PERNAH mendengar tentang kisah Onom?
Onom adalah sebutan untuk lelembut yang konon memiliki hubungan khusus dengan para bupati Galuh/Ciamis jaman dulu, terutama sejak RAA Kusumadiningrat atau yang lebih dikenal sebagai Kangjeng Prebu.
Onom dipercaya mendiami sebuah tempat yang kini masuk kota Banjar, dikenal dengan Rawa Onom dengan pusatnya di situs Pulo Majeti.
Di Pulo Majeti itulah kerajaan Onom berdiri dengan rajanya bernama Prabu Selang Kuning dan isterinya yang bernama Ratu Gandawati Sanghiang Ingkang Garwa.
Seperti lazimnya kerajaan, mereka memiliki aparat-aparat kepercayaan yaitu Patih Kalintu, dan abdi dalemnya yaitu Mas Bugel, Ki Begedel, Ki Rimpung, dan Mas Jemblung.
Letak Rawa Onom dan Pulo Majeti
Situs Pulo Majeti terletak di Lingkungan Siluman Baru, Kelurahan/Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.Bentuknya berupa bangunan semacam makam dengan tiga undakan. Pada puncaknya terdapat dua pasang nisan berbentuk persegi panjang setinggi 60 cm. Situs ini dikenal juga sebagai tempat pesugihan.
Pulo Majeti ini berada di tengah-tengah rawa Onom yang saat ini telah berubah menjadi pesawahan warga. Luasnya konon mencapai 947 hektar.
Beberapa tahun terakhir, daerah rawa ini menjadi langganan bencana banjir pada musim hujan. Ini diakibatkan erosi yang telah berlangsung lama yang berdampak mendangkalnya air laut di muara Sungai Citanduy
Asal Muasal Onom
Menurut cerita, Prabu Selang Kuning dan rakyatnya dulunya adalah manusia biasa. Beliau adalah patih kepercayaan Kerajaan Galuh. Oleh raja beliau diperintahkan untuk membangun wilayah baru di sebuah areal yang sekarang dikenal dengan nama Pulo Majeti.
Patih Selang Kuning pun menerima titah Baginda dengan gembira. Bersama pasukannya ia membangun tempat tersebut yang semula hanya hutan dan rawa sehingga berubah menjadi pekampungan lengkap dengan sebuah istana yang megah.
Namun setelah istana tersebut berdiri, sang patih timbul rasa ingin memiliki di hati sang patih. Ia pun tidak mau memberikannya kepada Kerajaan Galuh, melainkan mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa kerajaan tersebut.
Untuk menghindari percekcokan dengan Kerajaan Galuh, maka Prabu Selang Kuning mengajak seluruh rakyatnya pindah ke alam lain dengan cara “tilem” (mengilang) dan berubah menjadi bangsa siluman yang disebut Onom.
Kepemimpinan Kangjeng Prebu
Kisah Onom ini tidak lepas dari ketokohan Kangjeng Prebu. Bupati ini dikenal sangat cakap. Di bawah kepemimpinannya, Galuh tumbuh menjadi kabupaten yang makmur, khususnya dari pertanian dengan komoditi padi dan kelapa.Untuk memajukan pertanian, ia mencetak sawah-sawah baru dan membangun saluran-saluran irigasi dan dam. Misalnya saluran Gandawangi dan Nagawiru.
Ia juga mendorong masyarakat untuk mengembangkan kelapa. Caranya unik. Ia mewajibkan seluruh pengantin laki-laki untuk membawa bibit kitri ketika melamar pasangannya. Bibit kitri tersebut kemudian ditanam di depan rumah dimana pasangan tersebut tinggal.
Hasilnya tak mengecewakan. Kabupaten Ciamis kemudian menjadi sentra produksi kopra di Priangan.
Bersahabat dengan Onom
Nah, seiring dengan keberhasilannya memimpin tatar Galuh, Kangjeng Prebu pun dianggap sebagai tokoh memiliki kelebihan di bidang spiritual. Salah satunya adalah kisah persahabatannya dengan Onom.
Entah bagaimana awal mula “persahabatan” tersebut terjalin. Mungkin ketika beliau membangun sawah-sawah baru yang berada di rawa Onom.
Konon, untuk menghormati sahabatnya tersebut, bupati selalu menyediakan tempat khusus pada setiap pesta atau hajatan yang diselenggarakan di pendopo. Letaknya berada di sebuah kamar di belakang pendopo yang juga dilengkapi dengan sajian hidangan yang ditutupi daun kelapa.
Kamar tersebut tertutup bagi semua orang, kecuali kuncen Rawa Onom yang berpakaian dari karung goni sobek dengan tutup kepala kukusan.
Ikut Menjaga Bupati Ciamis dan Keturunannya
Persahabatan dengan Onom tersebut diterus berlanjut ke keturunan bupati bahkan konon berlangsung hingga kini. Onom dipercaya ikut menjaga keamanan para Bupati Ciamis dan keturunannya dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Beberapa Bupati Ciamis penerus Kanjeng Prebu, bahkan sengaja mengosongkan salah satu ruangan yang ada di Gedung Negara –tempat tinggal bupati, untuk Onom.
Pada tahun 1926 meletus pemberontakan PKI di Ciamis yang dipimpin oleh Egom, Hasan dan Dirga. R.T.A. Sastrawinata bupati Ciamis saat itu berhasil meredam pemberontakan tersebut dan menangkap tokoh-tokohnya.
Konon, keberhasilan tersebut tidak lepas dari bantuan Onom. Gerombolan pemberontak yang mengepung pendopo tak jadi mendekat karena melihat ratusan prajurit bersenjata lengkap yang melindung bupati. Padahal saat itu beliau tengah sendirian.
Atas keberhasilannya tersebut, R.T.A Sastrawinata mendapatkan penghargaan Bintang Willems Orde, dari pemerintah kolonial Belanda.
Kuda Kosong
Sebelum tahun 1970-an, setiap ada acara-acara resmi pemerintahan di Ciamis, senantiasa diawali dengan upacara ritual “pemanggilan” Onom.
Kemunculan Onom ditandai dengan hadirnya seekor kuda tak berpenumpang, tapi tubuhnya bermandi keringat dengan napas terengah-engah seakan menanggung beban yang berat. Kuda tersebut diyakini tengah ditunggangi oleh ratu Onom.
Namun saat ini, ritual tersebut sudah tidak lagi dilakukan oleh pihak pemerintah kabupaten, seiring dengan makin melunturnya kepercayaan, pemujaan dan pemanggilan Onom yang berkembang di masyarakat Ciamis sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar