Luhur dan Agung”. Wallahu’alam.

Kontributor: Fani Ighanati
Editor          : Mas Aldo
http://tebuireng.org/

Iman dan Islam dalam Perspektif Ihya’ Ulumuddin

Mengaji
Banyak ulama berupaya melakukan kajian objektif mengenai maksud kata iman dan islam. Apakah keduanya memiliki makna yang sama? Ataukah justru keduanya berbeda? Salah satu ulama yang mencobanya adalah Syaikh Abu Thȃlib Al-Maky. Namun kajian iman dan islam Syaikh Abu Thȃlib ini menuai kritik dari Hujjatul Islam Imam Abu Hȃmid Al-Ghazali, karena dinilai terlalu berbelit-belit dan justru membingungkan. Berangkat dari situ, Imam Ghazali membuat sebuah kajian yang lebih runtut dan sederhana difahami, versi beliau.
Imam Al-Ghazali dalam masterpiecenya, Ihya Ulumuddin menambahkan satu pasal khusus yang panjang lebar menjelaskan tentang iman dan islam. Dalam Kitab ‘Aqaid (Salah satu bagian dari kitab Ihya Ulumuddin) pasal tersebut disisipkan. Kajian beliau meliputi makna iman dan islam yang dikaji dari tiga aspek. Aspek bahasa, tafsir, dan kacamata fiqh.
Dari sisi bahasa, iman jika diartikan adalah tashdiq, yang artinya membenarkan. Sedangkan islam, adalah bentuk Arab dari kata pasrah, dan memasrahkan diri dengan cara tunduk, patuh, tidak membangkang, dan lain sebagainya.
والحق فيه أن الإيمان عبارة عن التصديق قال الله تعالى وما أنت بمؤمن لنا أي بمصدق والإسلام عبارة عن التسليم والاستسلام بالإذعان والانقياد وترك التمرد والإباء والعناد
“Pada kenyataannya, iman memiliki arti tashdiq (membenarkan), Allah SWT berfirman وما أنت بمؤمن لنا (Artinya: ‘Engkau tidaklah membenarkan-Ku’). Sedangkan islam artinya adalah taslim (pasrah) dan istislam (memasrahkan diri)”[1]
Tentu saja ini membuahkan kesimpulan, kalau dari segi kajian bahasa, islam dan iman tidaklah sama. Iman cenderung pada masalah keyakinan, masalah hati. Sementara islam adalah masalah pasrah lahiriyah, masalah anggota luar. Demikian Imam Al-Ghazali membahasakan.
Dari sisi tafsir dan penggunaan oleh syari’at (kata iman dan islam yang ditemukan dalam naskah Alquran dan hadis), beliau menguraikan benang simpul bahwa baik kata iman maupun islam memang kadang ditemukan dalam makna yang sama persis, dan kadang justru berbeda jauh maknanya.
والحق فيه أن الشرع قد ورد باستعمالهما على سبيل الترادف والتوارد وورد على سبيل الاختلاف وورد على سبيل التداخل
Pada kenyataannya, syari’at terkadang menggunakan kata iman dan islam dalam satu makna, berbeda makna, dan kadang dengan makna yang saling terjalin. ” [2]
Sulit dan tidak bisa disimpulkan begitu saja, menurut beliau, kalau iman dan islam adalah semakna dalam hal ini. Oleh karena hal ini, beliau menolak mentah-mentah pendapat kaum Mu’tazilah dulu yang langsung mengklaim kalau iman dan islam adalah semakna. Pemahaman yang salah dari mu’tazilah ini memunculkan kesimpulan yang salah pula kalau orang yang melakukan dosa besar tidak bisa dikatakan beriman mnurut mereka.
Tendensi yang dilampirkan Imam Al-Ghazali untuk melengkapi kesimpulan beliau adalah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Ibn ‘Umar RA, hadis islam terbangun dari lima perkara (بُنِيَ الْإِسْلَامُ على خمس), yaitu syahadat, salat, puasa, zakat, serta menunaikan ibadah haji. Karena pada kesempatan yang lain, Nabi Muhammad SAW pernah menjawab dengan kelima hal tersebut dikala seseorang datang menemui beliau dan bertanya tentang apakah itu iman.[3] Kedua hadis ini jika digabungkan akan menghasilkan kesimpulan kalau iman dan islam memiliki makna penafsiran yang sama persis.
Lalu jelas disebutkan dalam Alquran,
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ  [الحجرات: 14
Orang-orang Arab Badui berkata ‘Kami telah beriman’, katakanlah ‘Kalian belum beriman, tetapi katakanlah kalian, ‘Kami telah masuk islam’ dan iman belumlah masuk kedalam hati kalian. ’ “(QS. Al-Hujurat; 14)
Ayat ini dengan gamblang menunjukkan kalau iman dan islam jelas memiliki makna penafsiran yang jauh berbeda.
Kemudian hadis yang menjadi dalil kalau iman dan islam memiliki makna yang terjalin satu sama lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
أنه سئل فقيل أّيّ الأعمال أفضل فقال صلّى الله عليه وسلّم الإسلام فقال أيّ الإسلام أفضل فقال صلّى الله عليه وسلم الإيمان. رواه أحمد
Nabi pernah ditanyai, ‘Amalan manakah yang paling utama?’ Nabi menjawab, ‘Islam’ Lalu orang tadi kembali bertanya, ‘Islam manakah yang palin utama?’ Nabi menjawab, ‘Iman’ ”(HR. Ahmad)
Maksudnya adalah, iman merupakan bagian penting dari islam. Tapi keduanya bukanlah hal yang sama.
Menanggapi penafsirannya yang berbeda-beda, Imam Al-Ghazali mencoba mempertegas, bahwa pemakaian kata iman dan islam secara bersamaan tidak akan lepas dari penggunaan majaz. Kalau iman dan islam sedang diartikan sebagai sesuatu yang berbeda, berarti islam diposisikan sebagai tashdiq bil qolbi, bahasa hati yang percaya akan kehadiran-Nya, dan islam diposisikan sebagai taslimnya anggota lahiriyah seseorang. Atau jika iman dan islam sedang ditafsirkan sebagai dua hal yang sama, maka iman kita letakkan tidak hanya sebagai porsi pasrahnya anggota lahiriyah saja, tapi juga anggota batin (hati). Penafsiaran yang lebih sesuai jika dikaitkan dengan penggunaan bahasa menurut Imam Al-Ghazali sebenarnya adalah penafsiran terakhir.
وهو أوفق الاستعمالات في اللغة لأن الإيمان عمل من الأعمال وهو أفضلها والإسلام هو تسليم إما بالقلب وإما باللسان وإما بالجوارح وأفضلها الذي بالقلب وهو التصديق الذي يسمى إيماناً
Penafsiran bahwa iman dan islam adalah dua hal yang saling terkait adalah penafsiran yang paling sesuai jika ditinjau dari sudut bahasa.  Karena pada dasarnya, iman merupakan bagian dari amalan –Amalan paling utama adalah iman-. Sedangkan islam jika diterjemahkan adalah memasrahkan diri, entah dengan hati, lisan, atau anggota badan lain. Dan upaya memasrahkan diri yang terbaik adalah dengan hati. Hal ini juga disebut sebagai tashdiq, kata lain dari bahasa ‘iman’.[4]
Imam Al-Ghazali tidak menjelaskan dengan spesifik, karena iman terkadang maksudnya adalah islam, dan sebaliknya. Atau terkadang ditemukan penafisran, jika iman dan islam artinya jauh berbeda.
Bersambung, Insya Allah…

[1] Ihya Ulumuddin 108/1 Darul Fikr.
[2] Ibid
[3] Lihat Sunan Al-Baihaqi bab I’tiqad. Hais ini diriwayatkan oleh sahabat Ibn ‘Abbas RA.
[4] Ihya Ulumuddin 109/1 Darul Fikr.

Istighosah Kubro


Pertanyaan
Assalamualaikum Wr. Wb, yang dimuliakan Allah Swt. para kiai sepuh, para asatidz, para santri Pondok pesantren Tebuireng mohon bantuannya saya minta amalan istigotsah kubro Ahlussunnah wal Jamaah, sakderenge maturnuwun
Waalaikum Salam Wr. Wb.
Rangga Maharrisman
Padarincang-Serang
Jawaban
Walaikum salam warahmatullahi wabarkatuh. Terimakasih telah mempercayakan pertanyaan anda kepada kami, semoga bapak selau dalam lindungNya. Berikut ini salah satu istighosah yang kami dapatkan dari  Ustadz Arif Khuzaini, beliau diijazahai oleh Almarhum KH.  Ali Musthofa  Ya’kub, dari KH. Sansuri Badawi, semoga bermanfaat.
الإستغاثة
الفاتحة
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ (X ٧)
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ (X ٧)
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ فَإِنَّهُ لَايَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ (X ۳)
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ (X ٧)
لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ (X ٧)
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَالْآفَاتِ وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا (X ۳)
يَا اللهُ يَا قَدِيْمُ  (X ٧)
يَا سَمِيْعُ يَا بَصِيْرُ  (X ٧)
يَا مُبْدِئُ يَا خَالِقُ  (X ٧)
يَا حَفِيْظُ يَا نَصِيْرُ يَا وَكِيْلُ يَااللهُ  (X ٧)
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ  (X ٧)
يَا لَطِيْفُ لَمْ تَزَلْ أَلْطِفْ بِنَا فِيْمَا نَزَلَ  (X ٧)
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ  (X ٧)
سُبْحَانَ اللهُ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ  (X ٧)
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ  (X ٧)
يَا رَبَّنَا وَإِلَهَنَا وَسَيِّدَنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَي الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ فَانْصُرْنَا عَلَي الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ فَانْصُرْنَا عَلَي الْقَوْمِ الْفَاسِقِيْنَ  (X ۳)
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُوْرِهِمْ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ شُرُوْرِهِمْ  (X ۳)
حَصَّنْتُكُمْ بِالْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَايَمُوْتُ أَبَدًا وَدَفَعْتُ عَنْكُمُ السُّوْءَ بِأَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ  (X ۳)
بِسْمِ اللهِ مَا شَاءَ اللهُ لَايَسُوْقُ الْخَيْرَ إِلَّا اللهُ  (X ٧)
بِسْمِ اللهِ مَا شَاءَ اللهُ لَايَصْرِفُ السُّوْءَ إِلَّا اللهُ  (X ٧)
بِسْمِ اللهِ مَا شَاءَ اللهُ مَا كَانَ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللهِ  (X ٧)
بِسْمِ اللهِ مَا شَاءَ اللهُ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ  (X ٧)
سَأَلْتُكَ يَاغَفَّارُ عَفْوًا وَتَوْبَةً ۞ وَبِالْقَهْرِ يَاقَهَّارُ خُذْ  مَنْ تَحَيَّلًا  (X ٧)
يَا جَبَّارُ يَا قَهَّارُ يَا ذَا الْبَطْشِ الشَّدِيْدِ خُذْ حَقَّنَا وَحَقَّ الْمُسْلِمِيْنَ مِمَّنْ ظَلَمَنَا وَتَعَدَّي عَلَيْنَا وَعَلَي الْمُسْلِمِيْنَ  (X ۳)
اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا وَهَدَانَا عَلَي دِيْنِ الْإِسْلَامِ  (X ٧)
الفاتحة
هذه الأوراد إجازة من الفقير/ علي مصطفي يعقوب
وهو من شيخه الكياهي الحاج/ شنسوري بدوي
Penulis: Moh. Sutan
Sumber: Kiriman dari Zaenal Karomi/ Ustadz Arif Khuzaini
Publisher: M. Ali Ridho
http://tebuireng.org/