Kembang sungsang dinang kunang Kotak kurawis wayang Lindu nira bumi bengkah Adam adam babu hawa Siskang danur wilis Ingkang ngagelaraken cahya nur cahya Anwas anwar ngagelaraken Malih kang danur citra Nurcahya nursari nurjati Dangiang wayang wayanganipun Semar sana ya danar guling Basa sem pangangken-angken Mareng ngemaraken Dat Kang Maha Tunggal Wayang agung wineja wayang tunggal Wayang tunggal

Jumat, 07 Juni 2013

Foto Terlarang di Hindia Belanda


ranesi.nl
Warta Kota, Jumat, 9 September 2011 - Selasa, 8 Desember 2009 di Belanda diterbitkan buku berisikan foto-foto terlarang yang dibuat di Hindia-Belanda antara tahun 1945 hingga akhir 1949. Buku itu berjudul Koloniale Oorlog: 1945-1949 (Perang Kolonial 1945-1949). Pengarangnya René Kok, Erik Somers, dan Louis Zweers. Hampir 200 foto menghiasi buku tersebut. Foto-foto itu pernah disensor pemerintah Batavia, karena mereka hanya mau memberikan gambaran yang positif tentang perang. Foto tentara yang terluka tembakan, penduduk yang ditangkap dan diancam laras senapan, atau foto-foto yang boleh dibilang kontroversial, dulu tidak pernah muncul di media Belanda.
Ketiga penulis, sebagaimana diberitakan Radio Nederland Siaran Indonesia (Ranesi), sudah lama menyelidiki berbagai arsip gambar dan juga fotografi mengenai Perang Dunia II. Mereka juga menyelidiki arsip-arsip foto di periode dekolonisasi Hindia-Belanda antara 1945 hingga 1949. Ketika itu banyak wartawan dipakai oleh pemerintah kolonial untuk membuat foto-foto perang. Para wartawan ini diwajibkan menyerahkan semua foto yang dibuat kepada pemerintah Batavia untuk diseleksi. Foto-foto yang lolos seleksi boleh dikirim ke media di Belanda.
Banyak foto tidak terseleksi karena dianggap mengandung ’unsur-unsur yang mengagetkan’. Hal ini dipandang bisa meresahkan sanak keluarga serta penduduk Belanda. Foto serdadu yang terluka atau tawanan perang, misalnya, tidak pernah ditampilkan di media.
Sebenarnya periode setelah 17 Agustus 1945 dan 1949, dikenal dengan periode Bersiap. Setelah itu dimulai aksi agresi I dan II oleh Belanda, dan berakhir dengan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda 27 Desember 1949. Istilah Belanda ‘Politionele Actie’ sengaja tidak digunakan oleh ketiga penulis. Menurut mereka istilah ini digunakan pemerintah Belanda untuk membenarkan aksi di Indonesia, yaitu mengembalikan ketenangan dan pemerintahan di Hindia-Belanda, sekaligus digunakan untuk menutup-nutupi apa yang terjadi ketika itu.
Setelah menyelidiki ratusan foto yang ditemukan, ketiganya menyimpulkan bahwa sejak hari pertama pasukan Belanda datang ke Indonesia, dimulailah periode perang, dalam hal ini perang kolonial. Memang saat itu banyak foto yang beredar mengenai perang. Menurut mereka, tujuan utama buku ini adalah menerangkan kepada rakyat Belanda bahwa pemberitaan mengenai perang ketika itu, terutama foto, telah mengalami penyensoran oleh pemerintah Belanda. Yang boleh tampil hanyalah foto-foto yang sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Banyak reaksi diterima ketiga penulis, terutama dari kalangan veteran KNIL di Belanda. dan juga dari anak-anak mereka, generasi kedua setelah perang. Meskipun banyak sisi negatif dari perang diceritakan buku ini, namun inilah sejarah yang sesungguhnya. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)
Ditulis dalam Djulianto Susantio, Sejarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar