Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik
yang utama.[1]
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat
yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. [2] Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.[2]
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh
dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
Bandingkan [3].
Pokok-pokok Liberalisme
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideolog Liberalisme yakni
Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life,
Liberty and Property).[2] Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok
yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
·
Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human
Being). Bahwa manusia
mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomidan kebudayaan. [2] Namun karena kualitas manusia yang
berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan
berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu
semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.[2]
·
Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang
mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap
penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik,
sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan
dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan
egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)[2]
·
Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah
tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak
menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The
Governed)[2]
·
Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela
dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi
dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk
melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang),
persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.[2]
·
Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of
Individual)[2]
·
Negara hanyalah alat (The State is Instrument). [2] Negara itu sebagai suatu mekanisme yang
digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. [2] Di dalam ajaran Liberal Klasik,
ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya
sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang
secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.[2]
·
Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).[2] Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini,
kebenaran itu adalah berubah.[2]
Dua Masa Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan. [2] Ada dua macam Liberalisme, yakni
Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. [2] Liberalisme Klasik timbul pada awal
abad ke 16. [2] Sedangkan Liberalisme Modern mulai
muncul sejak abad ke-20. [2] Namun, bukan berarti setelah ada
Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan
oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme
Klasik itu masih ada. [2] Liberalisme Modern tidak mengubah
hal-hal yang mendasar ; hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata
lain, nilai intinya (core values) tidak berubah hanya ada
tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru. [2] Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme
Klasik itu tidak pernah berakhir.[2]
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan
kebebasannya sangatlah diagungkan. [2] Setiap individu memiliki kebebasan
berpikir masing-masing – yang akan menghasilkan paham baru. Ada dua paham,
yakni demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). [2] Meskipun begitu, bukan berarti
kebebasan yang dimiliki individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena
kebebasan itu adalah kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan. [2] Jadi, tetap ada keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas
yang sebebas-bebasnya.[4]
Pemikiran Tokoh Klasik dalam Kelahiran dan Perkembangan
Liberalisme Klasik
Tokoh yang memengaruhi paham Liberalisme Klasik cukup
banyak – baik itu dari awal maupun sampai taraf perkembangannya. Berikut ini
akan dijelaskan mengenai pandangan yang relevan dari tokoh-tokoh terkait mengenai
Liberalisme Klasik.
Gerakan Reformasi Gereja pada awalnya hanyalah
serangkaian protes kaum bangsawan dan penguasa Jerman terhadap kekuasaan imperium Katolik Roma. [5]. Pada saat itu keberadaan agama sangat
mengekang individu. [5] Tidak ada kebebasan, yang ada hanyalah
dogma-dogma agama serta dominasi gereja. [5] Pada perkembangan berikutnya, dominasi
gereja dirasa sangat menyimpang dari otoritasnya semula. [5] Individu menjadi tidak berkembang,
kerena mereka tidak boleh melakukan hal-hal yang dilarang oleh Gereja bahkan
dalam mencari penemuan ilmu pengetahuan sekalipun. [5] Kemudian timbullah kritik dari beberapa
pihak – misalnya saja kritik oleh Marthin Luther; seperti : adanya
komersialisasi agama dan ketergantungan umat terhadap para pemuka agama,
sehingga menyebabkan manusia menjadi tidak berkembang; yang berdampak luas,
sehingga pada puncaknya timbul sebuah reformasi gereja (1517) yang menyulut kebebasan dari
para individu yang tadinya “terkekang”.[5]
Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni
sebuah konsep yang dinamakan konsep negara alamaiah" atau yang lebih
dikenal dengan konsep State of Nature. [6] Namun dalam perkembangannya, kedua
pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang satu sama
lainnya. [6] Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu sesungguhnya
berbeda. [6] Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa
dalam ‘’State of Nature’’, individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai
dengan fitrahnya. [6] Namun, manusia ingin hidup damai. [6] Oleh karena itu mereka membentuk suatu
masyarakat baru – suatu masyarakat politik yang terkumpul untuk membuat
perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain dimana perjanjian ini
memerlukan pihak ketiga (penguasa). [6] Sedangkan John Locke (1632 – 1704) berpendapat bahwa
individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya
kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan
diambil oleh orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh
penguasa sebagai pihak penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga
tidak seperti ‘membeli kucing dalam karung’. [6] Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir
dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara), dimana Hobbes berpendapat akan
timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke, Monarkhi Konstitusional. [6] Bertolak dari kesemua hal tersebut,
kedua pemikir ini sama-sama menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. [6] Inti dari terbentuknya Negara, menurut
Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun baik atau
tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. [6] Sedangkan Locke berpendapat, keberadaan
Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara menjadi
terbatas – hanya sebagai “penjaga malam” atau hanya bertindak sebagai
penetralisasi konflik. [6]
Para ahli ekonomi dunia menilai bahwa pemikiran mahzab
ekonomi klasik merupakan dasar sistem ekonomi kapitalis. Menurut Sumitro
Djojohadikusumo, haluan pandangan yang mendasari seluruh pemikiran mahzab
klasik mengenai masalah ekonomi dan politik bersumber pada falsafah tentang tata susunan masyarakat yang
sebaiknya dan seyogyanya didasarkan atas hukum alam yang secara wajar berlaku
dalam kehidupan masyarakat. Salah satu pemikir ekonomi klasik adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith
mengenai politik dan ekonomi yang sangat luas, oleh Sumitro Djojohadikusumo
dirangkum menjadi tiga kelompok pemikiran. Pertama, haluan pandangan Adam Smith
tidak terlepas dari falsafah politik, kedua, perhatian yang ditujukan pada
identifikasi tentang faktor-faktor apa dan kekuatan-kekuatan yang manakah yang
menentukan nilai dan harga barang. Ketiga, pola, sifat, dan arah kebijaksanaan
negara yang mendukung kegiatan ekonomi ke arah kemajuan dan kesejahteraan
mesyarakat. Singkatnya, segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan
pasar dimana kedudukan manusia sebagai individulah yang diutamakan, begitu pula
dalam politik.
Relevansi kekuatan Individu Liberalisme Klasik dalam
Demokrasi dan Kapitalisme
Telah dikatakan bahwa setidaknya ada dua paham yang
relevan atau menyangkut Liberalisme Klasik. Dua paham itu adalah paham mengenai Demokrasi dan Kapitalisme.
* Demokrasi dan Kebebasan Dalam pengertian Demokrasi, termuat
nilai-nilai hak asasi manusia, karena demokrasi dan Hak-hak asasi manusia
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya. Sebuah negara yang mengaku dirinya demokratis mestilah
mempraktekkan dengan konsisten mengenai penghormatan pada hak-hak asasi
manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan terhadap hak-hak asasi setiap anggota
masyarakat, bukanlah demokrasi melainkan hanyalah fasisme atau negara totalitarian yang menindas.
Jelaslah bahwa demokrasi berlandaskan nilai hak kebebasan
manusia. Kebebasan yang melandasi demokrasi haruslah kebebasan yang positif –
yang bertanggungjawab, dan bukan kebebasan yang anarkhis. Kebebasan atau
kemerdekaan di dalam demokrasi harus menopang dan melindungi demokrasi itu
dengan semua hak-hak asasi manusia yang terkandung di dalamnya. Kemerdekaan
dalam demokrasi mendukung dan memiliki kekuatan untuk melindungi demokrasi dari
ancaman-ancaman yang dapat menghancurkan demokrasi itu sendiri. Demokrasi juga mengisyaratkan
penghormatan yang setinggi-tingginya pada kedaulatan Rakyat.[7]
* Kapitalisme dan Kebebasan Tatanan ekonomi memainkan peranan
rangkap dalam memajukan masyarakat yang bebas. Di satu pihak, kebebasan dalam
tatanan ekonomi itu sendiri merupakan komponen dari kebebasan dalam arti
luas ; jadi, kebebasan di bidang ekonomi itu sendiri menjadi tujuan. Di
pihak lain, kebebasan di bidang ekonomi adalah juga cara yang sangat yang
diperlukan untuk mencapai kebebasan politik. Pada dasarnya, hanya ada dua cara
untuk mengkoordinasikan aktivitas jutaan orang di bidang ekonomi. Cara pertama
ialah bimbingan terpusat yang melibatkan penggunaan paksaan – tekniknya tentara
dan negara dan negara totaliter yang modern. Cara lain adalah kerjasama
individual secara sukarela – tekniknya sebuah sistem pasaran. Selama kebebasan
untuk mengadakan sistem transaksi dipertahankan secara efektif, maka ciri pokok
dari usaha untuk mengatur aktivitas ekonomi melalui sistem pasaran adalah bahwa
ia mencegah campur tangan seseorang terhadap orang lain. Jadi terbukti bahwa
kapitalisme adalah salah satu perwujudan dari kerangka pemikiran liberal.[8]
·
Bahasa Inggris
·
The future of liberal revolution / Bruce Ackerman - New Haven: Yale
University Press, 1992
·
Liberalism and Democracy / Norberto Bobbio - London: Verso, 1990
(Liberalismo e democrazia, 1988)
·
Liberalism / John A. Hall - London: Paladin, 1988
·
The Decline of Liberalism as an Ideology / John H. Hallowell - London:
Kegan Paul, Trench, Trubner, 1946
·
Beyond the Global Culture War/ Adam K. Webb- Routledge, 2006, about the
origins of Liberalism and types of challenges to it in the present world
·
Bahasa Belanda
·
Beleid voor een vrije samenleving / J.W. de Beus en Percy B. Lehning (red.)
- Meppel: Boom, 1990
·
Afscheid van de Verlichting: Liberalen in verwarring over eigen
gedachtengoed / Hans Charmant en Percy Lehning - Amsterdam: Donner, 1989
·
Liberalisme, een speurtocht naar de filosofische grondslagen / A.A.M.
Kinneging e.a. - Den Haag: Teldersstichting, 1988
·
De liberale speurtocht voortgezet / K. Groenveld, H.J. Lutke Schipholt
& J.H.C. van Zanen - Den Haag: Teldersstichting, 1989
·
Het menselijk liberalisme / Dirk Verhofstadt - Antwerpen: Houtekiet, 2002
·
Bahasa Perancis
·
Le libéralisme / Georges Burdeu - Paris: Seuil, 1979
·
Bahasa Jerman
·
Die Freiheit die wir meinen / Werner Becker - München: Piper, 1982
·
Noch eine chance für die Liberalen / Karl-Hermann Flach - Frankfurt:
Fischer, 1971
·
Liberalismus / Lothar Gall - Königstein: Athenäum, 1985
Rujukan
1.
^ A:
"'Liberalisme' didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan
kebebasan dan kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive
Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin, Robert
E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B: "Kebebasan
itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang lebih tinggi. Ia
sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord Acton
2.
^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Sukarna.
Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.
^ Oxford Manifesto dari Liberal
International: "Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui
demokrasi yang sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan
politik dan didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan
yang diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat
suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan
pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.
^ Diksi ini
didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik
Barat, FISIP UI.
5.
^ a b c d e f Ahmad
Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,
2007)
6.
^ a b c d e f g h i j k Deliar
Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
7.
^ Mochtar
Lubis (penyunting). Demokrasi Klasik dan Modern (terj. The Demokracy
Reader : Classic and Modern Speeches, Essay, Poems, Declaration, and
Document of Freedom and Human Right Worldwide oleh Diane Ravitch and Abigail Thernstrom
(editor). (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
8.
^ Miriam
Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi
(Jakarta : PT Gramedia, 1984)
Catatan
1.
^ A:
"'Liberalisme' didefinisikan sebagai suatu etika sosial yang menganjurkan
kebebasan dan kesetaraan secara umum." - Coady, C. A. J. Distributive
Justice, A Companion to Contemporary Political Philosophy, editors Goodin,
Robert E. and Pettit, Philip. Blackwell Publishing, 1995, p.440. B:
"Kebebasan itu sendiri bukanlah sarana untuk mencapai tujuan politik yang
lebih tinggi. Ia sendiri adalah tujuan politik yang tertinggi."- Lord
Acton
2.
^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Sukarna.
Ideologi : Suatu Studi Ilmu Politik. (Bandung: Penerbit Alumni, 1981)
3.
^ Oxford Manifesto dari Liberal International:
"Hak-hak dan kondisi ini hanya dapat diperoleh melalui demokrasi yang
sejati. Demokrasi sejati tidak terpisahkan dari kebebasan politik dan
didasarkan pada persetujuan yang dilakukan dengan sadar, bebas, dan yang
diketahui benar (enlightened) dari kelompok mayoritas, yang diungkapkan melalui surat
suara yang bebas dan rahasia, dengan menghargai kebebasan dan
pandangan-pandangan kaum minoritas."
4.
^ Diksi ini
didapat pada saat mengikuti acara perkuliahan mata kuliah Pemikiran Politik
Barat, FISIP UI.
5.
^ a b c d e f Ahmad
Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,
2007)
6.
^ a b c d e f g h i j k Deliar
Noer. Pemikiran Politik di Negeri Barat. (Jakarta: Penerbit Mizan, 1998)
7.
^ Mochtar
Lubis (penyunting). Demokrasi Klasik dan Modern (terj. The Demokracy
Reader : Classic and Modern Speeches, Essay, Poems, Declaration, and
Document of Freedom and Human Right Worldwide oleh Diane Ravitch and Abigail
Thernstrom (editor). (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1994)
8.
^ Miriam
Budiardjo (penyunting). Simposium Kapitalisme, Sosialisme, Demokrasi
(Jakarta : PT Gramedia, 1984)
Rujukan lain
·
Michael Scott Christofferson "An Antitotalitarian History of the
French Revolution: François Furet's Penser la Révolution française in the
Intellectual Politics of the Late 1970s" (in French Historical Studies,
Fall 1999)
·
Piero Gobetti La Rivoluzione liberale. Saggio sulla lotta politica in
Italia, Bologna, Rocca San Casciano, 1924
Pranala luar
·
Stanford Encyclopedia of
Philosophy: Liberalism, by Gerald F. Gaus
·
The program of liberalism, Ludwig von Mises
Tidak ada komentar:
Posting Komentar