Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Senin, 14 Desember 2015

GALUH AGUNG



Galuh
Kesalah-kaprahan dalam memahami “Sunda” sebagai nama sebuah suku bangsa atau kelompok masyarakat yang tinggal di pulo Jawa bagian Barat telah berakibat fatal dan tragis terhadap keberadaan nama “Galuh”.
“Galuh” adalah nama bangsa yang menganut ajaran / agama “Sunda”. Dengan demikian yang selama ini selalu disebut “Orang Sunda” sebagai kelompok kesukuan atau kemasyarakatan maksud yang sebenarnya adalah “Orang Galuh” atau “Bangsa Galuh Agung” (tepatnya menunjuk kepada penduduk wilayah Rama), sebab sangat mustahil orang yang menganut agama Sunda sekaligus mengaku beragama Islam atau Kristiani atau Hindu atau Buddha, ataupun yang lainnya.
Agar lebih jelas kita gunakan contoh sebagai berikut; jika seseorang mengatakan “Saya orang Indonesia beragama Islam” (*Islam = Selamat) pernyataan itu sering disingkat menjadi “Saya orang Islam”. Lain hal jika kalimatnya berbunyi “Saya bangsa Indonesia menganut agama Islam”, dalam kalimat tersebut jelas mengatakan status kebangsaannya, dan memang tidak ada “bangsa Islam” di Indonesia sebab yang layak disebut “bangsa Islam” tentunya hanya bangsa Arab itu sendiri. Maka demikian pula dengan persoalan Sunda dan Galuh, hingga dengan sewajarnya jika mengatakan bahwa “Saya orang Galuh beragama Sunda”.
“Galuh” sama sekali bukan daerah kecil yang terletak di daerah Ciamis. Pada jaman dahulu luas wilayah Galuh hampir sama dengan luas Bumi atau boleh jadi hampir sama dengan luas keberadaan ajaran Sunda (Matahari).
Penyebaran ajaran Sunda di wilayah Galuh Hyang Agung
Di Eropa, khususnya wilayah Perancis dan sekitarnya nama atau sebutan “Galuh” lebih dikenal sebagai “Gaul” (Gaulia/ Golia/ Bangsa Gaul) dan lebih umum sering disebut sebagai bangsa Gallia. Sedangkan di wilayah Timur-Tengah tepatnya di Israel istilah “Galuh” dikenal dengan sebutan “Galillea” (Galilee). Untuk membuktikannya kita perlu memahami peninggalan sejarah dibeberapa negara yang secara prinsip hampir tidak ada bedanya dengan yang ada di Indonesia dan khususnya di pulo Jawa.
Ajaran bangsa Galuh yaitu Sundayana ataupun Surayana sangat kental dengan kehidupan masyarakat daerah Timur-Tengah (Israel) tepatnya di daerah “Galillea”. Pada mulanya kedatangan ajaran Sunda tentu saja ditentang oleh masyarakat lokal (Israel – Palestina), kejadian tersebut diabadikan dalam cerita David (Nabi Daud) melawan Goliath yang dikalahkan oleh sebuah “batu”, dan batu yang dimaksud adalah “lingga/ menhir atau batu satangtung”.
Kewilayahan Galuh Agung penganut ajaran Sunda (Matahari) dimasa lalu pada umumnya terdapat beberapa penanda sebagai perlambangan yaitu berupa; Batu Menhir (Lingga), Matahari, Simbol Ayam ataupun burung dan Terdapat simbol Sapi atau Kerbau atau sejenisnya.
1. MENHIR / LINGGA / BATU SATANGTUNG
ts 1
Menhir (Lingga)
Lingga adalah sebuah “batu” penanda yang diletakan sebagai “pusat” kabuyutan, masyarakat Jawa Barat sering menyebutnya sebagai “Batu Satangtung” dan merupakan penanda wilayah RAMA. Bentuk menhir (lingga) di beberapa negara yang tidak memiliki batu alam utuh dan besar pada umumnya digantikan oleh ‘tugu batu’ buatan seperti yang terdapat di Mekah dan Vatican.
ts 2
ts3
Lingga sebagai batu kabuyutan berasal dari kata “La-Hyang-Galuh” (Hukum Leluhur Galuh). Maksud perlambangan Lingga sesungguhnya lebih ditujukan sebagai pusat/ puseur (inti) pemerintahan disetiap wilayah Ibu Pertiwi, tentu saja setiap bangsa memiliki Ibu Pertiwi-nya masing-masing (Yoni).
Dari tempat Lingga (wilayah Rama) inilah lahirnya kebijakan dan kebajikan yang kelak akan dijalankan oleh para pemimpin negara (Ratu). Hal ini sangat berkaitan erat dengan ketata-negaraan bangsa Galuh dalam ajaran Sunda, dimana Matahari menjadi pusat (saka) peredaran benda-benda langit. Fakta yang dapat kita temui pada setiap negara (kerajaan) di dunia adalah adanya kesamaan pola ketatanegaraan yang terdiri dari Rama (Manusia Agung), Ratu (‘Maharaja’) dan Rasi (raja-raja kecil/ karesian) dan konsep ini kelak disebut sebagai Tri-Tangtu atau Tri-Su-La-Naga-Ra.
Umumnya sebuah Lingga diletakan dalam formasi tertentu yang menunjukan ke-Mandala-an, yaitu tempat sakral yang harus dihormati dan dijaga kesuciannya. Mandala lebih dikenal oleh masyarakat dunia dengan sebutan Dolmen yang tersebar hampir di seluruh penjuru dunia, di Perancis disebut sebagai Mandale sedangkan batunya (lingga) disebut Obelisk ataupun Menhir.
Mandala (tempat suci) secara prinsip terdiri dari 5 lingkaran berlapis yang menunjukan batas kewilayahan atau tingkatan (secara simbolik) yaitu;
1. Mandala Kasungka
2. Mandala Seba
3. Mandala Raja
4. Mandala Wangi
5. Mandala Hyang (inti lingkaran berupa ‘titik’ Batu Satangtung)
Ke-Mandala-an merupakan rangkaian konsep menuju kosmos yang berasal dari pembangunan kemanunggalan diri terhadap negeri, kemanunggalan negeri terhadap bumi, dan kemanunggalan bumi terhadap langit “suwung” (ketiadaan). Dalam bahasa populer sering disebut sebagai perjalanan dari “mikro kosmos menuju makro kosmos” (keberadaan yang pernah ada dan selalu ada).
ts4
2. LAMBANG AYAM / HAYAM
Ayam atau Hayam merupakan perlambangan atas dimulainya sebuah kehidupan. Dalam hal ini keberadaan sosok ayam sangat erat kaitannya dengan kehadiran Matahari. Ayam adalah siloka (symbol) para pendahulu yang memulai kehidupan (leluhur) dan bangsa Galuh menyebut para leluhurnya sebagai “Hyang”, maksudnya,,,
bersambung,,,
tabe pun,
TANGTUNG SUNDAYANA
RaHayu _/\_

https://ncepborneo.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar