Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Selasa, 13 Mei 2014

Tata Cara, Syarat Jamak dan Qasar Sholat

Tata Cara Jama’ Shalat

Yang dimaksud dengan shalat jama’ ialah mengumpulkan dua shalat fardlu dikerjakan dalam satu waktu shalat. Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat dhuhur dengan ashar dan magrib dengan isya’.Shalat jama’ ada 2 (dua) macam, pertama jama’ taqdim ialah melakukan shalat dhuhur dan ashar pada waktunya dhuhur atau melakukan shalat maghrib dan isya’ pada waktunya maghrib. Kedua, Jama’ ta’khir ialah melakukan shalat dhuhur dan ashar pada waktunya shalat ashar atau melakukan shalat maghrib dan isya’ pada waktunya shalat isya’.
Syarat-syarat jama’ taqdim ada 4 (empat): Pertama, tartib maksudnya mendahulukan shalat yng pertama dari pada yang kedua seperti mendahulukan shalat dhuhur dari pada ashar, atau mendahulukan maghrib dari pada isya’.
Kedua, niat jama’ dalam shalat yang pertama. Waktu niatnya adalah antara takbir dan salam, tapi yang sunat, niat bersamaan dengan takbiratul ihram. Niatnya shalat dhuhur dan ashar dengan jama’ taqdim:
أصلى فرض الظهر أربع ركعات مجموعا بالعصر جمع تقديم لله تعالى
 “Saya niat shalat fardlu dhuhur empat rekaat dijama’ bersama ashar dengan jama’ taqdim karena Allah Ta’ala”.
Niatnya shalat maghrib dan isya’ dengan jama’ taqdim:
أصلى فرض المغرب ثلاث ركعات مجموعا بالعشاء جمع تقديم لله تعالى
 “Saya niat shalat fardlu maghrib tiga rekaat dijama’ bersama isya’ dengan jama’ taqdim karena allah Ta’ala”.
Ketiga, Muwalat ( berurutan ) maksudnya antara dua shalat pisahnya tidak lama menurut uruf, jadi setelah dari shalat yang pertama harus segera takbiratul ihran untuk shalat yang kedua.
Keempat, Ketika mengerjakan shalat yang kedua masih tetap dalam perjalanan, meskipun perjalanan itu tidak harus mencapai masafatul qashr, sebagaimana shalat qashar  (lihat keterangan dalam rubrik syariah judul tuntunan mengqashar Shalat). Sebagaimana dalam matan gahayah wat taqrib:
ويجوز للمسافر أن يجمع بين الظهر والعصر فى وقت أيهما شاء, وبين المغرب والعشاء فى وقت أيهما شاء
Boleh saja bagi musafir menjamak (mengumpulkan) antara shalat dzuhur dan ashar dalam waktu mana saja yang ia suka (diantara keduanya). Dan antara shalat maghrib dan isya di waktu mana saja yang ia suka.  
Adapun syarat-syarat jama’ ta’khir ada dua, pertama, Niat jama’ ta’khir dilakukan dalam waktunya shalat yang pertama. Niatnya shalat dhuhur dan ashar dengan jama’ ta’khir :
أصلى فرض الظهر أربع ركعات مجموعا بالعصر جمع تأخيرالله تعالى
“Saya niat shalat fardlu dhuhur empat rekaat dijama’ bersama ashar dengan jama’ ta’khir karena Allah Ta’ala”. 
Niatnya shalat maghribi dan isya’ dengan jama’ ta’khir:
أصلى فرض المغرب ثلاث ركعات مجموعا بالعصر جمع تأخيرالله تعالى
 “Saya niat shalat fardlu maghrib tiga rekaat dijama’ bersama isya’ dengan jama’ ta’khir karena Allah Ta’ala”.
Dua, ketika mengerjakan shalat yang kedua masih tetap dalam perjalanan sebagaimana keterangan di atas.

Tuntunan Mengqashar Shalat

Islam sebagai agama yang mengatur tata cara hidup bermasyarakat dan tata cara beribadah kepada Yang Maha Kuasa, tidak pernah membebani umatnya di luar kemampuannya. Bahkan ketika berhubungan dengan perkara wajibpun Islam selalu memberikan dispensasi, sekiranya kewajiban itu terlalu membebani umatnya. Dispensasi atau keringanan dalam fiqih disebut dengan rukhshah. Hal ini tercermin dalam masalah qashar dan jama’ shalat.
Secara bahasa qashar berarti meringkas, yaitu meringkas shalat yang semula harus dikerjakan empat rakaat (misal dhuhur, ashar dan isya) menjadi dua rakaat. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat An-Nisa’ ayat 101:
واذا ضربتم فى الارض فليس عليكم جناح ان تقصروا من الصلاة
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu 
Artinya seseorang yang sedang dalam bepergian (musafir) dibolehkan mengqashar shalat. Begitu pula jika dalam keadaan berperang. Karena tuntunan konsntrasi penuh dalam menghadapi serangan pihak musuh, maka diperboehkan mengqashar shalat. Demikian pernah terjadi di zaman Rasulullah saw sebagaimana diterangan dalam hadits Muslim yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Umayah.
ليس عليكم جناح ان تقصروا من الصلاة ان خفتم ان يفتنكم الذين كفروا
Tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir.
Begitulah diantara dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan diperbolehkannya mengqashar shalat. Sedangkan petunjuk tehnis mengqashar shalat tentunya hanya terdapat dalam kitab-kitab fiqih yang merupakan warisan para mujtahid dalam menentukan sebuah hukum. Sebagaimana keterangan dalam Matnul Ghayah wat Taqrib karya Qadhi Abu Suja’:
فصل – ويجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط: ان يكون سفره فى غير معصية, وان تكون مسافته ستة عشر فرسخا, وان يكون مؤديا للصلاة والرباعية وان ينوي القصر مع الاحرام وان لايأتم بمقيم
Bagi seorang musafir diperbolehkan mengqashar shalat yang berrakaat empat dengan lima syarat. 1) Kepergiannya bukan dalam rangka maksyiat. 2) jarak perjalanannya paling sedikit 16 farsakh. 3) shalat yang diringkas adalah yang berrakaat empat. 4) niat mengqashar bersamaan dengan takbiratul Ihram. 5) dan hendaknya tidak bermakmum pada orang yang mukim (tidak musafir).
Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa syarat mengqashar shalat pada dasarnya adalah ketika dalam berpergian. Namun syarat ini bisa ditawar dalam kondisi perang. Apabila di rasa empat rakaat terlalu lama dan menghawatirkan keamanan maka diperbolehkan mengqashar shalat. Sebagaimana kerangan hadits di atas.
Adapun syarat kedua mengenai jarak tempuh perjalanan, maka mengqashar shalat hanya diperbolehkan ketika jarak tempuh bepergian mencapai 16 farsakh atau kira-kira 90 km. Yaitu jarak yang biasanya para musafir telah mengalami kelelahan dan kepayahan.
Dari dua syarat tersebut (musafir dan ukuran jarak tempuh), maka barang siapa dalam perjalanan seseorang tidak sempat shalat. Lalu sesampai di rumah ia hendak mengqadhanya(membayarnya) maka orang tersebut tidak diperbolehkan mengqashar shalat (dengan 2 rakaat) karena ia tidak lagi dalam keadaan musafir. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang mempunyai hutang shalat kemudian dia melakukan perjalanan (musafir) lalu ia hendak membayarnya dengan mengqadha maka tidak boleh shalat itu dilakukan dengan caraqasahar (2 rakaat). Karena hutang shalat itu terjadi ketika dia belum berstatus sebagai musafir.
Adapun penjelasan mengenai syarat ketiga, maka itu bersifat pasti. Hanya shalat yang empat rakaatlah yang boleh diqasahar. Itu artinya shalat dhuhur, ashar dan isya. Dengan kata lain ketika seseorang berpergian dalam jarak tempuh lebih dari 90 km (misalkan dari Jakarta menuju Surabaya) secara otomatis ia akan melewati waktu shalat dhuhur dan ashar, apabila berangkat dari pagi hari melalui jalur darat maupun laut. Maka orang tersebut boleh melakukan shalat dhuhur dan ashar masing-masing dua rakaat.
Akan tetapi jikalau orang tersebut melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat sehingga dapat menghemat waktu, maka baginya ada dua pilihan. Boleh mengqashar shalat ataupun tidak mengqashar. Karena pada dasarnya qashar sebagai sebuah dispensasi (rukhshah) tidaklah bersifat wajib. Tetapi bersifat anjuran. Artinya, qashar adalah sebuah pilihan yang disediakan oleh Allah bagi umatnya yang merasa berat melakukan shalat dengan empat rekaat ketika bepergian. Oleh karena itu seorang muslim selaku hamba Allah boleh memilih qashar atau tidak. Tetapi lebih baik melakukannya ketika syarat lima telah terpenuhi.
Mengenai tatacara niat tidak ada yang berubah sebagaimana niat dalam shalat biasa, yaitu niat dibarengkan dengan takbiratul ihram di dalam hati yang bunyinya, sebagai berikut:
أصلى فرض الظهر ركعتين مستقبل القبلة قصرا لله تعالى
Ushalli fardhad dhuhri rak’ataini mustaqbilal qiblati qasran lillahi ta’la
Aku niat shalat dhuhur dua rekaat menghadap qiblat keadaan qashar karena Allah
Dan syarat yang terakhir, hendaklah jika seseorang melakukan shalat qashar jangan makmum kepada imam yang tidak qashar (sedang shalat biasa). Qashar boleh dilakukan secara berjamaah berbarengan dengan sesama musafir.
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar