Adalah penting mengenali perwatakan diri yang telah tersurat pada hari kelahiran, yang diperingati setiap 210 hari sekali, dan lebih dikenal dengan sebutan pawetonan (otonan). Untuk diketahui, bahwa angka 210 tersebut didasarkan atas perhitungan bulan Bali yang dinamakan Sasih, yang mana dalam satu bulannya terdiri dari 35 hari, dan dalam periode satu masa ada 420 hari. Peringatan setiap enam bulan Bali sekali dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi hutang karma yang terbawa lahir. Saat ini, pada setiap kelahiran selalu disertai dengan Surat Keterangan Lahir yang berikutnya akan menjadi dasar pembuatan Akta Kelahiran. Sesungguhnya para tetua dulu telah mencatat hal tersebut, bahkan informasinya lebih lengkap karena berisi catatan perwatakan diri. Namun karena langkanya informasi dan narasumber yang menekuni Pewacakan Oton (pembacaan watak yang terbawa lahir), akhirnya pencatatan kelahiran tersebut terlewatkan begitu saja.
Sejatinya, catatan kelahiran yang diwariskan – diistilahkan dengan pertiti – merupakan pedoman penting bagi setiap orang dalam upaya menuntaskan hutang karma yang terbawa lahir. Namun, perkembangan pengetahuan manusia secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab ditinggalkannya kearifan lokal tersebut. Selain itu, di dalam proses alih bahasa tanpa disadari seringkali mengabaikan hal-hal penting yang berakibat terbiasnya makna dari esensi sejatinya. Menyadari akan tingginya nilai-nilai warisan tradisi leluhur, tidak semestinya sebagai generasi pewaris hanya berdiam diri. Semuanya wajib menjadi tanggung jawab bersama untuk mensejajarkan dan memadukannya dengan kemajuan teknologi di abad modern ini. Sekilas, apa yang tertera pada kalender-kalender Bali merupakan kutipan padewasan yang secara umum dapat digunakan mengenali watak diri. Dan akan lebih mudah lagi dipahami bila dijabarkan ke dalam bahasa yang bisa dimengerti, terutama bagi generasi pewaris.
Bacaan bekal lahir yang telah digubah dari bahasa hakekat dan dituangkan ke dalam wariga antara lain berisi penjabaran perwatakan diri yang dipengaruh oleh sasih, wuku, wewaran, dina, ingkel, parerasan dan panca suda, lintang, pratiti samutpada, ekajalaresi, dan lainnya. Perwatakan diri (mikrokosmos) ini diadopsi oleh para Maha Rsi dari keberadaan ruang dan waktu Alam Bali (makrokosmos). Seperti istilah Panca Gati, sesungguhnya berasal dari Panca Dewata/wara yang ada di Embang (lima sinar dari Bhuwana, Alam Tengah) yang turun ke Bhawana (Alam Bhur). Panca Gati yang dimaksud terdiri dari :
Sejatinya, catatan kelahiran yang diwariskan – diistilahkan dengan pertiti – merupakan pedoman penting bagi setiap orang dalam upaya menuntaskan hutang karma yang terbawa lahir. Namun, perkembangan pengetahuan manusia secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab ditinggalkannya kearifan lokal tersebut. Selain itu, di dalam proses alih bahasa tanpa disadari seringkali mengabaikan hal-hal penting yang berakibat terbiasnya makna dari esensi sejatinya. Menyadari akan tingginya nilai-nilai warisan tradisi leluhur, tidak semestinya sebagai generasi pewaris hanya berdiam diri. Semuanya wajib menjadi tanggung jawab bersama untuk mensejajarkan dan memadukannya dengan kemajuan teknologi di abad modern ini. Sekilas, apa yang tertera pada kalender-kalender Bali merupakan kutipan padewasan yang secara umum dapat digunakan mengenali watak diri. Dan akan lebih mudah lagi dipahami bila dijabarkan ke dalam bahasa yang bisa dimengerti, terutama bagi generasi pewaris.
Bacaan bekal lahir yang telah digubah dari bahasa hakekat dan dituangkan ke dalam wariga antara lain berisi penjabaran perwatakan diri yang dipengaruh oleh sasih, wuku, wewaran, dina, ingkel, parerasan dan panca suda, lintang, pratiti samutpada, ekajalaresi, dan lainnya. Perwatakan diri (mikrokosmos) ini diadopsi oleh para Maha Rsi dari keberadaan ruang dan waktu Alam Bali (makrokosmos). Seperti istilah Panca Gati, sesungguhnya berasal dari Panca Dewata/wara yang ada di Embang (lima sinar dari Bhuwana, Alam Tengah) yang turun ke Bhawana (Alam Bhur). Panca Gati yang dimaksud terdiri dari :
- Sang Shrigati,
- Sang Asuajag,
- Sang Kala Gumarang,
- Sang Empas,
- Sang Kala Kutila.
Berikut ini akan dijabarkan pengaruh dari perpaduan ketiga wara, Triwara, Pancawara dan Sadwara terhadap watak kelahiran seseorang, disertai dengan beberapa contoh perwatakannya :
Dwi wara:
Panca Wara :
- Mereka yang terlahir pada dina Kajeng Umanis Wrukung, di mana kedudukan Sang Shrigati ring luhur, memiliki keunggulan di wilayah kepala. Artinya, akal pikirannya didominasi Sang Shrigati. Pengaruh positifnya antara lain : pintar, tabiatnya cepat merasa bosan. Kekurangannya, bila marah, masih terkendali sesuai dengan situasi dan kondisi.
- Kelahiran pada Kajeng Umanis Maulu, saat Sang Shrigati berada ring sor, keunggulannya ada pada Budhi (di hati), di antaranya memiliki intuisi yang tajam. Kekurangannya, ketika marah keras hatinya meledak-ledak, bahkan bisa tak terkendali.
- Ketika kelahiran terjadi pada dina Kajeng Paing Wrukung, di mana kedudukan Sang Asuajag ring luhur, tabiatnya antara lain, ketika bertengkar lebih suka blak-blakan, karena ingin menyelesaikan masalah secepat mungkin. Selain itu, suka bersuara lantang dan keras, namun hal itu tidak dianggapnya sebagai perilaku yang salah.
- Terlahir pada Kajeng Paing Maulu, dengan kedudukan Sang Asuajag ring sor. Pengaruhnya antara lain, ditakuti orang lain, mempunyai insting yang baik, dan dengan mudah dapat menundukkan orang lain. Negatifnya, pendendam, bila marah suka berperilaku kasar.
- Terlahir dina Kajeng Pwon Wrukung, saat Sang Kala Gumarang berada ring luhur. Pengaruhnya, suka berterus terang, malu menutupi kesalahan, dan tidak berdaya kalau ada kesalahan. Negatifnya, kurang kritis walaupun sudah berhati-hati, pola pikirnya lambat.
- Terlahir di Kajeng Pwon Maulu, saat Sang Kala Gumarang ring sor. Pengaruhnya, memiliki intuisi yang baik, penuh waspada, suka menyerang ketika lawannya sudah salah/lemah. Negatifnya, ketika marah tidak ada pedulinya.
- Terlahir pada Kajeng Wage Wrukung, ketika Sang Kala Empas berada ring luhur. Keunggulannya ada pada akal pikirannya yang didominasi oleh sifat-sifat Sang Empas. Kekurangannya, tidak senang direndahkan, egonya ada pada panca indrya, dan bila marah tidak akan ada dendam.
- Mereka yang lahir pada Kajeng Wage Maulu, ketika Sang Kala Empas ring sor. Pengaruhnya, egonya ada pada Buddhi (di hati), amarahnya dipendam dalam hati, perasaannya peka namun justru merusak hati kalau tidak berkenan dihati. Selain itu, cenderung menutupi kesalahan dengan alasan malu dan lain sebagainya.
- Kajeng Kliwon Wrukung, ketika Sang Kala Kutila ring luhur. Pengaruhnya bagi mereka yang lahir saat ini antara lain, keunggulannya sulit ditebak/kuat menyimpan rahasia. Negatifnya, dalam menyelesaikan tanggung jawab lebih senang “kucing-kucingan”.
- Terlahir pada dina Kajeng Kliwon Maulu, ketika Sang Kala Kutila ring sor. Keunggulannya, dengan mudah dapat mengatasi lawan-lawannya, mempunyai tatap mata yang tajam, ucapannya tajam, filingnya juga kuat. Kekurangannya, mempunyai harga diri yang tinggi (fanatiknya tinggi), jika marah sering meledak-ledak dengan bahasa yang menusuk hati.
Dwi wara:
Sad Wara :
adalah waktu perubahan yang sangat relative: misalnya dipengaruhi oleh Sadrasa atau pengaruh Ajaran dengan kata lain memanusiakan binatang atau membinatangkan manusia. Sebab kita selalu mengkonsumsi daging.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar