GUNUNGAN
Dalam setiap pergelaran wayang kulit selalu ditampilkan gunungan, yang berbentuk persegi lima yang terdapat gambar atau simbol di dalamnya. Gunungan ini biasanya ditampilkan dalam berbagai permainan wayang misalnya dalam wayang purwa, wayang gedog, wayang krucil, wayang golek, wayang suluh dan sebagainya.
Gunungan mempunyai dua jenis yaitu Gunungan Blumbangan (perempuan) dan Gunungan Gapuran (laki-laki). Di balik gunungan Blumbangan ini dapat kita lihat sunggingan yang menggambarkan api sedang menyala. Ini merupakan candrasengkalan yang berbunyi “geni dadi sucining jagad” yang mempunyai arti 3441 dan apabila dibalik menjadi 1443 tahun Saka. Itu diartikan bahwa gunungan tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1443 Saka= 1521 Masehi pada masa pemarintahan Raden Patah. Gunugnan Gapuran (Gerbang) sendiri digunakan pada masa pemerintahan Suushunan Pakubuwono 2, dengan sengkalan ” Gapura lima retuning bumi” 1659 J=1734 M.
Disebut gunungan karena bentuknya seperti gunung yang ujung atasnya meruncing. Gunungan ini dalam legendanya berisi mitos sangkan paraning dumadi, yaitu asal mulanya kehidupan ini dan disebut juga kayon. Kata kayon melambangkan semua kehidupan yang terdapat di dalam jagad raya yang mengalami tiga tingkatan yakni:
Tanam tuwuh (pepohonan) yang terdapat di dalam gunungan, yang orang mengartikan pohon Kalpataru, yang mempunyai makna pohon hidup.
Lukisan hewan yang terdapat di dalam gunungan ini menggambarkan hewan- hewan yang terdapat di tanah Jawa.
Kehidupan manusia yang dulu digambarkan pada kaca pintu gapura pada kayon, sekarang hanya dalam prolog dalang saja.
Kayon atau gunungan yang biasanya diletakkan di tangah kadang disamping itu mempunyai beberapa arti, arti dari diletakkannya gunungan ada 3 yakni:
- Dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan, seperti halnya layar yang dibuka dan ditutup pada pentas sandiwara.
- Sebagai tanda untuk pergantian jejeran (adegan/babak).
- Digunakan untuk menggambarkan pohon, angin, samudera, gunung, guruh, halilintar, membantu menciptakan efek tertentu (menghilang/berubah bentuk).
Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu lima waktu yang harus dilakukan oleh agama adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT.
Dalam kayon terdapat ukiran-ukiran atau gambar yang diantaranya :
- Rumah atau balai yang indah dengan lantai bertingkat tiga melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia.
- Dua raksasa kembar lengkap dengan perlengkapan jaga pedang dan tameng. diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang
- Dua naga kembar bersayap dengan dua ekornya habis pada ujung kayon.
- Gambar hutan belantara yang suburnya dengan kayu yang besar penuh dengan satwanya.
- Gambar ilu-ilu Banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia.
- Pohon besar yang tinggi dibelit ular besar dengan kepala berpaling kekanan.
- Dua kepala makara ditengah pohon melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan.
- Dua ekor kera dan lutung sedang bermain diatas pohon dan dua ekor ayam hutan sedang bertengkar diatas pohon, macan berhadapan dengan banteng.
Menggambarkan tingkah laku manusia.
Kebo = pemalas
Monyet = serakah
Ular = licik
Banteng = lambang roh , anasir tanah , dengan sifat kekuatan nafsu Aluamah
Harimau = lambang roh , anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah, emosional, pemarah
Naga = lambang Roh , anasir air dengan sifat kekuatan nafsu sufiah
Burung Garuda = lambang Roh , anasir udara dengan sifat kekuatan nafsu Muthmainah.
- Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan.
- Gambar samudra dalam gunungan pada wayang kulit melambangkan pikiran
- Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya.
- 7 anak tangga: berarti tujuan atau PITUtur (pemberitahuan) bahwa kita semua yang bernama hidup pasti mati ” kullu nasi dha ikhotul maut “.
- Gerbang/pintu selo manangkep: pintu alam kubur yang kita tuju.
- Pohon hayat: jalan hidup seseorang yang lurus dan mempunyai 4 anak cabang yang menjadi perlambang nafsu kita dan banyak anak cabangnya.
Sedangkan dari filosofi bentuk adalah : bentuk gunungan sendiri menyerupai serambi bilik kiri yang ada di dalam tubuh kita, itu mungkin mempunyai makna kalau kita harus menjaga apapun yang ada di dalam hati kita hanya kepada sang pencipta. Dan yang lebih hebat lagi adalah dari segi bentuk yang persisi dengan “mustoko” di atas masjid yang ada banyak di negara kita. itu perlambang dari sipembuat untuk kita supaya menjaga hati kita secar lurus (seperti pohon) kepada masjid/agama/tuhan.
Gunungan bisa diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, sedang bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsure cipta, rasa dan karsa. Sedangkan lambang gambar segi empat lambing sedulur papat dari anasir tanah, api , air, udara.
Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang, menurut kepercayaan hindu, secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudlah alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinamakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara-setan), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin), dan Bantala (bumi-tanah).
Makara yang terdapat dalam pohon Kalpataru dalam gunungan tersebut berarti Brahma mula, yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura, mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup.
Berkumpulnya Brahma mula dengan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah di bawah gapura, dan sarinya air yang digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak.
Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang terdiri dari Bani, Banyu, Bayu, dan Bantala, sedang Banu merupakan zat makanan utamanya.
Jawa memang menyimpan berbagai macam budaya yang beragam dan menyimpan berbagai makna yang terkandung dalam setiap itemnya, bahkan secara tidak kita sadari sesuatu yang kita pegang sekarangpun itu juga mengandung makna filosofis yang sangat besar jika kita mau mangkaji lebih dalam.
Dengan gambaran di atas saya sedikit banyak mengetahui tantang apa makna filosofis dari gunungan yang terdapat dalam pewayangan. Dari segi bentuk maupun nilai yang terkandung dalam wayang dan dari gambar yang ada di dalamnya. Kapan dan siapa yang menciptakan gunungan tersebut, fungsi dari gunungan dalam permainan wayang.
Dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia mari kita lestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Jangan ada lagi kekerasan dalam mengatasi masalah, kita sebagai Bangsa yang berbudi luhur seharusnya dapat menjadi contoh bagi Negara lain. Kalau bukan kita sebagai anak bangsa siapa lagi?
Semua yang ada di Indonesia aku suka. Negara yang kaya akan budaya, orang-orang yang ramah, menjunjung tinggi nilai kebersamaan, lingkungan yang asri, sejuk, indah yang tentunya tak kalah dengan luar negri, tak perlulah aku keliling DUNIA (kata Gita Gutawa) I LOVE INDONESIA…
Dari uraian di atas, bagi saya pribadi mempelajari ilmu filsafat mampu membuat saya lebih bijak dalam memandang segala sesuatu yang ada di dunia ini tanpa melepaskan kaidah-kaidah ke-islaman yang ada untuk menjadi orang yang lebih arif dalam memaknai dan menjalani hidup ini. Selain itu setelah belajar filsafat, saya jadi tahu bahwasanya segala sesuatu yang ada di dunia ini akan selalu berhubungan meskipun dalam wujud yang berbeda akan tetapi kesemuanya itu jika kita mau menggali lebih dalam maka semuanya akan kembali pada satu sumber yaitu Alloh SWT.
last_zie27@ymail.com https://lastzie.wordpress.com
Para Walisongo sungguh cerdas memasukkan dakwah ke dalam Budaya Jawa, dari gunungan wayang kulit dapat kita kupas kandungan dakwah di dalamnya.
Gunungan merupakan simbol kehidupan, jadi setiap gambar yang berada di dalamnya melambangkan seluruh alam raya beserta isinya mulai dari manusia sampai dengan hewan serta hutan dan perlengkapannya. Gunungan dilihat dari segi bentuk segi lima, mempunyai makna bahwa segi lima itu Sholat lima waktu yang harus dilakukan oleh manusia adapun bentuk gunungan meruncing ke atas itu melambangkan bahwa manusia hidup ini menuju yang di atas yaitu Allah SWT.
Gambar pohon dalam gunungan melambangkan kehidupan manusia di dunia ini, bahwa Allah SWT telah memberikan pengayoman dan perlindungan kepada umatnya yang hidup di dunia ini. Beberapa jenis hewan yang berada didalamnya melambangkan sifat, tingkah laku dan watak yang dimiliki oleh setiap orang.
Gambar kepala raksasa itu melambangkan manusia dalam kehidupan sehari mempunyai sifat yang rakus, jahat seperti setan. Gambar ilu-ilu Banaspati (jin atau setan) melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan manusia. Gambar samudra dalam gunungan kayon pada wayang kulit melambangkan pikiran manusia. Gambar Cingkoro Bolo-bolo Upoto memegang tameng dan godho dapat diinterprestasikan bahwa gambar tersebut melambangkan penjaga alam gelap dan terang.
Gambar rumah joglo melambangkan suatu rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia. Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah condrodimuka, adapun bila dihubungkan dengan kehidupan manusia di dunia sebagai lambang atau pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan di masukkan ke dalam neraka yang penuh siksaan. Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dalam kehidupan sehari-hari akan membutuhkannya.
Kalau kita lihat dalam gunungan tersebut, gambar di bagian bawah adalah hewan-hewan besar (rojo koyo), ini melambangkan bahwa manusia yang derajatnya rendah di mata Allah SWT adalah seperti hewan ternak, menurut bahasa Al Qur'an dalam QS Al-A'raf : 179 yaitu :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."(QS. Al-A’raaf: 179)
Sesungguhnya kebanyakan jin dan manusia itu adalah makhluk yang diciptakan untuk isi neraka jahannam! Mengapa begitu? Karena kebanyakan mereka tidak mau membuka hati yang telah diberi kemampuan untuk memikirkan petunjuk-petunjuk keimanan dan hidayah yang terbentang di alam semesta. Juga, di dalam risalah-risalah yang dapat diketahui oleh hati yang terbuka dan pandangan yang melek.
Namun, mereka tidak mau membuka mata mereka untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta. Juga tidak mau membuka telinga mereka untuk mendengarkan ayat-ayat Allah yang dibacakan (Alquran).
Kemudian di bagian atas gunungan adalah gambar burung, yang melambangkan bahwa bila manusia menyadari akan arti hidup yang sebenarnya, maka dia akan naik memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Burung melambangkan ketawakalan, yang mana bila manusia memiliki sifat tawakal kepada Allah SWT maka dia tidak akan menjadi seperti hewan ternak yang hanya memikirkan makan, makan dan makan akan tetapi ia tawakal dan yakin sepenuhnya kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam hadis :
Dari Umar bin Khattab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu tawakal kepada Allah dengan ketawakalan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memberikan rizki kepadamu seperti Allah memberikan rezeki kepada burung, pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang.” (Hadis riwayat Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Akan masuk surga orang-orang yang hati mereka seperti hati burung” (Hadis riwayat Muslim) Orang-orang yang bertawakallah yang dimaksud hati mereka seperti hati burung.
Demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji perangai burung yang senantiasa tawakal dalam usahanya mengais rizki Allah di dunia ini. Hingga beliau menasehatkan umatnya untuk mencontoh binatang yang selalu ada di sekitar kita itu. Ini menunjukkan, bahwa sesungguhnya alam sekitar dapat menjadi guru kehidupan, tentu hanya bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
Secara khusus, hadis ini mengajarkan kita tentang tawakal. Para ulama mendefinisikan tawakal sebagai, “Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah ‘azza wa jalla dalam mendatangkan kemaslahatan dan mencegah dari bahaya pada semua urusan dunia dan akhirat, bersandar dalam semua perkara kepada-Nya serta beriman dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada yang dapat memberi dan mencegah, mendatangkan manfaat dan bahaya selain-Nya.”
Diantara nama Allah adalah “Al-Wakiil”. Makna nama Allah “Al-Wakil” adalah: Allah satu-satunya yang menjamin dan memberikan rizki bagi hamba-hambanya, Dia menyendiri dalam segala hal yang dijaminnya. Al-Ghazali menyatakan bahwa “Al-Wakiil” adalah Yang disandarkan kepada-Nya segala urusan.
Tanpa tawakal, kegiatan usaha untuk mendapatkan rizki akan mendatangkan ragam malapetaka. Penyelewengan manusia dalam orientasi mencari rizki terjadi ketika kekuatan tawakal sangat lemah. Orientasi dalam mencari rizki menjadi pragmatis, yang dicita-citakan menjadi hanya sebatas perolehan nominal, bukan lagi keberkahan dan manfaat.
Orang yang mengalami disorientasi dalam soal rizki ini, kelak tidak akan segan-segan mengusahakan penghasilannya dari jalan yang tidak diridhoi oleh Allah. Ia tidak akan peduli lagi dengan cara halal atau haram. Yang penting baginya adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya. Padahal Allah berfirman,
“Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.” (QS As-Syura: 36)
Orang-orang tawakal yakin bahwa rizki di dunia ini milik Allah, Allah yang membagi-baginya kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Sementara rizki-Nya di akhirat kelak jauh lebih baik dan kekal.
Tawakal adalah ciri orang beriman. Allah berfirman, “Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS Ali ‘Imran: 122)
Namun, sikap tawakal tentu bukan berarti pasrah menunggu dan berpangku tangan. Tawakal justru disertai kerja dan usaha. Tawakal bersifat aktif dan tidak pasif. Bekerja sama sekali tidak menafikan nilai tawakal.
Pada hadis tentang burung di atas terdapat dalil atas hal ini. “Pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang dalam keadaan kenyang.” Mubarakfuri berkata, “Hadis ini mengisyaratkan bahwa tawakal bukanlah dengan diam menganggur, tapi berusaha untuk mencari sebab, karena burung itu diberi rizki dengan berusaha dan mencari. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata, “Hadis ini tidak manunjukkan atas meninggalkan usaha, akan tetapi padanya justru terdapat dalil atas mencari rizki.” (Tuhfah al-Ahwadzi)
Ibnu Abbas mengisahkan, “Dahulu penduduk Yaman berhaji tanpa membawa perbekalan. Mereka berkata, “kami bertawakal”. Sesampainya di Mekkah, mereka meminta-minta kepada orang lain. Lalu turunlah firman Allah, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa” (Hadis riwayat Bukhari)
Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tawakal harus dibangun diatas dua pilar: (1) Bersandar kepada Allah. (2) Mengupayakan sebab yang dihalalkan. Orang berupaya menempuh sebab saja namun tidak bersandar kepada Allah, maka berarti ia cacat tauhidnya. Adapun orang yang bersandar kepada Allah namun ia tidak berusaha menempuh sebab yang dihalalkan, maka ia berarti cacat akalnya
Demikian luar biasanya filosofis gunungan dalam mendakwahkan Islam. Subhanallah
sumber
http://heriab.blogspot.co.id/2012/12/makna-gunungan-wayang-dalam-islam.html: http://ajisatria.multiply.com/journal/item/10 , http://salafiyunpad.wordpress.com/2011/08/18/belajar-tawakal/ , dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar