Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Marhaenisme adalah ideologi yang menentang penindasan manusia atas
manusia dan bangsa atas bangsa. Untuk masa sekarang, ideologi ini telah berkembang dan dikenal dengan
namaMarhaenisme Kekinian. Ideologi ini dikembangkan dari pemikiran
presiden pertama Indonesia, Soekarno. Ajaran
ini awalnya bermaksud mengangkat kehidupan rakyat/orang kecil. Orang kecil yang
dimaksud adalah petani dan buruh yang hidupnya selalu dalam cengkeraman
orang-orang kaya dan penguasa.
Marhaenisme diambil dari seorang petani bernama Marhaen
yang hidup di Indonesia dan dijumpai Bung Karno pada tahun 1920-an. Dalam versi
yang berbeda, nama petani yang dijumpai Bung Karno di daerah Bandung, Jawa Barat itu
adalah Aen. Dalam dialog antara Bung Karno dengan petani tersebut, selanjutnya
disebut dengan panggilan Mang Aen. Petani tersebut mempunyai berbagai faktor
produksi sendiri termasuk lahan pertanian, cangkul dan lain-lain yang ia olah sendiri,
namun hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan hidup keluarganya yang sederhana.
Kondisi ini kemudian memicu berbagai pertanyaan dalam benak Bung Karno, yang
akhirnya melahirkan berbagai dialektika pemikiran sebagai landasan gerak
selanjutnya. Kehidupan, kepribadian yang lugu, bersahaja namun tetap memiliki
semangat berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya inilah, maka nama petani tersebut
oleh Bung Karno diabadikan dalam setiap rakyat Indonesia yang hidupnya
tertindas oleh sistem kehidupan yang berlaku. Sebagai penyesuaian bahasa saja,
nama Mang Aen menjadi Marhaen.
Marhaenisme pada esensinya adalah sebuah ideologi
perjuangan yang terbentuk dari Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan
Ketuhanan Yang Maha Esa versi Bung Karno.
Menurut marhaenisme, agar mandiri secara ekonomi dan
terbebas dari eksploitasi pihak lain, tiap orang atau rumahtangga memerlukan
faktor produksi atau modal. Wujudnya dapat berupa tanah atau mesin/alat. Dalam
konteks modern, kendaraan, perangkat teknologi informasi, alat dapur dan barang
elektronik bisa saja diberdayakan dengan tepat guna sebagai modal atau faktor
produksi. Meskipun tidak besar, kepemilikan modal sendiri ini perlu untuk
menjamin kemandirian orang atau rumahtangga itu dalam perekonomian.
Berbeda dengan kapitalisme,
modal dalam marhaenisme bukanlah untuk ditimbun atau
dilipatgandakan, melainkan diolah untuk mencukupi kebutuhan hidup dan
menghasilkan surplus. Petani menanam untuk mencukupi makan keluarganya sendiri,
barulah menjual surplus atau kelebihannya ke pasar. Penjahit, pengrajin atau buruh memproduksi barang yang kelak sebagian
akan dipakainya sendiri, walau selebihnya tentu dijual. Idealnya, syarat
kecukupan-sendiri ini harus dipenuhi lebih dulu sebelum melayani pasar. Ini
artinya ketika buruh, pengrajin
atau petani memproduksi barang yang tak akan dikonsumsinya sendiri, ia cuma
bertindak sebagai faktor produksi bagi pihak lain, yang menjadikannya rawan
untuk didikte oleh pasar atau dieksploitasi. Secara agregat (keseluruhan) dalam
sistem ekonomi marhaenisme, barang yang tidak/belum diperlukan
tidak akan diproduksi, sebab setiap orang/rumahtangga tentu memastikan dulu
profil dan taraf kebutuhannya sendiri sebelum membuat apapun. Inovasi kelahiran produk baru akan terjadi
manakala kebutuhannya sudah kongkret betul.
Cara ini mendorong tercapainya efisiensi, sekaligus
mencegah pemborosan sumberdaya serta sikap konsumtif. Dan karena hanya
difungsikan sekadar menghasilkan surplus, modal yang tersedia juga mustahil
ditimbun atau diselewengkan untuk menindas tumbuh-kembangnya perekonomian pihak
lain.
Referensi
·
Soekarno. 2000. Marhaenisme. Penerbit: Promedia.
·
Ign. Gatut Saksono. 2008. Marhaenisme Bung Karno. Penerbit: Rumah Belajar Yabinkas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar