Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Kamis, 22 Mei 2014

Beberapa Waktu Yang Mustajabah Dikabul Do’anya

istighfarKami kumpulkan dari beberapa sumber, tentang waktu yang mustajab untuk berdoa. Allah SWT memberikan masing-masing waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berbeda-beda, diantaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi kebanyakan orang menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut. Mereka mengira bahwa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeda. Bagi setiap muslim seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar mendapatkan kesuksesan, keberuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu- waktu mustajabah tersebut antara lain.
1.Sepertiga Akhir Malam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir malam, lalu berfirman ; barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barangsiapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti Aku akan mengampuninya".[Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat bab Doa Nisfullail 7/149-150]

2.Tatkala Berbuka Puasa Bagi Orang Yang Berpuasa
Dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash Radhiyallahu 'anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak". [Sunan Ibnu Majah, bab Fis Shiyam La Turaddu Da'watuhu 1/321 No. 1775. Hakim dalam kitab Mustadrak 1/422. Dishahihkan sanadnya oleh Bushairi dalam Misbahuz Zujaj 2/17].

3.Setiap Selepas Shalat Fardhu
Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, beliau menjawab.
"Artinya: Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu".[Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'awaat 13/30.

4.Pada Saat Perang Berkecamuk
Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak; doa pada saat adzan dan doa tatkala perang berkecamuk".[Sunan Abu Daud, kitab Jihad 3/21 No. 2540. Sunan Baihaqi, bab Shalat Istisqa' 3/360. Hakim dalam Mustadrak 1/189. Dishahihkan Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar hal. 341.

5.Sesaat Pada Hari Jum'at
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu bahwa Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Sesungguhnya pada hari Jum'at ada satu saat yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut". [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat 7/166. Shahih Muslim, kitab Jumuh 3/5-6]
Waktu yang sesaat itu tidak bisa diketahui secara persis dan masing-masing riwayat menyebutkan waktu tersebut secara berbeda-beda, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/203.
Dan kemungkinan besar waktu tersebut berada pada saat imam atau khatib naik mimbar hingga selesai shalat Jum'at atau hingga selesai waktu shalat ashar bagi orang yang menunggu shalat maghrib.

6.Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah. Dari 'Amr bin 'Anbasah Radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya". [Sunan Ibnu Majah, bab Doa 2/352 No. 3924. Dishahihkan oleh Al-Mundziri 1/371 No. 595]
Terbangun tanpa sengaja pada malam hari.[An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190]
Yang dimaksud dengan "ta'ara minal lail" terbangun dari tidur pada malam hari.

7.Doa Diantara Adzan dan Iqamah
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah". [Sunan Abu Daud, kitab Shalat 1/144 No. 521. Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/87. Sunan Al-Baihaqi, kitab Shalat 1/410. Dishahihkan oleh Al-Albani, kitab Tamamul Minnah hal. 139]

8. Doa Pada Waktu Sujud Dalam Shalat
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab saat itu sa'at tepat suatu do'a untuk dikabulkan". [Shahih Muslim, kitab Shalat bab Nahi An Qiratul Qur'an fi Ruku' wa Sujud 2/48] Yang dimaksud adalah sangat tepat dan layak untuk dikabulkan doa kamu.

9.Pada Saat Sedang Kehujanan
Dari Sahl bin a'ad Radhiyallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Dua doa yang tidak pernah ditolak; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu kehujanan". [Mustadrak Hakim dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 2/113-114. Imam An-Nawawi berkata bahwa penyebab doa pada waktu kehujanan tidak ditolak atau jarang ditolak dikarenakan pada saat itu sedang turun rahmat khususnya curahan hujan pertama di awal musim. [Fathul Qadir 3/340].

10.Pada Saat Ajal Tiba
Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua mata Abu Salamah terbuka lalu beliau memejamkannya kemudian bersabda.
"Artinya: Sesungguhnya tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya'. Semua keluarga histeris. Beliau bersabda: 'Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan". [Shahih Muslim, kitab Janaiz 3/38]

11.Pada Malam Lailatul Qadar
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar". [Al-Qadr : 3-5]
Imam As-Syaukani berkata bahwa kemuliaan Lailatul Qadar mengharuskan doa setiap orang pasti dikabulkan. [Tuhfatud Dzakirin hal. 56]

12.Doa Pada Hari Arafah
Dari 'Amr bin Syu'aib Radhiyallahu'anhu dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Artinya : Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah". [Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/83. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ta'liq alal Misykat 2/797 No. 2598]
Semoga Bermanfaat :)

Sumber : Gus Mbodo, Jama'ah NKRI Indonesia, PP Darul Falah Ki Ageng Mbodo, Grobogan Purwodadi


Makna Firman Allah “Kun Fayakun” (QS. Yaasiin:82)

Dalam al-Qur’an Allah berfirman: “Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun” (QS. Yasin: 82).
Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun”, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun…”. Hal ini tentu rancu.
Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.
Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan “di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: “كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَىءٌ غَيْـرُهُ” (رواه البخاري والبيهقي وابن الجارود)
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)
Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.
Kemudian dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.
( لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ) (سورة الشورى: 11)
 “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)
Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin: 82 diatas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang Ia kehendakinya.
wallahu a’lam bisshowab


Tawassul Imam Abu Hanifah Kepada Rasulullah SAW

Qasidah Suami berisi Tawassul Imam Abu Hanifah Artikel Baru Rasulullah. Beliau mencurahkan puji-Pujian, rasa rindu, Dan kecintaan kepada Rasulullah Yang suci.
توسل الإمام أبي حنيفة رضي الله عنه بالنبي الحبيب محمد صلى الله عليه وسلم

يا سيد السادات جئتك قاصدا أرجو رضاك ​​و أحتمي بحماكا
و الله ياخير الخلائق ان لي قلبا مشوقا لا يروم سواكا


و بحق جاهك انني بك مغرم و الله يعلم أنني أهواكا
أنت الذي لولاك ما خلق امرؤ كلا و لا خلق الورى لولاكا

أنت الذي من نورك البدر اكتسى و الشمس مشرقة بنور بهاكا
أنت الذي لما رفعت الى السما بك قد سمت و تزينت لسراكا

انت الذى نا داك ربك مرحبا ولقد دعاك لقربه وحبا كا
أنت الذى فينا سالت شفاعة ناداك ربك لم تكن لسواكا

أ نت الذى لما توسل آدم من زلة بك فاز وهوأ باكا
وبك الخليل دعا فعادت ناره بردا وقد خمدت بنور سناكا

ودعاك أ يوب لضر مسه فأزيل عنه الضر حين دعاكا
وبك المسيح أتى بشيرا مخبرا بصفات حسنك مادحا لعلاكا

وكذاك موسى لم يزل متوسلا بك فى القيامة محتم بحماكا
والأ نبياء وكل خلق فى الورى والرسل والأ ملاك تحت لوا كا

لك معجزات أعجزت كل الورى وفضائل جلت فليس تحا كى
نطق الذراع بسمه لك معلنا والضب قد لباك حين أتاكا

والذئب جاءك والغزالة قدأتت بك تستجير وتحتمى بحماكا
وكذا الوحوش أ تت إليك وسلمت وشكى البعير إليك حين رآكا

ودعوت أشجارا أتتك مطيعة وسمعت إليك مجيبة لندا كا
والماء فاض براحتيك وسبحت صم الحصى بالفضل فى يمناكا

وعليك ظللت الغمامة فى الورى والجذع حن إلى كريم لقا كا
وكذاك لا أثر لمشيك فى الثرى والصخر قد غاصت به قدما كا

وشفيت ذا العاهات من أمراضه وملات كل الارض من جدواكا
ورددت عين قتادة بعد العمى وابن الحصين شفيته بشفاكا

وكذا حبيب وابن عفر بعدما جرحا شفيتهما بلمس يداكا
و علي من رمد به داويته في خيبر فشفى بطبيب لماكا

وسألت ربك في ابن جابر بعدما أن مات أحياه وقد أرضاكا
و مسست شاة لأم معبد بعدما ما نشفت فدرت من شفاكا رقياكا

و دعوت عام القحط ربك معلنا فانهال قطر السحب حين دعاكا
ودعوت كل الخلق فانقادوا الى دعواك طوعا سامعين نداكا

و خفضت دين الكفر يا علم الهدى ورفعت دينك فاستقام هناكا
أعداك عادو في القليب بجمعهم صرعى وقد حرموا الرضا بجفاكا

في يوم بدر قد أتتك ملائك من عند ربك قاتلت أعداكا
و الفتح جاءك يوم فتحك مكة و النصر في الأحزاب قد وافاكا

هود و يونس من بهاك تجملا و جمال يوسف من ضياء سناكا
قد فقت يا طه جميع الأنبيا طرا فسبحان الذي أسراكا

و الله يا يسين مثلك لم يكن في العالمين و حق من نباكا
عن وصفك الشعراء يا مدثر عجزوا و كلوا عن صفات علاكا

انجيل عيسى قد أتى بك مخبرا و لنا الكتاب أتى بمدح حلاكا
ماذا يقول المادحون وما عسى أن تجمع الكتاب من معناكا?!

و الله لو أن البحار مدادهم و الشعب أقلام جعلن لذاكا
لم تقدر الثقلان تجمع نزره أبدا و ما اسطاعوا له ادراكا

بك لي فؤاد مغرم يا سيدي و حشاشة محشوة بهواكا
فاذا سكت ففيك صمتي كله و اذا نطقت فمادحا علياكا

و اذا سمعت فعنك قولا طيبا و اذا نظرت فما أرى الاكا
يا مالكي كن شافعي في فاقتي اني فقير في الورى لغناكا

يا أكرم الثقلين يا كنز الغنى جد لي بجودك و ارضني برضاكا
أنا طامع بالجود منك و لم يكن لأبي حنيفة في الأنام سواكا

فعساك تشفع فيه عند حسابه فلقد غدا متمسكا بعراكا
فلأنت أكرم شافع و مشفع ومن التجى بحماك نال رضاكا

فاجعل قراى شفاعة لي في غد فعسى أرى في الحشر تحت لواكا
صلى عليك الله يا علم الهدى ما حن مشتاق الى مثواكا

و على صحابتك الكرام جميعهم و التابعين و كل من والاكا


كتب أبو حنيفه هذه القصيدة ليتقرب بها من رسول الله صلى الله عليه و سلم, و لينشدها بين يديه في أثناء زيارته, و لم يطلع عليها أحد.
فلما وصل الى المدينة المنورة, سمع المؤذن ينشدها على المئذنة,! فعجب من ذلك و انتظر المؤذن.
فسأله: لمن هذه القصيدة?.
قال: لأبي حنيفة.
قال: أتعرفه?.
قال: لا.
قال: و عمن أخذتها?.
قال: في رؤياي أنشدها بين يدي المصطفى صلى الله عليه و سلم, فحفظتها و ناجيته بها على المئذنة.
فدمعت عينا أبي حنيفة

Berikut terjemahan tulisan Bagian tidak Akhir:

Qasidah Suami ditulis Diposkan oleh Imam Abu Hanifah untuk mendekatkan Diri kepada Rasulullah (artinya untuk mengungkapkan Kerinduan, kecintaan, Dan Pujian terhadap Rasulullah), AGLOCO berniat hendak membacakan umpan-umpan syair nihil di hadapan Makam Rasulullah di Tengah ziarah kepadanya Nanti, Dan umpan-umpan syair Suami regular tidak pernah diketahui sebelumnya Diposkan oleh siapapun.
Kemudian, ketika Imam Abu Hanifah Wire color Kawat warna di Madinah al Munawwarah Tiba-Tiba beliau mendengar seorang mu'adzin melantunkan umpan-umpan syair nihil. Sang Imam Ulasan Sangat Heran, Lalu beliau Menunggu mu'adzin nihil selesai. Penghasilan kena selesai Imam Abu Hanifah bertanya: "Siapakah pemilik qasidah Yang engkau lantunkan ITU?"
Mua'dzin menjawab: "Itu adalah qasidah milikini Abu Hanifah".
Sang Imam bertanya: "Apakah engkau kenal Abu Hanifah Artikel Baru?"
Mu'adzin berkata: "NUSANTARA".
Sang Imam: "Lalu siapa engkau Bahasa Dari mendapatkan qasidah nihil?"
Mu'adzin: "Batman mendapatkannya di Dalam, mimpiku,: aku mendendangkan qasidah nihil di hadapan Rasulullah hingga: aku menjadi hafal, Maka: aku jadikan qasidah inisial untuk meminta pertolongan kepada Rasulullah di Atas TEMPAT adzan Suami".
Mendengar penjelasan Imam Abu Hanifah Suami meneteskan air matanya ....

"Semoga nama dan Kembali Yang aqidah memperjuangkan Rasulullah Yang telah diperjuangkan Diposkan oleh Imam Abu Hanifah kelak dapat melihat Rasulullah Dalam, Mimpi; bahkan Dalam, keadaan jaga Dan meninggal Dalam, keadaan iman Yang Sempurna Dan khusnul Khatimah. Amiin. "


Memahami Dunia Para Wali

Para Ulama Sufi membagi macam para Wali dengan berbagai versi, termasuk derajat masing-masing di hadapan Allah Ta’ala. Dalam kitab Al-Mafakhirul Aliyah fi al-Ma’atsir asy-Syadzilyah disebutkan ketika membahas soal Wali Quthub. Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala menceritakan: “Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu wahai tuanku?” Lalu beliau menjawab, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya.


Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu. Artinya bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu telah lepas dari rekadaya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: empat amaliyah bersifat lahiriyah, dan enam amaliyah bersifat bathiniyah. Empat amaliyah lahiriyah itu antara lain:

1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat diri, 4) Mujahadah dengan maksimal. Sedangkan lelaku batinnya: 1) Taubat, 2) Inabat, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali. Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri). Mereka memiliki delapan amaliyah: empat bersifat batiniyah, dan empat lagi bersifat lahiriyah: Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal. Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu.

Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan mereka memiliki delapan amaliyah lahir dan batin. Yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah. Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula: Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:

Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala. Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin. Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah. Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns). Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.

Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.

Ragam lain dari para Wali ada yang disebut dengan Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi, salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin) — dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub. Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir. Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar. Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Kejujuran hati, Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.

Wali lain disebut dengan al-Ghauts, yaitu seorang tokoh agung dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.

Al-Umana’, juga ragam Wali adalah kalangan Malamatiyah, yaitu mereka yang menyembunyikan dunia batinnya, dan tidak tampak sama sekali di dunia lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan.Al-Afraad, yaitu Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.

Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar, dengan Ruh Cahaya-cahaya (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Aulioya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi.


Pengaruh Tabiat Istri Terhadap Cara Suami Mencari Nafkah

suami dikerjain istriSyekh Hasan al-Bashri berkata:
Aku datang kepada seorang pedagang kain di Mekkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu akupun meninggalkannya dan aku katakan tidaklah layak beli dari orang semacam itu, lalu akupun beli dari pedagang lain.
Dua tahun setelah itu aku berhaji dan aku bertemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah.
Lalu aku tanya kepadanya: "Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?"
Ia menjawab : "Iya benar"
Aku bertanya lagi: "Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan dan bersumpah!"
Ia pun bercerita:
"Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya dan jika aku datang dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit. Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata:
"Wahai suamiku, bertaqwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku kecuali dengan yang thayyib (halal). Jika engkau datang dengan sedikit rezeki, aku akan menganggapnya banyak, dan jika kau tidak dapat apa-apa aku akan membantumu memintal kain'."
Masya Allah…
Milikilah sifat Qana'ah-suka menerima/jiwa selalu merasa cukup. Biasanya Wanita (Istri) sering TERJEBAK pada KEINGINANnya tuk terlihat Cantik dengan Pakaian yang Serba Mahal. Janganlah menjadi jurang dosa bagi Suamimu. Wanita shalihah akan mendorong Suaminya kepada kebaikan, sedangkan wanita kufur akan menjadi pendorong bagi suaminya untuk berbuat dosa.
CUKUPKAN DIRI DGN YANG HALAL. Ukuran Rizki itu terletak pada keberkahannya, bukan pada jumlahnya. Sebanyak apapun rizki, jika Allah mencabut nilai BAROKAHnya, maka takkan mampu mencukupi.
Sumber : Dikutip dari Mata Kuliah Qona'ah, jurusan Akhlak dari Kitab al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm (5/252), Universitas Menyan Indonesia


Simak di: http://www.sarkub.com/2014/pengaruh-tabiat-istri-terhadap-cara-suami-mencari-nafkah/#ixzz32QvH18XQ
Powered by Menyansoft
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook

Mengenang Karomah Sayyidina Umar Bin Khatab

umar bin khotobKisah 1
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahwa ketika `Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman Baqi’, ia mengucapkan salam, “Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para penghuni kubur. Kukabarkan bahwa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi.” Kemudian ada suara tanpa rupa menyahut, “Hai `Umar bin Khattab, kukabarkan juga bahwa kami telah mendapatkan balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang telah kami dermakan, dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan.” (Dikemukakan dalam bab tentang kubur)
Yahya bin Ayyub al-Khaza’i menceritakan bahwa `Umar bin Khattab mendatangi makam seorang pemuda lalu memanggilnya, “Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, akan mendapat dua surga (QS Al-Rahman [55]: 46). Dari liang kubur pemuda itu, terdengar jawaban, “Hai ‘Umar, Tuhanku telah memberikan dua surga itu kepadaku dua kali di dalam surga.” (Riwayat Ibnu ‘Asakir)

Kisah 2
Al Taj al-Subki mengemukakan bahwa salah satu karamah Khalifah ‘Umar al-Faruq r.a. dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, “Di antara umat-umat scbclum kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di antara umatku, dialah ‘Umar.”
Kisah 3
Diceritakan bahwa `Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Persia. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak karena jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, `Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah. Di tengah-tengah khutbahnya, ‘Umar berseru dengan suara lantang, “Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh esrigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!” Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara `Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung, dan berkata, “Itu suara Khalifah `Umar.” Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.
Al Taj al-Subki menjelaskan bahwa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah `Umar lalu ia ditanya, “Apa maksud perkataan Khalifah `Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?” Ali menjawab, “‘Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.” Dan setelah kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di Madinah, maksud perkataan `Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi jelas
Menurut al Taj al-Subki, `Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah `Umar menampakkan diri secara nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di Nihawan. Sariyah berbicara dengan `Umar seperti dengan orang yang ada bersamanya, baik `Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya. Kedua hal tersebut adalah karamah.
Kisah 4
Dalam kitab al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah ‘Umar yang tampak ketika terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, ‘Umar malah mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu menakutkan. Kemudian `Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil berkata, “Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu.” Bumi kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya `Umar r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga `Umar mampumemerintahkan dan menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk bumi.
Kisah 5
Imam al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan karamah ‘Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahwa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a. berkata kepada mereka, “Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan karena Islam telah menghapus tradisi tersebut.” Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar menderita.
‘Amr menulis surat kepada Khalifah `Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban untuk ‘Amr bin Ash, ‘Umar menyatakan, “Engkau benar bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!” Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah ‘Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, “Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir.” Kemudian ‘Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah Swt. telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.
Kisah 6
Imam al-Haramain menceritakan karamah `Umar lainnya. ‘Umar pernah memimpin suatu pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga ‘Umar berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, `Umar pun berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi `Umar untuk ketiga kalinya dan ‘Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahwa di dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh ‘Utsman dan Ali r.a.
Kisah 7
Dalam kitab Riyadh al-Shalihin, Imam Nawawi mengemukakan bahwa Abdullah bin `Umar r.a. berkata, “Setiap kali `Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini, pasti prasangkanya itu yang benar.”
Saya tidak mengemukakan riwayat dari Ibnu `Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah ‘ala al-’Alamin. Kisah tentang Sariyah dan sungai Nil yang sangat terkenal juga disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra. Dalam kitab tersebut juga dikemukakan karamah ‘Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang bercerita dusta kepadanya, lalu `Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu bercerita lagi kepada `Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu berkata, “Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam.”
Kisah 8
Diceritakan bahwa ‘Umar bertanya kepada seorang laki-laki, “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “Jamrah (artinya bara).” `Umar bertanya lagi, “Siapa ayahmu?” Ia menjawab, “Syihab (lampu).” `Umar bertanya, “Keturunan siapa?” Ia menjawab, “Keturunan Harqah (kebakaran).” ‘Umar bertanya, “Di mana tempat tinggalmu?” Ia menjawab, “Di Al Harrah (panas).” `Umar bertanya lagi, “Daerah mana?” Ia menjawab, “Di Dzatu Lazha (Tempat api).” Kemudian `Umar berkata, “Aku melihat keluargamu telah terbakar.” Dan seperti itulah yang terjadi.
Kisah 9
Fakhrurrazi dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahwa salah satu kampung di Madinah dilanda kebakaran. Kemudian `Umar menulis di secarik kain, “Hai api, padamlah dengan izin Allah!” ‘Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu langsung padam.
Kisah 10
Fakhrurrazi menceritakan bahwa ada utusan Raja Romawi datang menghadap `Umar. Utusan itu mencari rumah `Umar dan mengira rumah ‘Umar seperti istana para raja. Orang-orang mengatakan, “‘Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir sedang memerah susu.” Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan itu melihat `Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat `Umar, lalu berkata, “Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya seperti ini. Dalam hati ia berjanji akan membunuh `Umar saat sepi seperti itu dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. ‘Umar kemudian terbangun, dan ia tidak melihat apa-apa. ‘Umar menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut, dan akhirnya masuk Islam.
Menurut Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad (dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahwa meskipun `Umar menjauhi kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan pemimpin seperti ‘Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana ‘Umar yang begitu menghindari sikap memaksa bisa menjalankan politiknya dengan gemilang. Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.
Rodliyalloohu anhu.

SUMBER : Diceritakan oleh DR. KH Hawaid Althaf, M.Kub dalam kumpulan mata kuliah KAROMAH WALI Universitas Menyan Indonesia


Menyan, Wewangian Yang Dianjurkan Oleh Agama Islam

Mungkin sebelum mengetahui dasar hukum dan manfaat menyan kita merasa minder jika menggunakan menyan untuk kegiatan bernafaskan keagamaan.
Namun ketahuilah…..
Berabad-abad lampau, kemenyan yang berasal dari kayu gaharu atau getah pohon damar merupakan komoditas mahal dan paling bergengsi dalam lingkup perdagangan di Jalur Sutra (Silk Road). Di jalur perdagangan yang membentang dari Cina sampai ujung Turki itu, kemenyan bahkan bisa jadi lebih mahal dari emas dan intan permata.
Karena nilainya yang tinggi itulah, para pedagang memburu kemenyan untuk memenuhi permintaan yang tinggi dari para raja, orang kaya, dan para pemuka agama. Tujuannya memang sangat beragam.
Di Mesir, bangsa Mesir Kuno memanfaatkan kemenyan yang di impor dari Yaman sebagai salah satu bahan dalam membuat mumi. Di Yerusalem, orang-orang Israel membakar kemenyan di depan Bait Allah dalam wadah ukupan untuk wewangian penghantar doa-doa. Di Arabia dan Syam, kemenyan ditempatkan dalam wadah-wadah cantik untuk mengharumkan ruang-ruang istana dan rumah-rumah. Dan di Asia Selatan dan Asia Timur, kemenyan dibakar dalam kuil-kuil sebagai sarana peribadatan.
Oleh karena itu, kemenyan bukan merupakan benda mistik milik agama atau untuk upacara-upacara tertentu.
Saat ini, kemenyan sangat bervariasi, mulai dari yang bentuknya seperti cengkeh yang lengket buatan Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan negeri-negeri Teluk lainnya. Dan disebut Al-Bukhuor, sedangkan tempatnya disebut Al-Mubakhar. Ada juga yang bentuknya seperti serbuk yang dibakar menggunakan bara, hingga kemenyan yang berbentuk stik seperti hio/dupa yang biasanya dibakar di klenteng-klenteng. Kemenyan berbentuk stik ini sekarang sangat banyak, karena memang praktis dalam penggunaannya, hanya tinggal dibakar dan ditancapkan.
Dasar hukum :
Menyan atau kemenyan dizaman Nabi dan Salafush Shaleh juga menjadi bagian dari beberapa ritual umat Islam. Nabi Muhammad SAW dan para Sahabat sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik yang berasal dari minyak wangi hingga kemenyan, sebagaimana disebutkan didalam berbagai hadits.
Asy Syaikhan, Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan
عَنْ نَافِعٍ، قَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ «إِذَا اسْتَجْمَرَ اسْتَجْمَرَ بِالْأَلُوَّةِ، غَيْرَ مُطَرَّاةٍ وَبِكَافُورٍ، يَطْرَحُهُ مَعَ الْأَلُوَّةِ» ثُمَّ قَالَ: «هَكَذَا كَانَ يَسْتَجْمِرُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Nafi’, ia berkata, "Apabila Ibnu Umar mengukup mayat (membakar kemenyan), maka beliau mengukupnya dengan kayu gaharu yang tidak dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampurkan dengan kapur barus. Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam ketika mengukup jenazah (membakar kemenyan untuk mayat)”. (HR. Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ، … الى قوله … وَوَقُودُ مَجَامِرِهِمْ الأَلُوَّةُ – قَالَ أَبُو اليَمَانِ: يَعْنِي العُودَ -، وَرَشْحُهُمُ المِسْكُ
"Dari Abi Hurairah radliyalahu 'anh, bahwa Rosulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam bersabda : "Golongan penghuni surga yang pertama kali masuk surga adalah berbentuk rupa bulan pada malam bulan purnama, … (sampai ucapan beliau) …, nyala perdupaan mereka adalah gaharu, Imam Abul Yaman berkata, maksudnya adalah kayu gaharu” (HR. Imam Bukhari)
Imam Ahmad juga meriwayatkan dalam musnadnya,
عَنْ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا أَجْمَرْتُمُ الْمَيِّتَ، فَأَجْمِرُوهُ ثَلَاثًا
“Dari Abu Sufyan, dari Jabir, ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : Apabila kalian mengukup mayyit diantara kalian, maka lakukanlah sebanyak 3 kali” (HR. Ahmad)
Ibnu Hibban juga meriwayatkan sebuah shahih (atas syarat Imam Muslim):
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا جَمَّرْتُمُ الْمَيِّتَ فأوتروا
“Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian mengukup mayyit, maka ukuplah dengan bilangan ganti (ganjilkanlah)” (HR. Ibnu Hibban, diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah)
Disebutkan juga bahwa sahabat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam berwasiat ketika telah meninggalkan dunia, supaya kain kafannya di ukup.
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ أَنَّهَا قَالَتْ لِأَهْلِهَا: «أَجْمِرُوا ثِيَابِي إِذَا مِتُّ، ثُمَّ حَنِّطُونِي، وَلَا تَذُرُّوا عَلَى كَفَنِي حِنَاطًا وَلَا تَتْبَعُونِي بِنَارٍ
“Dari Asma` binti Abu Bakar bahwa dia berkata kepada keluarganya; "Berilah uap kayu gaharu (ukuplah) pakaianku jika aku meninggal. Taburkanlah hanuth (pewangi mayat) pada tubuhku. Janganlah kalian tebarkan hanuth pada kafanku, dan janganlah mengiringiku dengan membawa api."
Riwayat shahih ini terdapat dalam Al-Muwaththa’ Imam Malik, As-Sunan Al-Kubro Imam Al-Baihaqi. Bahkan, ada juga riwayat tentang meng-ukup masjid:
جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ، وَخُصُومَاتِكُمْ وَحُدُودَكُمْ وَشِرَاءَكُمْ وَبَيْعَكُمْ وَجَمِّرُوهَا يَوْمَ جَمْعِكُمْ، وَاجْعَلُوا عَلَى أَبْوَابِهَا مَطَاهِرَكُمْ
“Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kecil kalian, dari pertikaian diantara kalian, pendarahan kalian dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci kalian. (HR. Imam Al-Thabrani didalam Al-Mu’jram al-Kabir. Ibnu Majah, Abdurrazaq dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan redaksi yang hampar sama)
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah pernah menyebutkan dalam kitabnya Siyar A’lam An-Nubala’ (5 /22 ) tentang biografi Nu’aim Bin Abdillah Al-Mujammar, sebagai berikut :
نعيم بن عبد الله المجمر المدني الفقيه ، مولى آل عمر بن الخطاب ، كان يبخر مسجد النبي صلى الله عليه وسلم .
“Nu’aim Bin Abdillah Al-Mujammar, ahli Madinah, seorang faqih, Maula (bekas budak) keluarga Umar Bin Khattab. Ia membakar kemenyan untuk membuat harum Masjid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Masih banyak lagi riwayat-riwayat yang serupa. Dan dari sebagian riwayat-riwayat yang disebutkan diatas, diketahui bahwa penggunaan kemenyan merupakan hal biasa pada masa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, demikian juga pada masa para sahabat dan seterusnya. Baik sebagai wangi-wangian maupun hal-hal yang bersifat keagamaan.
Khasiat Kemenyan
Selain untuk wangi-wangian, juga sebagai pengobatan, bumbu rokok, bahkan untuk aroma terapi.
Kemenyan mengandung olibanol, materi resin, dan terpenes. Kandungan lain, saponin, flavonoida dan polifenol. Dan kini para ilmuwan telah mengamati bahwa ada kandungan dalam kemenyan yang menghentikan penyebaran kanker. Namun, belum diketahui secara pasti kemungkinan kemenyan sebagai antikanker.
Namun dulu pada abad kesepuluh, Ibnu Sina, ahli pengobatan Arab, merekomendasikan kemenyan sebagai obat untuk tumor, bisul, muntah, disentri dan demam.
Dalam pengobatan tradisional Cina, kemenyan digunakan untuk mengobati masalah kulit dan pencernaan. Sedangkan di India, kemenyan digunakan untuk mengobati arthritis. Khasiat kemenyan sebagai obat arthritis tersebut mendapat dukungan dari penelitian laboratorium di Amerika Serikat.
Kemenyan yang biasa digunakan untuk urusan mistis ternyata berdasarkan hasil penelitian juga mampu menurunkan kadar kolesterol jahat.
Penelitian yang dilakukan oleh King Abd Al-Aziz University di Arab Saudi menemukan bahwa kemenyan bisa menurunkan kadar kolesterol jahat.
Kemenyan, menurut peneliti Nadia Saleh Al-Amoudi, bisa dipadukan dengan materi dari tumbuhan lainnya untuk meningkatkan kesehatan jantung. Akan tetapi, masih belum ditemukan cara yang jelas agar manusia bisa mengonsumsinya. Selain itu juga bermanfaat untuk mengatasi sakit tenggorokan, hidung mampat, bekas luka dan luka bakar.
Setelah menyadari manfaat menyan, lalu mengapa kita malu disebut kaum menyan?

Sumber : DR Sahil Althaf, M.Kub, Guru Besar Universitas Manyan Indonesia, cabang Bondowoso


Selasa, 13 Mei 2014

Celana Dalam Gadis Bangsawan Jaman Kerajaan


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0WfURvt2pEUyhF2FMvfSwqXSm9PM1lIkd9xQCOvrRN-is3DRThbSeIZbPOgdcH7ek7cmK-1wRfT2h7_2MBgk3i0G-OGhBM8E79TWRyov4c3i2r-CNCilzFADqATfYYqXj-CNyMAiuw5aK/s640/aaaa.JPGhttp://anehdidunia.blogspot.com

Cupeng adalah semacam celana dalam bergembok atau berkunci yang terbuat dari lempengan emas atau perak ini yang merupakan penutup kemaluan wanita dan dikenakan sehari-hari untuk gadis-gadis muda dari kalangan bangsawan. Jadi, selain sebagai benda budaya, juga menunjukkan bahwa kaum wanita sudah mendapat perhatian khusus sejak lama.

Istilah Cupeng ini dikenal di Aceh, Pada awalnya cupeng merupakan benda upacara yang dipakai oleh anak wanita kecil. Fungsinya adalah seb agai penutup kelamin. Bentuknya seperti hati dan pemasangannya diikat dengan benang pada perut si anak. Salah satu artefak yang terkenal berbahan emas 22 karat, berukuran tinggi 6,5 sentimeter, dan lebar 5,8 cm.

Sebuah cupeng biasanya terbuat dari perak yang berbentuk hati berhiasan motif suluran bunga yang dibuat dengan teknik ditatah timbulkan. Motif tersebut dibatasi dengan garis bidang kosong lainnya yang diisi dengan motif mutiara kecil yang dibuat berbentuk simetris dan tetap menggunakan teknik yang sama dengan motif suluran bunga. Pada bagian atas cupeng terdapat pengait berbentuk bulat panjang dengan lubang pada bagian dalamnya yang berfungsi sebagai tempat untuk memasukkan tali yang akan digunakan sebagai pengikat cupeng (Museum Aceh).

Sedangkan Cupeng emas umum digunakan oleh orang terpandang. Artefak tersebut penuh ukiran, pinggirannya berhiaskan motif tapak jalak, bagian tengah bermotif bunga teratai dikelilingi deretan bunga bertajuk empat helai dalam bentuk belah ketupat. Bagian tengah bunga tadi bermatakan jakut merah.

Menurut tradisi lama, cupeng harus dipakai oleh balita perempuan yang berusia 2 hingga 5 tahun. Atau digunakan ketika anak mulai berjalan sampai anak mulai pandai mengenakan sarung sendiri. Mereka percaya, cupeng merupakan penangkal roh jahat. Pada pemakaian pertama, benang yang dikalungkan terlebih dulu diberikan mantera atau jampi-jampi oleh seorang dukun.

Selain di Indonesia, cupeng dikenal di Semenanjung Malaysia. Di sana disebut caping. Diduga, caping diperkenalk an ke Asia Tenggara oleh pedagang-pedagang India pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, dari abad ke-7 hingga ke-12. Di Malaysia, caping sangat populer di daerah utara, selatan, dan pantai timur Malaysia. Adapun di Indonesia, cupeng banyak dipakai oleh penduduk Melayu sekitar pantai timur Sumatera, Dayak, Bugis, Makassar, dan Aceh.

Hampir serupa dengan cupeng adalah badong. Badong merupakan perhiasan untuk wanita bangsawan atau tokoh yang dihormati. Penggunaannya diletakkan di luar kain, tepat di depan alat kelamin wanita.

Badong, Majapahit

 http://anehdidunia.blogspot.com
 
Badong adalah simbol bagi wanita yang telah menikah dan dipakai pada saat suami mereka sedang berperang atau sedang berada di luar rumah. Peninggalan masa lalu yang salah satu fungsinya adalah untuk penangkal perselingkuhan. Badong juga digunakan oleh para pertapa atau pendeta wanita. Maksudnya untuk melawan godaan agar selamanya tidak melakukan hubungan intim dengan lawan jenis.

Badong berbahan emas ini ditemukan di daerah Madiun, kemungkinan berasal dari masa Majapahit sekitar abad ke-14/15. Yang unik, permukaan badong dihiasi relief cerita Sri Tanjung, seorang wanita suci yang dituduh berselingkuh oleh suaminya, Sidapaksa, dan kemudian dibunuh. Namun, suatu saat Dewi Durga datang menolong Sri Tanjung dengan memberikan seekor gajamina (ikan gajah) untuk menyeberangi sungai dunia bawah menuju surga sebagai imbalan atas kesucian dirinya.

Jempang, Gowa Sulsel


 http://anehdidunia.blogspot.com
 
Mirip dengan cupeng dan badong adalah jempang. Artefak ini ditemukan di Gowa, Sulawesi Selatan.Jempang juga merupakan penutup kemaluan wanita, yang menjadi pakaian sehari-hari untuk gadis-gadis muda dari kalangan bangsawan.

Ketiga artefak itu adalah peninggalan masa lalu yang salah satu fungsinya untuk penangkal perselingkuhan. Jadi, selain sebagai benda budaya, juga menunjukkan bahwa kaum wanita sudah mendapat perhatian khusus sejak lama.

Sejarah Panjang Nusantara

Banyak sekali penafsiran umum akan nama Nusantara, mungkin yang paling populer adalah rujukan
penamaan Nusantara yang dapat diakses di situs Wikipedia, di sana disebutkan bahwa ‘Nusantara
merupakan istilah yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menggambarkan wilayah kepulauan
Indonesia dari Sabang sampai Merauke’; pertanyaannya, apakah hanya sebatas itu sajakah wilayah
Nusantara dulu?


Nusa sendiri sering diartikan dengan pulau atau kepulauan, penamaan dari leluhur kita dahulu dalam
bahasa sansekerta, sedang dalam bahasa sansekerta dengan peradaban yang lebih lama, istilah Nusa
disebut dengan Nuswa.


Hasil dari penelitian kita terhadap beberapa rontal kuno dan beberapa prasasti, Nuswantara [atau
Nusantara] adalah gabungan dari dua kata, Nuswa atau Nusa, dan Antara. Nuswa sendiri dalam
bahasa sansekerta kuno mempunyai arti “sebuah tempat yang dapat ditinggali”, jadi tidak disebutkan
secara jelas bahwa itu adalah pulau. Seharusnya kita membuka mata dan pikiran lebar-lebar untuk
memaknai ‘sebuah tempat yang dapat ditinggali’ adalah tidak terbatas hanya di daratan yang ada di
muka bumi ini; lautan, dasar laut, tempat di luar bumi atau bahkan tempat di luar galaksi kita-pun adalah
tempat yang dapat ditinggali.


Dalam beberapa serat kuno-pun pernah tertera kata ‘Antariksa’ yang menandakan bahwa sesuatu
jangkauan yang jauh dari letak bumi-pun sudah dikenal oleh para leluhur Nuswantara.


Menurut Sastra-Jendra [catatan alam raya], leluhur kita membahasakan ‘Bumi’ dengan nama
‘Arcapada’ dan tempat kita hidup di atas bumi itu yang dinamakan lapisan bumi pertama atau Eka
Pratala, dan semuanya terdapat 7 lapisan sampai ke Sapta Pratala [inti bumi atau magma bumi]. Di luar
Arcapada, tertera nama Dirgantara yang maknanya adalah lapisan sejauh burung dapat terbang paling
tinggi, kemudian terdapat Angkasa yang maknanya adalah lapisan dari atas Dirgantara sampai ke batas
atmosfir paling tinggi, dan di luar atmosfir itulah yang disebut dengan Antariksa.


Konsepsi dari Nuswantara sendiri adalah sebuah kesatuan wilayah yang dipimpin oleh suatu
pemerintahan [kerajaan] secara absolut. Jadi dalam Nuswantara terdapat satu Kerajaan Induk dengan
puluhan bahkan ratusan kerajaan yang menginduk [bedakan menginduk dengan jajahan].


Dalam sebuah periodesasi jaman, kerajaan induk itu mempunyai seorang pimpinan dengan
kewenangannya yang sangat absolut, sehingga kerajaan-kerajaan yang menginduk sangat hormat dan
loyal kepada Kerajaan Induk dan satu sama lain antara kerajaan yang menginduk akan saling bersatu
dalam menghadapi ancaman keamanan dari negara-negara di luar wilayah Nuswantara, tak pelak
kesatuan dari Nuswantara sangat disegani, dihormati dan ditakuti oleh negara-negara lain pada jaman
dahulu.


Terdapat lagi istilah Salaka Nagara, istilah Salaka Nagara lebih merupakan sebuah status untuk
beberapa periodesasi masa gemilang dari Nuswantara. Dalam bahasa sansekerta, salaka berarti
seluruh alam raya, jadi pada saat ada salah sebuah Kerajaan Induk Nuswantara yang statusnya Salaka
Nagara, berarti pada masa itu semua kerajaan yang ada di muka bumi ini mempunyai pimpinan tunggal,
atau secara absolut Kerajaan Induk itu menguasai seluruh pemerintahan yang ada di muka bumi ini,
dalam sejarah gemilangnya tercatat banyak Kerajaan Induk di Nuswantara yang statusnya Salaka
Nagara, semisal : Kerajaan Keling, Kerajaan Purwadumadi, Kerajaan Medang Gili, Kerajaan Medang
Ghana, Kerajaan Medang Kamulyan, dll.


Kerajaan Induk biasanya dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Sang Maha Prabu atau Sang Maha
Raja, bergelar Sang Maha Ratu apabila dipimpin oleh seorang perempuan, pada periode jaman
sebelumnya dengan Sang Rakai atau Sang Mapanji, serta dibantu oleh Patih [sekarang setara dengan
Perdana Menteri] yang bergelar Sang Maha Patih.


Sedangkan kerajaan-kerajaan yang menginduk, istilah Kerajaan juga seringkali disebut dengan
Kadipaten yang dipimpin oleh raja yang bergelar Kanjeng Prabu Adipati atau Kanjeng Ratu Adipati
[apabila dipimpin oleh seorang raja perempuan], dan Patih-nya bergelar Sang Patih.


Pimpinan Kerajaan Induk tidaklah selamanya turun-temurun, tidak tergantung dari besar-kecilnya
wilayah, tapi dilihat dari sosok pimpinannya yang mempunyai kharisma sangat tinggi, kecakapannya
dalam memimpin negara dan keberaniannya dalam mengawal Nuswantara, sehingga negara-negara
lain [kerajaan yang menginduk/Kadipaten] akan dengan suka rela menginduk di bawah sang pemimpin,
apalagi sang pemimpin biasanya dianggap mewarisi perbawa dari para Dewa, dalam pewayangan-pun
beberapa nama raja disebutkan sebagai Dewa sing ngejawantah.


Dan apabila setelah sebuah periode pemerintahan berakhir, tampuk kepepimpinan Kerajaan Induk
bergeser ke pimpinan dari negara yang berbeda, maka status kerajaan induk yang lama berubah
menjadi Kadipaten.


Nuswantara, atau Indonesia kini [dari bahasa melayu dan pengembangan penamaan wilayah nusantara pada
jaman masa kolonial], dahulu dikenal dunia sebagai bangsa yang besar dan terhormat. Orang luar bilang
Nuswantara adalah “Jamrud Khatulistiwa” karena di samping Negara kita ini kaya akan hasil bumi
juga merupakan Negara yang luar biasa megah dan indah.


Bahkan di dalam pewayangan, Nuswantara ini dulu diberikan istilah berbahasa Kawi/Jawa kuno, yaitu :


“Negara kang panjang punjung pasir wukir,
gemah ripah loh jinawi,
tata tentrem kerto raharja”
Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih yaitu :
“ Luas berwibawa yang terdiri atas daratan dan pegunungan,
subur makmur,
rapi tentram, damai dan sejahtera “
Sehingga tidak sedikit banyak negara-negara lain yang dengan sukarela bergabung di bawah naungan
bangsa kita.


Hal ini tentu saja tidak lepas peranan dari leluhur-leluhur kita yang beradat budaya dan ber-etika tinggi.
Di samping bisa mengatur kondisi Negara sedemikian makmur, leluhur kita juga bahkan dapat
mengetahui kejadian yang akan terjadi di masa depan dan menuliskannya ke dalam karya sastra yang
bertujuan sebagai panduan atau bekal anak cucunya nanti supaya lebih berhati-hati dalam menjalani
roda kehidupan.


Akan tetapi penulisannya tidak secara langsung menggambarkan berbagai kejadian di masa
mendatang, digunakanlah perlambang sehingga kita harus jeli untuk dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan perlambang itu tadi. Digunakannya perlambang karena secara etika tidaklah sopan
apabila manusia mendahului takdir, artinya mendahului Tuhan yangMaha Wenang.

Leluhur kita yang menuliskan kejadian masa depan adalah Maha Raja dari Kerajaan Dahana Pura 
bernama Sang Mapanji Sri Aji Jayabaya dalam karyanya Jayabaya Pranitiradya dan Jayabaya 
Pranitiwakyo. Sering juga disebut “Jangka Jayabaya” atau oleh masyarakat sekarang dikenal dengan 
nama “Ramalan  Jayabaya”, sebetulnya istilah  ramalan  kuranglah begitu tepat,  karena “Jangka 
Jayabaya” adalah sebuah Sabda, Sabda Pandhita Ratu dari Sang Mapanji Sri Aji Jayabaya, yang 
artinya adalah akan terjadi dan harus terjadi.

 Leluhur lainnya adalah R. Ng. Ranggawarsita yang menyusun kejadian mendatang ke dalam tembang-tembang, antara lain Jaka Lodang, Serat Kalatidha, Sabdatama, dll. 

Kaitannya dengan penanggalan jaman yang ada di Jangka Jayabaya, kita berhasil menemukan bahwa 
sejarah Nuswantara tidak sekerdil seperti sejarah yang tertulis di buku-buku pelajaran sejarah sekolah 
yang resmi atau literasi  sejarah yang ada. Bahkan lebih dari itu,  kami menemukan bukti tentang 
kebesaran leluhur Nuswantara yang di peradaban-peradaban sebelumnya mempunyai wilayah yang 
lebih besar dari yang kita duga selama ini.

Data yang diperoleh terdapat di beberapa relief dan prasasti yang dapat dilihat dan dimengerti oleh 
semua orang. Pola pembacaan yang telah berhasil dipetakan dengan mendokumentasikan puluhan 
jenis aksara purba asli Nuswantara yang dapat dipakai untuk membaca prasasti dan rontal-rontal kuno, 
di antaranya adalah Sastra Kala Purwa, Sastra Kala Dwara, Sastra Kala Dwapara, Sastra Kala Praniti, 
Sastra Kala Wisesa, dll. Sebagai bahan perbandingan, aksara Pallawa yang ada di India itu masih setara 
dengan jaman Kerajaan Singasari, jadi masih terhitung sangat muda.


Kembali ke Jangka Jayabaya, telah berhasil dipetakan periodesasi terciptanya bumi sampai ke titik akhir 
menjadi 3 [tiga] Jaman Kali [Jaman Besar] atau Tri Kali, dan setiap Jaman Besar atau Kali terbagi menjadi 
7 [tujuh] Kala [Jaman Sedang] atau Sapta Kala, dan 1 [satu] Jaman Sedang [Kala] terbagi menjadi 3 [tiga] 
Mangsa Kala [Jaman Kecil], serta berhasil mengurutkan sejarah kerajaan-kerajaan induk yang ada di 
Nuswantara yang mayoritas telah dihilangkan dari sejarah resmi. 


Tri Kali atau 3 Jaman Besar itu terdiri dari :

1. Kali Swara  - Jaman Penuh Suara Alam
2. Kali Yoga  - Jaman Pertengahan
3. Kali Sangara  - Jaman Akhir

Masing-masing Jaman Besar berusia 700 Tahun Surya, suatu perhitungan tahun yang berbeda dengan 
Tahun Masehi maupun Tahun Jawa, perhitungan tahun yang digunakan sejak dari awal peradaban.
Konversi setiap Jaman Besar [Kali] masing-masing berbeda, itu dikarenakan karena perputaran bumi 
tidak linear, perhitungan masa dalam satu Tahun Surya di Jaman besar Kali Yoga lebih lama  dari 
perhitungan masa dalam satu Tahun Surya di Jaman Besar Kali Sangara, dan perhitungan masa dalam 
satu Tahun Surya di jaman Besar Kali Swara lebih lama dari perhitungan masa dalam satu Tahun Surya 
di Jaman Besar Kali Yoga.

Saat ini yang telah berhasil dikonversikan adalah penghitungan untuk Jaman Besar Kali Sangara [jaman 
akhir], di mana 1 [satu] Tahun Surya setara dengan 7 [tujuh] Tahun Wuku, satu tahun Wuku terdiri dari 210 
hari yang berarti 1 [satu] Tahun Surya pada jaman besar Kali Sangara itu sama dengan 1.470 hari.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0WfURvt2pEUyhF2FMvfSwqXSm9PM1lIkd9xQCOvrRN-is3DRThbSeIZbPOgdcH7ek7cmK-1wRfT2h7_2MBgk3i0G-OGhBM8E79TWRyov4c3i2r-CNCilzFADqATfYYqXj-CNyMAiuw5aK/s640/aaaa.JPG



Berikut adalah uraian tentang silsilah Kerajaan-kerajaan Besar
[Kerajaan Induk] di Nuswantara mulai dari Jaman Besar Kali Swara, Kali Yoga, sampai Kali Sangara.

1. Kali Swara [ jaman penuh suara alam ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [Sapta Kala], yaitu :

Kala Kukila | 0 - 100 Tahun Surya 
a kerajaan Keling
b kerajaan Purwadumadi
c kerajaan Purwacarita / Purwakandha
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0WfURvt2pEUyhF2FMvfSwqXSm9PM1lIkd9xQCOvrRN-is3DRThbSeIZbPOgdcH7ek7cmK-1wRfT2h7_2MBgk3i0G-OGhBM8E79TWRyov4c3i2r-CNCilzFADqATfYYqXj-CNyMAiuw5aK/s640/aaaa.JPG
d kerajaan Magadha
e kerajaan Gilingwesi
.f kerajaan Sadha Keling

Kala Budha | 101 - 200 Tahun Surya 
.a kerajaan Gilingwesi
b kerajaan Medang Agung
c kerajaan Medang Prawa
d kerajaan Medang Gili / Gilingaya
e kerajaan Medang Gana
f kerajaan Medang Pura
g kerajaan Medang Gora
h kerajaan Grejitawati
i kerajaan Medang Sewanda

Kala Brawa | 201 - 300 Tahun Surya 
a kerajaan Medang Sewanda
b kerajaan Medang Kamulyan
c kerajaan Medang Gili / Gilingaya

 Kala Tirta | 301 - 400 Tahun Surya 
a kerajaan Purwacarita
b kerajaan Maespati
c kerajaan Gilingwesi
d kerajaan Medang Gele / Medang Galungan

Kala Rwabara | 401 - 500 Tahun Surya 
a kerajaan Gilingwesi
b kerajaan Medang Kamulyan
c kerajaan Purwacarita
d kerajaan Matswapati
e  kerajaan Wiratha Wetan
f kerajaan Gilingwesi

Kala Rwabawa | 501 - 600 Tahun Surya 
a kerajaan Galuh
b kerajaan Purwacarita
c kerajaan Wirata Anyar

Kala Purwa | 601 - 700 Tahun Surya 

a kerajaan Wirata Kulon
b kerajaan Hastina Pura

2. Kali Yoga [ jaman pertengahan ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [Sapta Kala], yaitu :

Kala Brata | 701 - 800 Tahun Surya 
a kerajaan Hastina Pura

Kala Dwara | 801 - 900 Tahun Surya 
a kerajaan Hastina Pura
b kerajaan Malawapati
c kerajaan Dahana Pura
d kerajaan Mulwapati
e kerajaan Medang Penataran
f kerajaan Kertanegara

Kala Dwapara | 901 - 1.000 Tahun Surya 
a kerajaan Pengging Nimrata
b kerajaan Galuh
c kerajaan Prambanan
d kerajaan Medang Nimrata
e kerajaan Grejitawati

Kala Praniti | 1.001 - 1.100 Tahun Surya 
a kerajaan Purwacarita
b kerajaan Mojopura
c kerajaan Pengging
d kerajaan Kanyuruhan
e kerajaan Kuripan
f kerajaan Kedhiri
g kerajaan Jenggala
h kerajaan Singasari

Kala Teteka | 1.101 - 1.200 Tahun Surya 
a kerajaan Kedhiri
b kerajaan Galuh
c kerajaan Magada
d kerajaan Pengging

Kala Wisesa | 1.201 - 1.300 Tahun Surya 
a kerajaan Pengging
b kerajaan Kedhiri
c kerajaan Mojopoit (Majapahit)

Kala Wisaya | 1.301 - 1.400 Tahun Surya 
a kerajaan Mojopoit
b kerajaan Demak
c kerajaan Giri

3. Kali Sangara [ jaman akhir ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [Sapta Kala], yaitu :

Kala Jangga | 1.401 - 1.500 Tahun Surya 
a kerajaan Pajang
b kerajaan Mataram

Kala Sakti | 1.501 - 1.600 Tahun Surya 
a kerajaan Mataram
b kerajaan Kartasura

Kala Jaya | 1.601 - 1.700 Tahun Surya 
a kerajaan Kartasura
b Kesultanan Surakarta
c Kesultanan Ngayogyakarta

Kala Bendu | 1.701 - 1.800 Tahun Surya 
a Kesultanan Surakarta
b Kesultanan Ngayogyakarta
c Indonesia (Republik)

Kala Suba | 1.801 - 1.900 Tahun Surya

Kala Sumbaga | 1.901 - 2.000 Tahun Surya 

Kala Surata | 2.001 - 2.100 Tahun Surya


Minimal mulai dari sekarang sangat penting bagi para anak bangsa untuk mengetahui betapa hebat dan
luhurnya peran para leluhur Nuswantara ini, terbukti dengan telah tersusunnya silsilah kerajaan-kerajaan
Nuswantara mulai dari peradaban awal sampai saat sekarang, para anak bangsa tidak hanya
sekedar mengenal Kerajaan Mataram, Majapahit, Singasari, Kuripan dan Kediri saja; akan tetapi masih
banyak kerajaan-kerajaan di peradaban yang lebih lama yang entah oleh sebab apa sekarang ini
kebesaran Kerajaan tersebut telah digeser ke cerita mitos. Adalah penting semua kebesaran dan
kehebatan leluhur kita jatuh kepada kita sendiri sebagai anak cucu yang seharusnya mewarisinya.
Metode penelitian dan penelusuran yang digunakan selama ini adalah dengan mengkompilasikan studi
literasi pada relief-relief, prasasti-prasasti serta rontal-rontal kuno yang dipadukan dengan Sastra
Cetha, sastra yang tidak tersurat secara langsung. Sastra Cetha sendiri adalah sebuah informasi tak
terbatas yang sudah digambarkan oleh alam semesta secara jelas, sebegitu jelasnya sehingga sampai
tidak dapat terlihat kalau kita menggunakan daya penangkapan yang terlalu tinggi dan rumit :-)
Belajar dari tanah sendiri, belajar dari ajaran Leluhur Nusantara sendiri, belajar banyak dari alam
semesta, di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung.


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya (Ir. Soekarno : bapak ploklamator Indonesia)

Sumber : Tim Turangga Seta (www.lakubecik.org)