قَوْمٌ تَسْبِقُ اَنْوَارُهُم اَذْكَارَهُمْ ، وَقَوْمٌ تَسْبِقُ اَذْكَارُهُمْ اَنْوَارَهُم ، وَقَوْمٌ تَتَسَاۈے اَذْكَارُهُم وَاَنْوَارَهُم وَقَوْمٌ لاَ اَذْكَارَ وَلاَ اَنْوَارَ ، نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ ذَلِك . ذَاكِرٌ ذَكَرَ لِيَستَنِيْرَ بِهِ قَلْبُهُ فَكَانَ ذَاكِرًا وَذَاكِرٌ اِسْتَنَارَ قَلْبُهُ فَكَانَ ذَاكِرًا وَالَّذِي اسْتَوَتْ اَذْكَارُهُ وَاَنْوَارُهُ فَبِذِكْرِهِ يَهْتَدِىْ وَبِنُوْرِهِ يُقْتَدٰى .
“Cahaya iman sebagian orang mendahului zikir mereka. Sebagian orang lainnya zikirnya mendahului cahaya imannya. Sedangkan sebagian bersamaan antara nur iman dan zikirnya. Sebagian pula tanpa cahaya iman dan tanpa zikir. Kami berlindung kepada Allah dari perbuatan seperti itu (tanpa cahaya iman dan tanpa zikir). Orang yang berzikir agar hatinya mendapat cahaya, dinamakan ahli zikir. Dan ahli zikir yang hatinya telah mendapatkan nur, dia juga disebut orang berzikir. Orang yang bersamaan mengerjakan zikir dan mendapat cahaya Ilahi, ia telah mendapat hidayah. Dan dengan nur cahayanya, orang ini dapat diikuti.”
Ungkapan Syekh Ibnu Atha'illah, Penulis Kitab Al-Hikam di atas merupakan ibarat yang berharga dan sangat dalam pengertiannya. Ia membagi manusia yang berzikir dalam beberapa bagian:
1. Golongan yang memperoleh cahaya Allah sebelum berzikir. Inilah orang yang ma’rifat. Ia langsung menerima anugerah dari Allah Swt. sebelum ia berzikir, karena seluruh ibadahnya telah merupakan zikir yang utuh.
2. Golongan yang berzikir sebelum turunnya cahaya. Mereka adalah ahli zikir yang terus-menerus membasahi bibir dan hatinya dengan zikrullah.
3. Golongan yang menerima cahaya iman dan juga melaksanakan zikir. Ia mempunyai sifat-sifat orang makrifat hati dan bibirnya selalu dalam zikir, penuh dengan kekuatan jiwa istiqamah.
Allah Swt. berfirman dalam surat Ali Imran ayat 74, “Allah menentukan rahmat-Nya, kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” Rahmat Allah di sini adalah cahaya Allah, yang diberikan kepada hamba yang terpilih, seperti para Nabi atau para Waliullah. Zikrullah termasuk ibadah yang sangat banyak manfaatnya bagi rohani dan juga jasmani. Dengan zikrullah hati menjadi tenang, dan jiwa menjadi tenteram. Merasa selalu dekat dengan Allah, dan Allah pun selalu dekat dengannya.
Zikir asal mulanya adalah ash-shafa, artinya bersih dan hening. Wadahnya adalah al-wafa, artinya menyempurnakan. Dan syaratnya adalah al-hudlur, artinya hadir hati sepenuh. Hamparannya adalah amal shaleh. Dan khasiatnya adalah pembukaan dari Tuhan Al Aziz Ar Rahim. Demikian menurut keterangan Syaikh Ahmad al Fathani.
Dengan zikrullah jiwa dan hati menjadi suci, rohani menjadi tenteram dan jasmani menjadi bersih.
Dalam salah satu hadis qudsi, disebutkan, “Siapa yang zikir kepada-Ku di dalam hatinya, pasti Aku ingat kepadanya di dalam zat-Ku. Dan siapa yang ingat kepada-Ku di muka umum, pasti Aku ingat kepadanya di muka umum juga, bahkan lebih baik lagi dari golongannya.”
Syekh Ahmad Athaillah melanjutkan pula, tuturnya:
مَاكَانَ ظَاهِرُ ذِكْرٍ اِلاَّ عَنْ بَاطِنِ شُهُوْدٍ وَفِكْرٍ
“Tiadalah zikir dinampakkan, kecuali timbul dari kesadaran dan pemikiran batin".
Memang zikir bukan hanya sekedar bunyi yang timbul dari ucapan bibir dan lidah, akan tetapi ia lahir dari suara hati dan batin para hamba Allah yang menghidupkan zikirnyz. Zikir itu walaupun ibadah sunat, akan tetapi ia sangat utama, bahkan sesuatu yang besar dan berbekas.
Berzikir adalah pengakuan yang diucapkan dengan hati dan lisan akan keagungan Allah Swt. Bibir, lidah dan hati berpadu menjadi satu, bergerak secara rutin membunyikan asma Allah dengan hati dan lisan. Syekh Ataillah dalam hal ini mengingatkan:
اَشْهَدَكَ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَسْتَشْهِدَكَ فَنَطَقَتْ بِإِلٰهِيَّتِهِ الظَّوَاهِرُ وَتَحَقَّقَتْ بِأَحَدِيَّتِهِ الْقُلُوْبَ وَالسَّرَائِر
“Allah Ta’ala menyaksikan kepadamu keagungan zat-Nya, sebelum Allah meminta kalian mengakui keagungan wujud-Nya. Sehingga semua makhluk mengakui wujud Tuhan-Nya. Juga semua hati dan perasaan mengakui hakikat ke-Esaan-Nya.”Keagungan Allah, sebenarnya tidak memerlukan pujian dan zikir dari hamba-hamba-Nya, akan tetapi Allah Ta’ala menempatkan si hamba sebagia orang yang sepatutnya berterima kasih kepada Allah dengan berzikir.
Berzikir, tidak hanya diucapkan dengan lidah, dan diingat dengan hati. Termasuk berzikir, adalah juga berpikir, dan gerakan anggota badan yang ada sangkut pautnya mengingat dan memikirkan keagungan Allah. Setipa gerakan adalah zikir, asal saja diniatkan untuk mengingat dan memikirkan keagungan Allah Swt. Karena zikir kepada Allah sangat besar keutamaannya. (Al-Ankabut: 45)
Allah Swt. memuliakan dan memberi kehormatan kepada manusia karena mereka terus-menerus ingat kepada-Nya. Seperti diingatkan oleh Syekh Athaillah dalam ungkapan berikut ini:
اَكْرَمَكَ بِكَرَامَاتٍ ثَلاَثٍ جَعَلَكَ ذَاكِرًا لَهُ وَلَوْلاَفَضْلُهُ لَمْ تَكُنْ اَهْلاً لِجَرَيَانِ ذِكْرِهِ عَلَيْكَ ، وَجَعَلَكَ مَذْكُوْرًا بِهِ اِذْ تَحَقَّقَ نِسْبَتَهُ لِدَيْكَ وَجَعَلَكَ مَذْكُوْرًا عِنْدَهُ فَتَمَّمَ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ .
“Allah telah memuliakan kamu dengan tiga kemuliaan. Allah telah menjadikan kamu selalu berzikir kepada-Nya. Akan tetapi jikalau tidak ada karunia dari Allah, kalian tidak mungkin dapat berzikir. Dengan zikir itu Allah Ta’ala telah menjadikan kamu terkenal, karena Allah sendiri yang menisbahkan zikir itu untukmu. Dan dengan demikian Allah Ta’ala telah menjadikan kamu dikenal di sisi-Nya, maka Dia pun menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu.”Memang zikir itu adalah kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada hamba yang mengagungkan-Nya. Ahli zikir adalah orang yang telah menyediakan waktu dan hayatnya untuk mengingat Allah, serta menghiasi jiwanya dengan zikrullah. Sebagaimana mendekati Allah dengan zikir adalah perbuatan atau amalan yang sangat manis dan lezat cita rasanya.
Sahabat Abi Hurairah meriwayatkan sabda Nabi Muhammad Saw. dalam suatu hadis Qudsi, “Allah Swt. selalu mendampingi para hamba yang selalu berzikir. Jikalau hamba-Ku mengingat Aku dalam hatinya, maka Aku ingat kepadanya dalam zat-Ku. Jikalau hamba-hamba-Ku ingat pada-Ku di muka umum, maka Aku ingat kepadanya melebihi golongannya.jikalau hamba-hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku bertambahy dekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekatkan dirinya pada-Ku sehasta, maka Aku akan dekat kepadanya sedepa. Apabila hamba-hamba-Ku datang dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya denga berlari.”
Oleh sebab itulah maka hamba-hamba Allah hendaklah senantiasa memperbanyak zikrullah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 152, Fadzkuruni Adzkurkum (Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu). Di dalam hadits-hadits Nabi Saw. atsar sahabat dan Tabi’in menyebutkan tentang keutamaan berzikir kepada Allah. Di antaranya adalah firman Allah:
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اذْكُرُوْا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً .
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama Allah), zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah pada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)
فَاذْكُرُوْنِى اَذْكُرْكُمْ
“Maka ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 152)
وَاذْكُرُوْا الله كَثْيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ .
“Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)
Bahkan pada ayat lainnya, Allah memerintahkan agar berzikir dalam keadaan apa saja, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوْا اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ
“Apabila kamu telah selesai mengerjakan sembahyang, maka ingatlah kepada Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS. An-Nisaa’: 103)
Sayyidina Ibnu Abbas ra. menafsirkan ayat ini sebagai berikut:“Pada waktu siang dan malam, di darat dan di laut, di dalam negeri dan di luar negeri (di dalam pelayaran), pada saat kaya dan miskin, di waktu sehat dan sakit, dengan sir (rahasia) dan jahar (nyata)”.
Berdasarkan keterangan dari Ibnu Abbas ini, berarti mengingat Allah itu tidak terbatas pada waktu tertentu ataupun tempat tertentu, bukan pada saat selesai shalat saja, atau saat di masjid saja, akan tetapi di mana saja berada. Dalam keadaan bagaimanapun kita harus senantiasa mengingat Allah, baik di jalan raya, di kebun, di sawah, di kantor dan sebagainya, lebih-lebih saat dalam keadaan susah, hendaklah lebih banyak mengingat Allah. Janganlah sampai lengah dari mengingat Allah atas malas berzikir, sebab hanya orang munafiq sajalah yang malas berzikir kepada Allah. Sebagaimana firman Allah:
وَاِذَا قَامُوْا إِلَى الصَّلاَةِ قَامُوْا كُسَالٰى يُرَاءُوْنَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ اِلاَّ قَلِيْلاً .
“Dan apabila mereka berdiri mengerjakan sembahyang, mereka berdiri dengan malas, mereka riya’ (pura-pura saja) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali hanyalah sedikit sekali.” (QS. An-Nisaa’: 142)
Orang yang malas berzikir kepada Allah, di samping dikategorikan sebagai orang yang munafiq juga akan merugi dunia dan akhirat. Hidupnya tidak akan pernah merasa senang dan tenteram. Ia akan selalu dalam keadaan gelisah, resah dan susah. Dan di akhirat nanti akan mendapatkan siksa yang pedih. Hal ini disebabkan jiwanya jauh dari Allah, kosong dari ruh keimanan dan selalu digoncang godaan manusianya dunia. Maka dari itu, satu-satunya jalan untuk membentengi diri dari keganasan godaan dunia dan supaya memperoleh ketenangan adalah dengan melanggengkan zikir.
Dalam hal ini Allah berfirman:
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنَّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ اَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْب
“Orang-orang yang beriman hatinya tenteram karena mengingat Allah. Ketahuilah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Demikianlah beberapa ayat yang menyuruh kita senantiasa melaksanakan zikrullah, mengingat Allah.
Dan masih banyak lagi ayat yang lainnya atau hadits-hadits Rasulullah Saw. Diantaranya Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barang siapa tidak memperbanyak menyebut asma Allah, maka sesungguhnya ia telah terlepas daripada iman”. Maksud terlepas daripada iman, berarti kurang sempurna (suram) imannya, kecuali dengan memperbanyak menyebut Allah. Karena itu Nabi bersabda: “Perbaruilah iman kamu dengan banyak-banyak menyebut Allah”.
Dari hadits ini diambil kesimpulan, bahwa kesempurnaan iman seseorang itu hingga mencapai derajat tinggi sebagai manusia sempurna (insan kamil) ialah banyak mengingat Allah, baik di waktu shalat maupun di luarnya.
Dalam hadits lain disebutkan, bahwa beliiau bersabda: “Bahwasanya bagi tiap-tiap sesuatu itu ada alat untuk mensucikannya, dan alat untuk mensucikan hati itu ialah zikrullah Ta’ala”. Dan tidak ada sesuatu yang dapat melepaskan manusia dari azab kubur selain daripada zikrullah.
Rasulullah Saw juga bersabda:
“Banyak-banyaklah olehmu menyebut Allah atas segala hal, maka bahwasanya tiada amal yamg lebih dikasihi oleh Allah selain dari zikrullah. Dan tiada amal yang lebih dapat melepaskan hamba Allah dari segala kejahatan di dunia dan akhirat itu selain dari zikrullah”.
Dari hadis-hadis di atas jelaslah bahwa memperbanyak zikrullah dapat melepaskan kita dari segala kejahatan di dunia dan siksa di akhirat kelak. Sebab memang tidak ada amal yang lebih mendekatkan diri kepada Allah selain zikrullah yang selain bertujuan untuk mengingat-Nya juga sekaligus untuk memperoleh ridha-Nya.
Dengan senantiasa melaksanakan zikrullah secara rutin, maka akan mengantarkan kita untuk selalu dekat dengan Allah. Dan bertaqarrub kepada Allah akan melahirkan perasaan senantiasa merasa diawasi oleh Allah. Seakan-akan bagaikan seekor kucing yang sedang menunggu tikus keluar dari lobangnya; tikus pasti akan keluar, tapi kapankah ia akan keluar belumlah diketahui. Begitulah gambaran orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak amalan yang berupa zikrullah.
Dengan demikian, mujahadah, khalwat dan zikir sangat penting untuk terbukanya dinding hissi (perasaan panca indera yang lima) dan terbukanya beberapa rahasia alam dari pekerjaan Allah Ta’ala yang kita lemah mendapatkannya. Dan seekali lagi, ruh manusia sangat lemah untuk mendapatkan pengetahuan mengenai rahasia alam dan af’al Tuhan, karena ruh juga merupakan bagian dari alam. Adapun sebab terbukanya hijab itu adalah apabila ruh itu kembali kepada alam asalnya, atau kembali dari pendapatan lahir kepada batin. Bila sudah demikian keadaannya maka lemahlah seluruh kelakuan hissi (perasaan), dan menjadi kuatlah kelakuan ruh dan menanglah dia dengan kekerasannya.
Zikrullah adalah amalan yang sangat tinggi nilainya dan sangat mulia dalam pandangan Allah. Sebagaimana disebutkana dalam hadits dari Abi Darda’ bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Ingatlah, aku akan memberitahu kepadamu, amal yang paling baik dan mulia di sisi Tuhanmu, yang dapat mengangkat derajat tinggi dan bagimu lebih baik sedekah emas dan perak dan lebih baik daripada mati syahid membela agama Allah, yaitu zikrullah”.
Dalam hadits lain Rasulullah Saw:
اُذْكُرْ عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ مِنَ الشَّيْطَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذِن وَحِرْزٌ مِنَ النَّارِ اللهِ عِلْمُ الاِيْمَانِ وَبِرَأَةٌ مِنَ النِّفَاقِ وَحِصْنٌ
“Zikrullah adalah bukti adanya iman dan bebas nifaq dan benteng dari serangan syetan serta api neraka”
Zikrullah juga menjadi pembeda antara orang yang dikasihi oleh Allah dan orang yang dibenci-Nya. Sebagaimana dikisahkan bahwa Nabi Musa As. bertanya: “Ya Tuhan bagaimana cara mengetahui perbedaan antara kekasih-Mu dengan kebencian-Mu?" Jawab-Nya: “Hai Musa bagi kekasih-Ku ada dua tanda bukti," yaitu:
1. Mudah berzikir kepada-Ku, sehingga Aku pun zikir kepadanya di alam malakut langit-bumi.
2. Terpelihara dari segala yang haram dan kemarahan-Ku, sehingga ia selamat dari siksa dan marah-Ku.
Demikian pula bagi kebencian-Ku ada tanda bukti, yaitu:
1. Mudah lupa zikir kepada-Ku.
2. Mudah menuruti nafsu, sehingga terjerumus ke dalam kancah kemunkaran dan haram akhirnya mereka disiksa.
Syaikh al Faqih Abul Laits as Samarqandi dalam kuliahnya menyatakan zikir kepada Allah adalah amal ibadah yang paling unggul, sebab setipa ibadah ditentukan kapasitas (kadar) dan waktunya, bahkan terkadang ada yang dilarang jika tidak menepati waktunya atau melebihi ketentuan yang berlaku, tetapi zikir kepada Allah, tiada ketentuan batas waktunya dan jumlah banyaknya.
Firman Allah:
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اذْكُرُوْا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا
“Hai orang yang beriman berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab: 41)
Yakni segala hal, tingkah laku dan keadaan apa saja. Dan ketahuilah tentang 4 keadaan manusia, yaitu:
a. Berbakti/ taat, hal ini perlu diingat: “Yang demikian ini, adalah taufiq dan petunjuk Allah” dan berharaplah agar diterima taatnya.
b. Ma’shiyat, di saat ini harus ingat dan segera bertaubat.
c. Ni’mat, maka bersyukurlah.
d. Ujian, cobaan/ kesulitan, maka hadapilah dengan penuh kesabaran dan usaha, serta berharap agar dilapangkannya (oleh Allah Swt.).
Adapun faedah zikir itu ada lima, yaitu:
a. Berisi bukti ridla Allah.
b. Meningkatkan aktivitas taat.
c. Selama zikir dilindungi dari gangguan syetan.
d. Hati menjadi lunak.
e. Terpelihara dari laku ma’shiyat.
Para ahli-ahli thariqat berkeyakinan, jika seseorang hamba Allah telah yakin, bahwa lahir bathinnya dilihat Allah dan segala pekerjaannya selalu diawasinya, segala perkataannya didengarnya dan segala cita-cita dan niatnya diketahui oleh Allah, maka hamba Allah itu akan menjadi orang yang benar, karena ia selalu ada dalam keadaan memperhambakan dirinya kepada Tuhan, dawamul ubudiyah, berkekalan dengan ibadah dalam memperhambakan dirinya kepada Dzat Yang Menjadikannya.
Selanjutnya zikir dengan menyebut-nyebut nama Allah atau ma’rifat billah, yang pada keyakinan mereka itu akan melahirkan dua sifat pada manusia, pertama takut kepada Allah dan kedua kasih kepada Allah. Jika seorang hamba takut kepada Allah, maka segala perintah-Nya akan dikerjakan dan seegala larangan-Nya akan dihentikannya. Seorang yang cinta kepada Allah tentu akan memilih pekerjaan-pekerjaan yang disukai Allah dan giat menjauhkan diri dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak disukai oleh Allah.
Pada keyakinan para penganut thariqat, tiap-tiap manusia tidak terlepas dari empat perkara. Pertama manusia itu kedatangan ni’mat, kedua kedatangan bala, ketiga berbuat taat dan keempat berbuat dosa. Selama manusia itu mempunyai nafsu yang turun naik, mestilah ia mengerjakan salah satu pekerjaan dari empat perkara tersebut. Jika pada waktu itu ia lupa kepada Allah, maka ni’mat itu akan membawanya sombong, takabur dan tinggi hatinya. Tetapi jika teringat kepada Allah pada waktu ia menerima ni’mat itu, sifatnya berlainan sekali, ia bersyukur kepada Allah, yang akan membawa lebih baik kelakuannya.
Maka dengan alasan-alasan itulah, para penganut thariqat mempertahankan zikir, tidak saja dalam arti mengingat Allah dalam hati, tetapi menyebut Allah senantiasa dengan lidahnya untuk melatih anggota badannya. Menurut anggapan mereka segala ibadat yang tidak dikerjakan dengan disertai mengingat Allah, maka ibadah itu akan kosong melompong dan hampa dari pahala yang sebenarnya. Karena itu dalam zikir inipun haruslah dilakukan dengan penuh kesadaran hati dalam mengingat Allah.
Zikir menurut ajaran thariqat haruslah dilakukan dengan penglihatan hati atau bathin dan timbul dari pemikiran yang paling dalam. Hal ini ditegaskan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Ahmad bin “Isa bin Al Husain bin ‘Atha’illah Al Iskandary dalam “Al Hikam”
مَاكَانَ ظَاهْرُ ذِكْرٍ اِلاَّ عَنْ بَاطِنِ شُهُوْدٍ وَفِكْر
“Tidak akan terjadi (terlahir) zikir kecuali timbul dari pemikiran dan penglihatan bathin”.
Selanjutnya beliau pun membagi macam orang yang berzikir kepada Allah menjadi dua bagian, sebagaimana beliau katakan:
قَوْمٌ تَسْبِقُ اَنْوَارُهُم اَذْكَارَهُمْ ، وَقَوْمٌ تَسْبِقُ اَذْكَارُهُمْ اَنْوَارَهُم ، وَقَوْمٌ تَتَسَاۈے اَذْكَارُهُم وَاَنْوَارَهُم وَقَوْمٌ لاَ اَذْكَارَ وَلاَ اَنْوَرَ ، نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ ذَلِك . ذَاكِرٌ ذَكَرَ لِيَستَنِيْرَ بِهِ قَلْبُهُ فَكَانَ ذَاكِرًا وَذَاكِرٌ اِسْتَنَارَ قَلْبَهُ فَكَانَ ذَاكِرًا وَالَّذِي اسْتَوَتْ اَذْكَارُهُ وَاَنْوَارُهُ فَبِذِكْرِهِ يَهْتَدِىْ وَبِنُوْرِهِ يُقْتَدٰى .
“Segolongan orang kaum cahaya iman mereka mendahului zikir-zikirnyz. Dan sebagian lagi zikirnya mendahului cahaya imananya. Dan ada pula golongan yang bersamaan antara cahaya dengan zikirnya dan ada pula kaum yang tidak ada zikir dan tidak ada pula cahayanya. Orang berzikir agar hatinya bercahaya, maka ia disebut ahli zikir. Sedang orang yang bersamaan zikirnya dan cahayanya, maka zikirnya dia mendapatkan petunjukdan dengan cahayanya dia dapat diikuti”.Ada dua golongan orang yang berzikir kepada Allah. Kedua golongan itu adalah:
a. Golongan Mahzub, yaitu golongan orang-orang yang mendapatkan cahaya iman secara langsung dari Allah tanpa harus didahului dengan berzikir lebih dulu. Sehingga apabila ia berzikir dalam rangka mencari cahaya iman itu, ia tidak akan mengalami kesukaran atau halangan yang berarti.
Golongan ini sebagaimana disebutkan dalan Al-Qur’an:
يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ ذُوْ الْفَضْلِ العَظِيْمِ
“Allah menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (QS. Ali Imran: 74)
b. Golongan Salik, yaitu golongan orang yang sebelum mendapatkan cahaya iman harus didahului dengan berzikir lebih dahulu. Sehingga dalam melaksanakan zikirnya itu ia banyak sekali mengalami kesukaran-kesukaran atau hambatan-hambatan terutama yang datangnya dari nafsu. Akan tetapi berkat perjuangan dan ketabahannya, akhirnya ia dapat mencapai apa yang dicita-citakan, yakni keridloan Allah Swt. Golongan ini sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لِنَهْدَيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَاِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْن
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencapai keridloan) Kami,benar-benar Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami”. (QS. Al-Ankabut: 69)
Selanjutnya zikir itu secara umum ada dua macam, yaitu zikir dengan hati dan zikir dengan lisan.
Masing-masing dari keduanya terbagi pada dua arti, yaitu:
a. Zikir dari arti ingat dari yang tadinya lupa.
b. Zikir dalam arti kekal ingatannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan zikir lisan dan hati adalah sebagai berikut:
a. Zikir dengan lisan berarti menyebut Nama Allah, berulang-ulang kali, sifat-sifat-Nya berulang-ulang kali pula atau puji-pujian kepada-Nya. Untuk dapat kekal dan senantiasa melakukannya, hendaknya dibiasakan atau dilaksanakan berkali-kali atau berulang kali.
b. Zikir kepada Allah dengan hati, ialah menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah di dalam diri dan jiwanya sendiri sehingga mendarah daging.
Pokoknya bagi orang shufi, tak ada lagi yang paling diingatnya kecuali hanyalah Allah, tak ada nafas yang dihembuskannya kecuali dengan lafadh Allah serta ingat akan kebesaran-Nya dan keagungan-Nya dalam hati sanubarinya. Demikian itu dilakukan sampai hembusan nafas yang terakhir dan meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah. Zikir semacam ini ada pula yang menyebutnya dengan zikir nafas.
Kerjasama antara lisan (lidah) dan qalbi (hati) dalam hal zikir ini sangatlah baik, sebab bilamana seseorang telah mengamalkan dan melakukannya dengan disiplin, dengan sendirinya akan meningkat menjadi zikir “a’dla’a”, artinya seluruh badannya akan terpelihara dari berbuat ma’shiyat karena zikir pada Allah. Bagi seseorang yang hatinya telah bening dan jernih akan dapat mengontrol anggota badannya untuk tetap berdisiplin, ucapannya akan sesuai dengan perbuatannya, lahiriyahnya akan sesuai dengan bathiniyahnya. Akan tetapi orang sering tertipu, terjebak masuk ke dalam lingkungan kebathinan yang bukan-bukan atau tidak sesuai dengan syari’at Islam karena ia tidak mengetahui hukun-hukum fiqih, tidak tahu halal dan haram, tidak mengetahui mana yang haq dan mana yang batil.
Zikrullah (dalam arti sempit) yang tidak sejalan dengan sunnah Rasulullah Saw. dapat menyebabkan menyeleweng pada kebathilan. Oleh karena itu, untuk memulainya hendaknya berzikir sebanyak-banyaknya seperti dengan petunjuk-petunjuk seperti di atas: membiasakan diri, melatih diri sendiri untuk berdisiplin sesuai dengan daftar waktu yang telah ditentukan sendiri dan terus demikian hingga hati nurani menjadi bening, bersih dan jernih, sampai menemui Allah Swt. dalam keadaan demikian.
Sedangkan menurut para ulama’ ahli tashawwuf, zikir itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Zikir lisan atau disebut juga zikir nafi isbat, yaitu ucapan Laa Ilaaha Illallah:
لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ
Pada kalimat ini terdapat hal yang menafikan yang lain dari Allah dan mengisbatkan Allah.
Zikir ini adalah makanan utama lisan atau lidah. Pengalamannya mula-mula zikir itu diucapkan secara pelan-pelan dan lambat, kemudian makin lama makin cepat. Setelah terasa meresap pada diri, maka terasa panasnya zikir itu ke seluruh bagian tubuh.
Zikir “nafi isbat” ini dapat juga disebut “zikir yang nyata” karena ia diucapkan dengan lisan secara nyata, baik zikir bersama-sama maupun zikir sendirian. Meskipun zikir ini makanan utama lisan, tapi harus ddiresapkan pengakuan ke dalam hati: tidak ada Tuhan melainkan Allah.
b. Zikir Qalbu atau hati, disebut juga zikir: Asal dan kebesaran, ucapannya Allah, Allah:
اللهُ ، اللهُ
Caranya mula-mula mulut berzikir Allah, Allah, diikuti hati, kemudian dari hati ke mulut, lalu lidah berzikir sendiri, terus dengan zikir tanpa sadar kekuasaan akal tidak berjalan melainkan sebagai ilham yang datang secara tiba-tiba, nur Ilahi terbit dalam hati memberitahukan: “Innani Anallah” (Aku ini Allah), yang baik ke mulut hingga lidah bergerak sendiri mengucapkan: Allah, Allah, Allah. Pada tingkat ini zikir meresap terus pada diri, di mana zikir sudah terasa panasnya di seluruh bagian tubuh, sehingga kadang-kadang terjadilah jadzab.
Zikir ini adalah makanan utama hati, karena ia bergerak-gerak, Allah, Allah dalam hati. Zikir Qalbu ini dapat juga disebut zikir “ismu dzat” karena ia langsung berzikir dengan menyebut nama Dzat.
c. Zikir Sir atau rahasia, disebut juga zikir isyarat dan nafas, yaitu berbunyi: Hu, Hu:
هُوَ ، هُوَ
Biasanya sebelum sampai ke tingkat zikir ini orang sudah fana’. Dalam keadaan demikian, perasaan antara diri dengan Dia menjadi satu. Dengan kata lain, perasaan keinsanan lenyap dalam kebaqaan Allah, bersatu antara ‘Abid dan Ma’bud. Tetapi dalam hal seperti ini, siapa yang belum merasainya, belumlah ia mengetahuinya.
Zikir ini adalah makanan utama sir (rahasia). Oleh karena itu ia bersifat rahasia, maka tidaklah sanggup lidah menguraikannya, tidak ada kata-kata yang dapat melukiskannya. Dan setiap orang akan mengetahuinya sendiri apabila telah mengalaminya.
Penjelasan bahwa bisikan hati itu, apakah tergambar bisa terputus dengan keseluruhan ketika zikir ataukah tidak?
Ketahuilah, bahwasanya para ulama’ yang mengintai pada hati, yang memandang tentang sifat-sifat dan keajaiban-keajaiban hati itu berbeda pendapat tentang masalah ini menjadi lima golongan.
Satu golongan mengatakan bisikan hati itu bisa terputus sebab zikir kepada Allah Azza wa Jalla. Karena Rasulullah Saw. telah bersabda:
فَاِذَا ذَكَرَ اللهَ خَنَسَ
“Apabila seseorang mengingat (zikir) kepada Allah Ta’alah, niscaya syetan itu bersembunyi”.
Al khannas adalah berdiam, seolah-olah ia itu diam.
Satu golongan berkata: “Pokok bisikan itu tidak bisa menghilang. Tetapi ia berjalan dalam hati dan tidak mempunyai bekas/ pengaruh. Karena hati bilamana tenggelam dalam zikir kepada Allah Ta’ala, niscaya syetan itu terhalang dari pada ia membuat bekas dengan bisikan itu, seperti orang yang tenggelam dalam cita-citanya. Kadang-kadang ia berkata dan tidak dapat dipahami. Sekalipun suara itu lewat pada pendengarannya.
Satu golongan berkata: “Bisikan syertan dan bekasnya itu juga tidak dapat gugur. Tetapi penguatannya pada hati itu bisa gugur. Seolah0olah hati dibisikkan dari jauh dan atas bisikan lemah.
Satu golongan berkata: “Bisikan syetan itu dapat hilang ketika berzikir kepada Allah Ta’ala dalam waktu yang singkat. Dan zikir kepada Allah itu juga dapat hilang dalam waktu yang singkat.
Keduanya saling bergantian dalam waktu yang berdekatan jaraknya yang dikira karena berdekatannya, karena waktu-waktu itu sama. Itu seperti bola yang padanya terdapat titik-titik yang berbeda-beda. Dan engkau bilamana memutar bola itu dengan cepat, niscaya engkau lihat titik-titik itu bundaran disebabkan karena cepat bersambungnya dengan gerakan. Mereka itu membuat dalil bahwasanya persembunyian syetan itu telah ada pada hadist. Dan kita menyaksikan bisikan itu bersama dengan zikir. Dan tidak ada jalan lain kecuali ini.
Satu golongan berkata: “Bisikan dan dzikir itu berjalan bergandengan dalam hati yang tidak ada putus-putusnya. Sebagaimana manusia kadang-kadang melihat dengan dua matanya pada dua barang dalam satu keadaan. Demikian pula hati kadang-kadang menjadi tempat berjalan untuk dua barang. Rasulullah SAW telah bersabda:
مَامِنْ عَبْدٍ إِلاَّوَلَهُ اَرْبَعَةُ اَعْيُنٍ عَيْنَانِ فِى رَأْسِهِ يَبْصُرُبِهِمَا اَمْرَدُنْيَاهُ وَعَيْنَانِ فِى قَلْبِهِ يَبْصُرُبِهِمَا اَمْرَدِيْنِه
“Tidak ada seorang hamba melainkan ia mempunyai empat mata. Dua mata berada di kepalanya yang dapat digunakan untuk melihat urusan dunianya dan dua mata yang lain berada di hatinya yang dapat digunakan untuk melihat urusan agamanya”.
Sejak bangun tidur sampai tidur kembali kita berdzikir kepada Allah, beristigfar, memohon ampun, bertasbih memuji kebesaran dan keagungan Allah, bersyukur atas segala kenikmatan yang kita rasakan, bertakbir untuk mengecilkan diri dihadapan-Nya, dan akhirnya melenyapkan diri dan ego kita terhadap ego Allah dalam segala aktifitas yang kita jalani.
http://zawiyahpangandaran.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar