Logo Lama Pusat Pendidikan Artileri Pertahanan Udara ( Pusdik Arhanud )
Pusdik Arhanud adalah Pusat Pendidikan Artileri Pertahanan Udara merupakan Satuan yang berkedudukan di bawah Pusat Kesenjataan Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud) dan bertugas menyelenggarakan pendidikan kecabangan Artileri Pertahananan udara (Arhanud) dalam rangka mendukung tugas Pussenarhanud.
Sumber Kutipan Artikel : pusdikarhanud.mil.id
Logo Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia ( POLRI )
Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu wadah organisasi POLRI berbentuk Divisi yang bertanggungjawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan dilingkungan internal organisasi POLRI yang disingkat Div Propam POLRI sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus POLRI di tingkat Markas Besar yang berada lansung di bawah Kapolri.
Logo Skadron 12 TNI Angkatan Udara ( AU )
Skadron Udara 12 diresmikan penggunaannya dengan home base di Lanud Kemayoran mulai tanggal 1 September 1963 dengan kekuatan 10 pesawat MiG-19. Namun demikian pesawat tersebut tidak memiliki kemampuan yang diharapkan. Sehingga tugas-tugasnya digantikan pesawat MiG-21. Sedangkan pesawat Mig-19 sendiri dijual ke Pakistan.
Skadron udara 12 memilik andil yang besar dalam dalam operasi Dwikora dengan kekuatan MiG-21F. Namun demikian pada akhir dekade 60-an, Skadron Udara 12 dilikuidasi karena tidak adanya dukungan suku cadang.
Tahun 1980, adalah masa kebijakan “pintu terbuka” Amerika kepada ABRI. Gelombang alat perang datang tiba-tiba. TNI AU sendiri mendapatkan pesawat 16 pesawat A-4 Skyhawk yang dialokasikan untuk Skadron Udara 12. Sebagai home base adalah pangkalan udara Iswahjudi.
Lima tahun berada di Lanud Iswahjudi, Skadron Udara 12 harus pindah ke Pekanbaru sejak tanggal 28 Maret 1985. Kepindahan ini berkaitan dengan pemerataan kekuatan udara untuk menjaga seluruh wilayah dirgantara nasional. Sebelumnya wilayah Sumatera belum memiliki kekuatan pesawat tempur untuk menjaganya. Dengan datangnya kekuatan pesawat A-4, diharapkan bisa mengatasi kerawanan wilayah udara Sumatera. Pada tahun 1994, karena menurunnya kesiapan pesawat A-4 Skadron Udara 12, sisa pesawat yang ada disatukan ke Skadron Udara 11 Hasanudin, Makassar.
Pada tanggal 14 Mei 1997, Menhankam Edi Sudradjat menyerahkan “perwakilan” 24 pesawat Hawk 100/200 kita kepada Pangab Jendral Feisal Tanjung di Lanud Pekanbaru. Salah satu peran Skadron Udara 12 yang menonjol adalah operasi pengamanan wilayah perbatasan Timor Timur saat jajak pendapat.
Logo Batalyon Kavaleri ( Yonkav ) 8 / Tank - Narasinga Wiratama Pasuruan
Request logo By Novi Alim Murdani
Batalyon Kavaleri 8/Tank-Narasinga Wiratama Divisi Infanteri 2/Kostrad adalah sebuah pasukan kavaleri Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang diresmikan pada 24 Juli 1962 dan bermarkas di Pasuruan, Jawa Timur.
Yonkav 8/Tank dengan menggunakan senjata berkaliber besar dan kendaraan yang berlapis baja beroda rantai sebagai alat utama untuk mendekati dan menghancurkan musuh.
Pada saat pembentukan Yonkav 8/Tank merupakan bagian dari kekuatan Korra I Caduad, namun ketika Brigade Kavaleri I Kostrad pada tahun 1963, maka Yonkav 8/Tank memperkuat jajaran Brigade Kavaleri I dengan alat utama Ranpur AMX-13 kaliber 75 mm. Kemudian pada tanggal 6 Juli 1987 diadakan penggantian alat peralatan menjadi Ranpur AMX-13 kaliber 105 mm buatan Perancis dengan tahun pembuatan 1961. Lalu pada tahun 1999 Alutsista Yonkav 8/Tank juga mengalami perkembangan dan diubah menjadi Ranpur keluarga Scorpion dan Stormer buatan Inggris dengan tahun pembuatan 1997 sebanyak 53 unit. Yonkav 8/Tank akan segera perbaharui dengan 42 unit tank Leopard 2A4, saat ini baru mendapatkan sebuah tank Leopard 2A4 sebagai sarana familiarisasi bagi para personel.
Yonkav 8/Tank dengan menggunakan senjata berkaliber besar dan kendaraan yang berlapis baja beroda rantai sebagai alat utama untuk mendekati dan menghancurkan musuh.
Pada saat pembentukan Yonkav 8/Tank merupakan bagian dari kekuatan Korra I Caduad, namun ketika Brigade Kavaleri I Kostrad pada tahun 1963, maka Yonkav 8/Tank memperkuat jajaran Brigade Kavaleri I dengan alat utama Ranpur AMX-13 kaliber 75 mm. Kemudian pada tanggal 6 Juli 1987 diadakan penggantian alat peralatan menjadi Ranpur AMX-13 kaliber 105 mm buatan Perancis dengan tahun pembuatan 1961. Lalu pada tahun 1999 Alutsista Yonkav 8/Tank juga mengalami perkembangan dan diubah menjadi Ranpur keluarga Scorpion dan Stormer buatan Inggris dengan tahun pembuatan 1997 sebanyak 53 unit. Yonkav 8/Tank akan segera perbaharui dengan 42 unit tank Leopard 2A4, saat ini baru mendapatkan sebuah tank Leopard 2A4 sebagai sarana familiarisasi bagi para personel.
Sejarah
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri/KSAD nomor KPTS/911/Juli/1962 tanggal 9 Juli 1962 tentang pengesahan berdirinya Batalyon Kavaleri 8/Tank, maka pada tanggal 23 Juli 1962 diresmikan Batalyon Kavaleri 8/Tank bersamaan dengan diresmikan Batalyon Kavaleri 7/Panser oleh Menteri/KSAD Mayor Jenderal TNI Ahmad Yani, dalam suatu upacara militer di lapangan Tegalega Bandung.
Berdasarkan Surat perintah Pangkostrad nomor Sprin/463/VI/1985 tanggal 25 Juni 1985 tentang likuidasi dan reorganisasi satuan jajaran Kostrad, maka Yonkav 8/Tank masuk dalam kekuatan jajaran Divisi Infanteri 2 Kostrad sampai dengan sekarang. Berkaitan dengan perubahan tersebut susunan organisasinya pun mengalami perubahan dari TOP ROK 60 menjadi TOP ROK 64 dan selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan KASAD nomor Skep/1259/XII/1975 berubah menjadi TOP ROK 73 yang berlaku sampai dengan bulan Maret 1988, kemudian berubah lagi menjadi TOP ROK 86 sesuai dengan Surat Keputusan KASAD nomor Skep/53/V/1986 [[tanggal 6 Mei 1986 dan pada tahun 2000 sesuai dengan Keputusan KASAD nomor Kep/07/V/2000 tanggal 26 Mei 2000]] berubah lagi menjadi Orgas Yonkav Tank sampai dengan sekarang.
Berdasarkan Surat perintah Pangkostrad nomor Sprin/463/VI/1985 tanggal 25 Juni 1985 tentang likuidasi dan reorganisasi satuan jajaran Kostrad, maka Yonkav 8/Tank masuk dalam kekuatan jajaran Divisi Infanteri 2 Kostrad sampai dengan sekarang. Berkaitan dengan perubahan tersebut susunan organisasinya pun mengalami perubahan dari TOP ROK 60 menjadi TOP ROK 64 dan selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan KASAD nomor Skep/1259/XII/1975 berubah menjadi TOP ROK 73 yang berlaku sampai dengan bulan Maret 1988, kemudian berubah lagi menjadi TOP ROK 86 sesuai dengan Surat Keputusan KASAD nomor Skep/53/V/1986 [[tanggal 6 Mei 1986 dan pada tahun 2000 sesuai dengan Keputusan KASAD nomor Kep/07/V/2000 tanggal 26 Mei 2000]] berubah lagi menjadi Orgas Yonkav Tank sampai dengan sekarang.
Pada saat terbentuknya tahun 1962 Yonkav 8/Tank berlokasi di Jalan Ciremay No. 19 Bandung, selanjutnya pada tahun 1968 Yonkav 8/Tank dipindahkan ke Jalan Salak Bandung, sebagai kebijaksanaan Komando Atas untuk membuat Batalyon Model, maka pada tanggal 28 Agustus 1995 Yonkav 8/Tank dipindahkan dari Bandung Jawa Barat ke Jawa Timur, tepatnya terletak di Desa Beji, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan sampai dengan sekarang.
Sumber kutipan Artikel : Wikipedia
Logo Skadron Teknik 024 TNI Angkatan Udara ( AU )
TERBENTUKNYA SKADRON TEKNIK 024
Dengan telah bertambah banyaknya jumlah pesawat-pesawat helikopter yang berada di jajaran Lanud Semplak (sekarang Lanud Atang Sendjaja), maka dianggap bahwa “skadron percobaan” berhasil. Ternyata bangsa kita mampu membentuk dan mengoperasikan satuan udara dengan kekuatan pesawat-pesawat helikopter. Oleh karena itu seiring dengan ditingkatkannya status Skadron Percobaan Helikopter menjadi Skadron 6 Helikopter, maka dibentuk pula satuan yang bertugas memelihara dan merawat pesawat-pesawat helokpter tersebut dengan sebutan Skadron Tehnik 6 dan berkedudukan di PAU Andir (sekarang Lanud Husein Sastranegara Bandung). Adapun yang dipercaya sebagai Komandan Skadron Tehnik 6 adalah Letnan Udara I Joem Soemarsono.
Dengan telah bertambah banyaknya jumlah pesawat-pesawat helikopter yang berada di jajaran Lanud Semplak (sekarang Lanud Atang Sendjaja), maka dianggap bahwa “skadron percobaan” berhasil. Ternyata bangsa kita mampu membentuk dan mengoperasikan satuan udara dengan kekuatan pesawat-pesawat helikopter. Oleh karena itu seiring dengan ditingkatkannya status Skadron Percobaan Helikopter menjadi Skadron 6 Helikopter, maka dibentuk pula satuan yang bertugas memelihara dan merawat pesawat-pesawat helokpter tersebut dengan sebutan Skadron Tehnik 6 dan berkedudukan di PAU Andir (sekarang Lanud Husein Sastranegara Bandung). Adapun yang dipercaya sebagai Komandan Skadron Tehnik 6 adalah Letnan Udara I Joem Soemarsono.
Logo Batalyon Kavaleri ( Yonkav ) 2 / Tank Turangga Ceta - Ambarawa
Request logo By Novi Alim Murdani
Batalyon Kavaleri 2/Turangga Ceta Kodam IV/Diponegoro adalah sebuah pasukan kavaleri Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tugas pokoknya melaksanakan operasi tempur dan pengamanan dengan menggunakan peralatan berat dan lapis baja untuk menunjang tugas Kodam Diponegoro.
Pada tahun 2006 sesuai dengan Skep Kasad nomor 7/V/2000 tanggal 26 Mei 2000 [1] tentang orgas Yonkav 2/Tank, Skep Pangdam IV/Dip nomor Skep/8/I/2005 tanggal 28 Januari 2005 tentang pengesahan berlakunya orgas Yonkav 2/Tank dan Sprint Pangdam IV/Diponegoro nomor Sprint/175/II/2005 tanggal 23 Februari 2005 tentang penyesuaian orgas Yonkav 2/Tank dan Kikavser 2, dilaksanakan validasi organisasi Yonkav 2/Serbu menjadi Yonkav 2/Tank yang berkedudukan di Ambarawa yang terdiri atas Mayonkav, Kompi Markas, Kompi Tank 21, Kompi Tank 22 dan Kompi Tank 23. Kompi Panser 24 menjadi kompi panser 2 berkedudukan di Demakijo, Gamping, Yogyakarta.
Pada tahun 2006 sesuai dengan Skep Kasad nomor 7/V/2000 tanggal 26 Mei 2000 [1] tentang orgas Yonkav 2/Tank, Skep Pangdam IV/Dip nomor Skep/8/I/2005 tanggal 28 Januari 2005 tentang pengesahan berlakunya orgas Yonkav 2/Tank dan Sprint Pangdam IV/Diponegoro nomor Sprint/175/II/2005 tanggal 23 Februari 2005 tentang penyesuaian orgas Yonkav 2/Tank dan Kikavser 2, dilaksanakan validasi organisasi Yonkav 2/Serbu menjadi Yonkav 2/Tank yang berkedudukan di Ambarawa yang terdiri atas Mayonkav, Kompi Markas, Kompi Tank 21, Kompi Tank 22 dan Kompi Tank 23. Kompi Panser 24 menjadi kompi panser 2 berkedudukan di Demakijo, Gamping, Yogyakarta.
Sejarah
Sejarah terbentuknya Batalyon Kavaleri 2/Turangga Ceta diawali peristiwa 31 Desember 1949, yakni persitiwa penyerahan kedaulatan RI dari Pemerintah Belanda, semua peralatan tempur seperti tank dan panser yang ada di Jawa Tengah diserahkan kepada Panglima Divisi III Teritorium IV Kolonel Gatot Subroto. Pada Februari 1950, Lettu A Hasan S. ditunjuk untuk menyusun Pasukan Berlapis Baja yang berada di bawah komando dan terbentuk pada 4 April 1950, yang kemudian diperingati sebagai HUT Yonkav 2/Turangga Ceta.
Yonkav 2/Serbu di awal berdirinya berkedudukan di Magelang. Kemudian dipindahkan ke Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah pada awal tahun 1980-an.
Markas Batalyon di Ambarawa terdiri atas 1 Kompi Markas (Kima) dan 3 Kompi Penyerbu (Kibu 21, 22, 23), serta Ton 3 dan Ton Pandu Kiser 24. Satu kompi panser (Kiser 24) berkedudukan di Demak Ijo, Gamping, Sleman, Yogyakarta.
Peralatan yang digunakan antara lain Tank AMX-13, Saracen dan Saladin.
Yonkav 2/Serbu di awal berdirinya berkedudukan di Magelang. Kemudian dipindahkan ke Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah pada awal tahun 1980-an.
Markas Batalyon di Ambarawa terdiri atas 1 Kompi Markas (Kima) dan 3 Kompi Penyerbu (Kibu 21, 22, 23), serta Ton 3 dan Ton Pandu Kiser 24. Satu kompi panser (Kiser 24) berkedudukan di Demak Ijo, Gamping, Sleman, Yogyakarta.
Peralatan yang digunakan antara lain Tank AMX-13, Saracen dan Saladin.
Sumber Kutipan Artiekel : Wikipedia
Logo Grup C Pasukan Pengamanan Presiden ( Paspampres ) Tangguh Setia Waspada
Request Logo by Novi Alim Murdani
Grup C Paspampres, berkekuatan 2 detasemen melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap tamu negara dan keluarganya, serta 1 detasemen latihan bertugas melatih dan membina kemampuan personel Paspampres.
- Batalyon Pengawal dan Protokoler Kenegaraan.
- Skuadron Kavaleri Panser.
- Detasemen Musik (Densik)
- Batalyon Pengawal dan Protokoler Kenegaraan.
- Skuadron Kavaleri Panser.
- Detasemen Musik (Densik)
Logo Batalyon Kavaleri ( Yonkav ) 9 Cobra - Satya Dharma Kala - Tangerang
Batalyon Kavaleri 9/Cobra Kodam Jaya adalah sebuah pasukan kavaleri Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berdiri pada tanggal 9 Oktober 1971. Saat itu batalyon ini masih tergabung dalam Brigade Kavaleri 1/Kostrad. Pada tahun 1985 batalyon ini dipindahkan ke Brigif 1/Jaya Sakti, dengan SK KASAD nomor 43/V/1985 tanggal 27 Mei 1985. Markas Yonkav 9/Cobra berada di Jl. Raya Serpong Km 10 Serpong, Tangerang, Banten.
Sejarah
Batalyon Kavaleri 9/Penyerbu atau disebut juga batalyon kavaleri 9/cobra Serpong Tangerang berdiri pada tanggal 9 Oktober 1971. Saat itu batalyon kavaleri 9 masih tergabung dalam brigade kavaleri I / Kostrad, kemudian pada tahun 1985 batalyon kavaleri 9 dipindahkan ke Brigif 1/Jaya Sakti sesuai dengan SK KASAD no.43/V/1985 pada tanggal 27 Mei 1985. Brigadi Infanteri 1/Jaya Sakti adalah kesatuan organik Kodan Jaya yang bertugas mengamankan Ibukota RI. Pembentukan Brigif 1/Jaya Sakti pada tanggal 27 Desember 1963 sesuai keputusan Pangdam V/Jaya No. Kpts/177-12/XII/1963. Brigif 1/Jaya Sakti memiliki Dhuaja “Jaya Sakti” yang mengandung arti bahwa setiap prajurit Brigif 1/Jaya Sakti. Dengan kewibawaan senantiasa mengabbdikan diri sebagai bhayangkari nusa dan bangsa dengan penuh kebenaran dan kejujuran, sesuai dengan sapta marga TNI, marga ke-3.
Persenjataan
Untuk persenjataan utama batalyon kavaleri 9 senjata utama adalah Tank AMX-13 versi angkut dengan senjata 12,7 mm dan Mo 81mm buatan Amerika Serikat dengan jumlah tank 60 unit. Batalyon Kavaleri sendiri adalah satuan militer yang dipimpin oleh seorang Letnan Kolonel dan terdiri dari 3 kompi pemukul dan 1 kompi markas, Yonkav 9/cobra adalah salah satu dari kavaleri yang tersebar dibeberapa wilayah, Yonkav 9/cobra bermarkas di Serpong Tangerang. Batalyon merupakan bagian taktis dari suatu brigade dan dapat juga berdiri sendiri dengan tugas taktis dan administratif. Dibawah Kodam Jaya dan Brigif I Pengamanan Ibukota/Jaya Sakti, bertugas sebagai pasukan pengamanan ibukota, mengamankan dan menegakan kedaulatan NKRI khususnya diwilayah ibukota, selain itu juga sebagai pasukan yang terlibat langsung dalam upacara, protokoler, serta pengaman objek vital.
Sumber Kutipan Artikel : Wikipedia
Logo Skadron 1 TNI Angkatan Udara ( AU )
Lambang Skadud 1
Anak Jonga Menjadi Maskot
LOGO SKADUD 1
Pada suatu hari sekitar pukul 05.15 di Pangkalan Udara Kendari Letnan Noordraven, Letnan Ismail dan Letnan Jimy, bergegas menuju pesawat Dakota yang akan mengangkut mereka dinas ke Jakarta. Tiba-tiba Letnan Ismail melihat anak Jonga yang tanpa ragu-ragu mengikuti juru mesin Letnan Jimy Lantang. Sewaktu akan ditangkap anak Jonga itu tidak berusaha melarikan diri, spontan Letnan Jimy membuka kedua belah tangannya dan anak jonga tersebut tanpa rasa takut dan gagah menuju ke arah uluran tangan Letnan Jimy. Dan segera dipeluknya selanjutnya anak jonga tersebut dibawa ke Jakarta. Peristiwa ini merupakan yang pertama kali bahwa anak jonga terbang dengan pesawat angkutan udara RI.
Pada saat itu terlintas dalam pikiran Letnan Noordraven dan Letnan Ismail bahwa Skadron Udara 1/ Pembom belum mempunyai maskot atau lambang. Alangkah baiknya apabila anak jonga ini dijadikan maskot dan sekaligus mengabadikan bentuk tubuh jonga sebagai lambang satuan pembom. Akhirnya, setelah beberapa kali dilakukan seleksi dan konsultasi antar para perwira yaitu Leppy Susatyo, Dichadinoto, Noordraven dan Ismail, terpilihlah anak Jonga sebagai Lambang Skadron Udara 1 Pembom secara resmi yang dilukis oleh Letnan Ismail.
Profil Skadud 1
Dasar : Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor Kep/6/III/1999 tanggal 6 Maret 1999 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur.
a. Kedudukan. Sesuai Kep. Kasau di atas, Skadron Udara adalah satuan pelaksana operasional Wing yang berkedudukan langsung di bawah Dan Wing. Namun, karena di Lanud Supadio belum ada Wing, maka kedudukan Skadud 1 berada lang-sung di bawah Dan Lanud.
b. Tugas. Tugas Pokok Skadron Udara 1 adalah Menyiapkan dan melaksana-kan pembinaan dan pengoperasian unsur-unsur udara sesuai fungsinya (pesawat dan awak pesawat) yang berada dalam satuannya.
c. Fungsi. Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut, Skadud 1 menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1) Menyelenggarakan pembinaan dan penyiapan flight-flight (Operasi, Latihan dan Pemeliharaan) untuk tugas-tugas latihan dan operasi.
2) Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan proja Wing/Lanud.
3) Menyelenggarakan penjadwalan pesawat/jam terbang dan awak pesawat serta peralatan lain untuk menjamin kelancaran pembinaan dan penyiapan kegiatan operasi dan latihan.
4) Menyelenggarakan pengumpulan dan perekaman data untuk penyem-purnaan taktik dan teknik operasi latihan.
5) Menyelenggarakan pemeliharaan pesawat sampai dengan tingkat ringan.
d. Kemampuan. Dengan diterimanya Alutsista pesawat Hawk 200 Batch II dan beberapa perlengkapan pendukungnya, maka Skadron Udara 1 memiliki kemampuan untuk :
a. Melaksanakan serangan dari udara ke permukaan dengan persenja-taan konvensional maupun dengan Rudal Maverick, didukung oleh peralatan Nav/Attack System yang sangat akurat dengan bantuan Radio Altimeter dan RADAR APG-66H.
b. Melaksanakan Visual Recce, Electronic Recce dan Armed Recce de-ngan menggunakan :
1) INS (Inertial Navigation System) yang menggunakan GPS (Global Positioning System) sebagai sistim navigasi yang sangat akurat, me-mungkinkan untuk terbang navigasi pada malam hari.
2) VTR (Video Tape Recorder) yang dapat merekam HUD (Head Up Display) dan gambar permukaan bumi yang dilewati pesawat serta inter-com dan komunikasi dengan luar maupun warning dari pesawat itu sen-diri selama 120 menit air time.
3) Pesawat Hawk-200 siap menggunakan peralatan Camera Pod (namun peralatan tersebut belum ada) siap juga dipasangi jamming pod chaff & flares).
c. Melaksanakan Air Refueling, yang dapat menambah Radius of Action dan jarak jelajah.
d. Membawa persenjataan AIM-9-P-4 dengan Canon 30 mm sebagai persenjataan Udara ke Udara.
e. Mendeteksi sasaran bergerak di udara serta sasaran diam di darat mau-pun di laut menggunakan perlengkapan RADAR type APG-66H dengan jarak jangkau sampai 80 NM yang memiliki kemampuan anti Jamming. Dengan peralatan tersebut ditambah dengan peralatan Avionic yang mutahir, maka memungkinkan pesawat Hawk-200 ini dapat digunakan dalam berbagai cuaca.
f. Mampu menangkap Frekuensi Gelombang Elektromagnetik (band E s.d. J 2 s/d 18 GHz ) yang dipancarkan oleh Radar lain, baik Radar Early Warn-ing, Airborne Radar maupun Radar Guided Missile dengan peralatan RWR (Radar Warning Receiver). Peralatan RWR ini selain dapat menangkap ge-lombang Elektromagnetik, juga dilengkapi dengan peralatan yang dapat meng-olah dan memprogram data yang ditangkap tersebut menjadi database yang dibutuhkan untuk pelaksanaan operasi. Peralatan ini sudah siap untuk integ-rasi dengan Apollo Jamming Pod, Chaff dan Flares melalui program “Merlin”.
g. System yang ada di pesawat sangat sederhana, sehingga dalam kondisi mendesak/urgent dapat melaksanakan operasi mandiri tanpa membutuhkan peralatan bantu untuk start engine dan ground handling-nya sangat seder-hana dengan tingkat resiko yang kecil.
h. Melaksanakan Transisi/Konversi, Spesialisasi (Element Leader, Flight Leader, Instruktur Pilot, Test Pilot, Instrument Rating Examiner) dan Refresh-ing. Jumlah Instruktur yang ada sebanyak 4 orang. Pesawat Latih dengan termpat duduk ganda yang ada sebanyak 3 Hawk-100 dan fasilitas yang tersedia di Skadud 1 untuk mendukung kegiatan tersebut di atas yaitu :
1) CALS (Computer Aided Learning System) sebagai alat bantu untuk Ground School dengan kesiapan 6 unit dari 8 unit yang ada.
2) FBT (Fixed Base Trainer) yaitu peralatan serupa dengan simu-lator dengan tampilan layar datar sebagai alat bantu untuk melaksana-kan prosedur terbang. Kondisinya baik, hanya Control Column tidak berfungsi dengan baik karena ada gangguan program, sehingga res-ponnya lambat. Namun suply power yang utama kondisi US, sehingga menggunakan secondary supply power dan akhirnya penggunaannya dihemat.
3) RAPTT (Reconfigurable Avionic Post Task Trainer), yaitu peralat-an yang lebih sederhana dari FBT, digunakan untuk melatih penerbang dalam mengoperasikan peralatan avionic di pesawat termasuk Radar dan RWR.
Logo Skadron 31 TNI Angkatan Darat ( AD ) Serbu - Amur Yudha Cakti
Skadron 31/Serbu selain berperan sebagai satuan penerbangan Angkatan Darat dalam Operasi Militer Perang (OMP), juga berperan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Konsep awal satuan Penerbad adalah membantu mobilitas dan daya gerak bagi satuan infantri di darat. Kemudian seiring tuntutan perkembangan zaman, tugas pokok dan fungsi skadron 31/Serbu pun ikut berkembang. Baik dalam operasi militer perang maupun operasi militer selain perang.
Dalam operasi militer perang Skadron 31/Serbu berfungsi sebagai Mobud atau mobil udara
yaitu pengiriman atau pengangkutan pasukan ke daerah pertempuran. Selain itu juga berfungsi sebagai bantuan tembakan udara untuk membantu pasukan yang bertempur didarat, dan komando. Selain bertugas untuk operasi militer Skadron 31/Serbu juga difungsikan untuk misi-misi militer selain perang, antara lain pengiriman bantuan ke daerah bencana yang sulit untuk dijangkau lewat jalur darat, berupa pengiriman tim medis, obat-obatan dan bantuan logistik. Skadron ini salah satu skadron Penerbad yang dilengkapi dengan heli berkemampuan serang Mi 35P dan telah teruji dalam banyak operasi di berbagai belahan dunia. Skadron ini juga dilengkapi dengan heli serbu serba guna (Mi 17V5) yang berkategori medium utility helicopter dengan kemampuan angkut besar, dengan memiliki kemampuan menggotong persenjataan yang bervariasi dengan pilon tambahan.
Dalam operasi militer perang Skadron 31/Serbu berfungsi sebagai Mobud atau mobil udara
yaitu pengiriman atau pengangkutan pasukan ke daerah pertempuran. Selain itu juga berfungsi sebagai bantuan tembakan udara untuk membantu pasukan yang bertempur didarat, dan komando. Selain bertugas untuk operasi militer Skadron 31/Serbu juga difungsikan untuk misi-misi militer selain perang, antara lain pengiriman bantuan ke daerah bencana yang sulit untuk dijangkau lewat jalur darat, berupa pengiriman tim medis, obat-obatan dan bantuan logistik. Skadron ini salah satu skadron Penerbad yang dilengkapi dengan heli berkemampuan serang Mi 35P dan telah teruji dalam banyak operasi di berbagai belahan dunia. Skadron ini juga dilengkapi dengan heli serbu serba guna (Mi 17V5) yang berkategori medium utility helicopter dengan kemampuan angkut besar, dengan memiliki kemampuan menggotong persenjataan yang bervariasi dengan pilon tambahan.
Logo Skadron 7 TNI Angkatan Udara ( AU )
TERBENTUKNYA SKADRON UDARA 7
Skadron Udara 7 lahir seiring dengan lahirnya Wing Operasi 004 Helikopter pada tanggal 25 Mei 1965, sebagai wadah bagi pesawat-pesawat Mi-4 dan SM-1 serta semua jenis helikopter Bell sebagai pesawat angkut khusus. Ketika didirikan yang dipercaya untuk memimpin Skadron Udara 7 adalah Letnan Udara Satu Achmad Aulia Suratno dengan perwira tekniknya LU I Suhardjito.
Secara historis terbentuknya Skadron Udara 7 dan Wing Operasi 004 memiliki ikatan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya dilahirkan pada waktu yang bersamaan sebagai pengembangan dari Skadron 6 Helikopter. Pada saat itu AURI menginginkan agar memiliki wadah yang lebih memadai bagi pesawat-pesawat helikopter yang terus bertambah banyak, sekaligus mampu mengkoordinir berbagai bentuk kegiatan operasi yang semakin kompleks.
Setelah diresmikan pembentukannya, selama kurun waktu tahun 1965 sampai 1970, Skadron Udara 7 terus menata kelembagaan dan administrasinya. Salah satu upaya yang dilaksanakan terutama dalam mendukung satuan tugas Wing Operasi 004 Helikopter. Selain mengemban tugas rutin, operasi militer dan tugas-tugas lain, Skadron 7 mendidik juga para calon penerbang pesawat helikopter, adapun pesawat helikopter yang digunakan SM-1 dan SM-4. Pada akhir tahun 1965 Skadron Udara 7 dihadapkan dengan tugas untuk melakukan Operasi Penegak di daerah Jawa Barat dan Operasi Mental di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Operasi ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan G-30s/PKI. Dalam mendukung operasi ini dikerahkan satu buah pesawat jenis Bell-204B dan tiga buah MI-4.
Selepas Operasi Penegak dan Mental, Skadron Udara 7 diberi kepercayaan untuk ambil bagian pada Operasi Samber Kilat. Operasi ini dimaksudkan untuk mendukung Operasi Sapu Bersih yang dilaksanakan Kodam XII Tanjungpura dalam menumpas gerombolan bersenjata Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku). Kekuatan dari kedua gerombolan ini tersebar di seluruh Kalimantan Barat dan di sepanjang perbatasan.
Untuk melaksanakan Operasi Samber Kilat ditugaskan dua buah pesawat jenis Bell-204B ditambah empat buah jenis MI 4 diantaranya dari Skadron Udara 6. Tugas yang dilakukan meliputi dropping pasukan ke daerah sasaran, dropping bantuan logistik, angkutanVIP atau pesawat Kodal, evakuasi medis dan recce flight.
Operasi ini berakhir pada bulan September 1968 dan behasil dengan baik, bahkan atas keberhasilan ini Pangdam XII Tanjugnpura, Brigjen AY. Witono, memberi julukan “Angel of the field” kepada pesawat-pesawat helikopter.
Namun meskipun dinyatakan berhasil dalam operasi ini terjadi musibah terhadap pesawat beregister H 225 di Sungkung pada tanggal 27
Januari 1967. Pada waktu itu pesawat Kapten Pilot Kapten Udara Supandi dan LU FX. Suwarno sebagai Co pilot, sedang bertugas mengirimkan bantuan logistik bagi pasukan di Sungkung.
Disamping melaksanakan operasi militer dalam kurun waktu 1965 – 1970 Skadron Udara 7 terlibat pada beberapa kegiatan kemanusiaan. Pengiriman pesawat-pesawat untuk program kemanusiaan ini dimaksudkan sebagai perhatian dan kepedulian Angkatan Udara terhadap permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat.
Pada bulan November 1965 saat kapal Norwegia Corval mengalami kandas di Ujung Kulon, Pantai Selatan Banten, Skadron Udara 7 diminta memberikan pertolongan penyelamatan bagi para penumpang. Tugas ini dilaksanakan dengan baik oleh pesawat SM I bersama MI 1 dari Skadron Udara 6. Operasi lainnya, selama dua minggu, mulai 19 Januari 1966, dikirim satu buah pesawat Bell 47G-2 Trooper untuk membantu usaha pembasmian hama tanaman kelapa di daerah Rembang. Di tahun yang sama tepatnya pada tanggal 19 September 1966 pesawat-pesawat yang dimiliki Skadron Udara 7 terlibat dalam Kowilu IV untuk melaksanakan tugas SAR di daerah Blitar dan Kediri untuk membantu menanggulangi musibah akibat bencana alam Gunung Kelud yang meletus.
Selain tugas-tugas operasi Skadron Udara 7 mengembangkan kerja sama dengan pihak luar melaksanakan pendidikan dan pelatihan seperti yang terjadi pada akhir tahun 1966, tepatnya mulai bulan November 1966 sampai dengan Februari 1967. Pada saat itu memberikan latihan kepada enam orang penerbang dan 15 orang teknisi dari Lembaga Pariwisata Indonesia (Gatari) dengan menggunakan Bell-204B.
Periode ini, tepatnya tahun 1967 dilaksanakan relokasi berupa penarikan kembali semua pesawat helikopter yang ada pada unit Istana Kepresidenan atas Instruksi Menteri/Panglima AU. Pesawat-pesawat tersebut adalah jenis SM1, S-58, Bell-204B dan 2 buah Bell-47J, yang dimasukkan dalam kekuatan Skadron 7. Sekalipun disibukkan dengan keterlibatan pada berbagai operasi baik itu operasi militer maupun operasi kemanusiaan, Skadron 7 tetap berupaya melakukan peningkatan kemampuan personelnya. Disamping dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan para personel, pelatihan-pelatihan tersebut merupakan kesempatan bagi personel dalam rangka mengembangkan kariernya. Tahun 1968 mengirimkan dua orang perwira teknik ke Amerika Serikat untuk mempelajari sistem pemeliharaan komponen pesawat Bell-204B “Jet Ranger”. Pengiriman personel ini merupakan bagian dari kerja sama dengan PN. Aerial Survey.
Kesulitan Suku Cadang (1971-1975)
Lingkup Wing Operasi 004 pada akhir tahun 1970 dihadapkan pada permasalahan kesulitan mencari suku cadang pesawat, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakan penerbangan. Sekalipun kondisi sulit, pemeliharaan keutuhan organisasi terus dilakukan dan salah satunya melalui alih tugas jabatan. Pada tanggal 23 Juni 1971 terjadi serah terima jabatan Komandan Wing Ops 004 dari Mayor Udara S.P Oetomo kepada Mayor Udara Maman Suparman. Serah terima jabatan juga terjadi pada Komandan Skadron 7 dari Mayor Udara Sugiarto kepada Mayor Udara Supandi yang terjadi pada tanggal 22 September 1971.
Kesulitan akan suku cadang ini dirasakan juga oleh pesawat-pesawat Skadron 7 yang rata-rata memasuki usia tua, terutama pesawat-pesawat yang berasal dari Eropa Timur. Langkah lain dalam mengantisipasi pemeliharaan pesawat-pesawat yang mulai menua ini adalah dengan mengirimkan personel-personelnya mengikuti pendidikan dan latihan, seperti yang dilakukan pada tahun 1970-1972. Dalam tiga tahun berturut-turut dilakukan pengiriman personel ke 5th Squadron di RAAF Fairbairn Base, Canberra. Pengiriman ini dimaksudkan dalam rangka menambah pengetahuan mengenai pemeliharaan atau pengelolaan pesawat jenis Bell 204B. Hasil dari pelatihan tersebut mengenal sistem pemeliharaan komponen yang disebut By Servicing.
Kemudian pada tahun 1972 kembali dikirim personel ke Helly Orient Pty, Singapura, dengan maksud melakukan kunjungan dan dalam rangka mempelajari kemungkinan pelaksanaan Inspections and Repair As Necessary (IRAN) khusus untuk menangani Bell 204B.
Pada tahun 1972 dilakukan rehabilitasi pesawat –pesawat jenis Bell 47G 2 Trooper dan Bell 47 J “Ranger” dalam pertimbangan usia pesawat yang mulai tua serta upaya menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Setelah selesai pesawat-pesawat ini kemudian dioperasikan oleh PN. Aerial Survey, sebagai bagian dari kerjasama. Mengawali kerja samanya dengan PN. Aerial Survey, bulan Januari 1971, melaksanakan survey pabrik gula dan perkebunan tebu di Pulau Jawa. Survey ini dilakukan selama satu tahun dengan menggunakan pesawat jenis Bell 47 J “Ranger”.
Masih dalam rangka kerja sama dengan PN. Aerial Survey, pada bulan Juni 1971 mengadakan survey bahan-bahan mineral (pasir besi) di sepanjang pantai selatan Jawa Barat, selama tidak kurang satu setengah bulan menggunakan pesawat Bell 47J Ranger. Periode 1971 sampai 1975 Skadron Udara 7 turut berpartisipasi pada operasi Wisnu, yang merupakan tindak lanjut Operasi Samber Kilat untuk menumpas gerombolan bersenjata PGRS/Paraku, di daerah Kalimantan Barat. Operasi ini dimulai pada bulan September 1972, yang pada awalnya menggunakan pesawat Bell 204B Iroquois, baru pada bulan Mei 1973 diperkuat dengan tiga buah pesawat tambahan UH 34D Sikorsky milik Skadron Udara 6. Tahun 1975 pesawat Iroquois ditarik total dari operasi tersebut untuk kemudian digantikan Sikorsky.
Operasi pesawat-pesawat helikopter ini berhasil menembak mati tokoh G30S/PKI daerah Kalimantan Barat, yaitu Sofyan. Sebelum ditembak, dilakukan pengejaran dari Pontianak sampai Tarenteng. Jenazahnya kemudian diangkut ke Pontianak menggunakan Bell 204B Iroquois. Skadron Udara 7 kembali mengalami nasib naas setelah pesawat Huges 500 dengan Kapten Pilot Kapten Pnb I Mulyadi mengalami kecelakaan di Sentani Irian. Pada saat itu pesawat tersebut sedang dioperasikan Pelita Air Service yang melakukan survey seismik di Irian Jaya. Pesawat terjatuh dan menggugurkan Mulyadi.
Sekalipun disibukkan dengan berbagai tugas dalam melakukan operasi militer maupun kerja sama dengan pihak-pihak luar, pesawat-pesawat Skadron Udara 7 masih mampu mengikuti latihan-latihan. Latihan dimaksudkan untuk mempertahankan kemampuan jam terbang para personil. Salah satu yang diikutinya adalah latihan gabungan ABRI, dengan melibatkan komando-komando daerah udara sejak tahun 1974.
Skadron Udara 7 pada unjuk keterampilan ini mengikutsertakan pesawat Bell 204B Iroquois dan bergabung dengan pesawat-pesawat lainnya seperti SA-330 Puma, UH-34D Sikorsky dan S 58T Twin Pac dari Skadud lain. Setelah latihan berjalan setahun, tepatnya pada tahun 1975, terjadi kecelakaan pesawat Mustang usai mengikuti latihan gabungan di sekitar Landasan Udara Branti. Dalam musibah tersebut pesawat Iroquois berhasil memberikan pertolongan.
Masa Penuh Tantangan (1976-1980)
Memasuki periode tahun 1971-1975 seluruh satuan Wing Ops 004 dihadapkan dengan tugas-tugas berat dalam upaya mendukung stabilitas negara dan keamanan masyarakat. Skadron Udara 7 sebagai satuan pelaksana tugas mendapat perintah untuk turut serta pada Operasi Tonggak di daerah perbatasan Kalimantan Timur bersama-sama pemerintah Malaysia. Pada saat itu dikerahkan pesawat Bell 204B untuk membuat tonggak-tonggak pembatas yang memisahkan RI dengan negara tetangga Malaysia mulai tanggal 2 April 1976 dan sebagai home base-nya di daerah Tarakan. Sedangkan untuk di sebelah Barat tepatnya di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak dilakukan operasi sejenis yang dilaksanakan oleh pesawat UH 34D dengan home base-nya di Pontianak. Berdasarkan cerita Marsekal Pertama Purn. Djoko Winarko, mantan Komandan Skadron Udara 7 periode 1986-1988 yang telibat langsung pada operasi tersebut, medan pada operasi tersebut sangat berat. Setiap pilot disamping dituntut untuk memiliki skill yang tinggi, juga harus memiliki ketenangan dan rasa percaya diri. Pada waktu itu Djoko diberi tugas untuk melakukan pematokan di sekitar perbatasan antara Kalimantan Barat dengan Serawak, namun diyakininya kondisi hutan Kalimantan, baik itu di Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur sama saja.
Setiap Pilot pesawat yang terlibat dalam Opersi Tonggak ini juga harus memiliki mental baja, sebab hutan yang masih liar dengan ketinggian pohon yang menjulang merupakan ancaman yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Untuk melakukan landing, pesawat harus melakukan manuver secara vertikal atau tegak lurus melewati celah-celah pohon. Sebetulnya apabila melihat kondisi alam, Djoko merasa tidak yakin akan melakukan pendaratan di atas landasan balok-balok yang telah disediakan. Hanya berbekal koordinat pada akhirnya pesawat yang diawakinya dapat memasok patok-patok raksasa ini kepada pasukan AD yang bertugas memasangnya. Operasi berakhir pada bulan Pebruari 1977.
Sementara itu pesawat-pesawat masih dalam melaksanakan tugas operasi, terjadi serah terima jabatan Komandan Skadron Udara 7 dari Mayor Pnb Supandi kepada Mayor Pnb Komar Somawirya, yang sebelumnya ditugaskan di PT. Pelita Air Service, pada tanggal 22 Mei 1976. Penggantian pimpinan ini merupakan bagian dari alih tugas komandan di lingkup Wing Ops 004.
Setahun setelah menjabat menjadi Komandan, Mayor Pnb Komar Somawirya turut terlibat dalam upaya membantu memulihkan kekacauan dan gejolak sosial yang timbul akibat adanya Gerakan Pengacau Liar (GPL) yang dipimpin oleh Martin Tabu. Skadron Udara 7 mengirimkan sebuah Bell 204B pada bulan Maret 1977 dan tiga buah pesawat lagi menyusul kemudian. Pesawat-pesawat yang bergabung ini melaksanakan squadron move untuk melakukan tugas Operasi Tumpas. Operasi ini tergolong berat dan pada saat itu tugas-tugas yang harus dilaksanakan adalah mobilitas udara, angkutan logistik, evakuasi medis, SAR dan lain sebagainya.
Sepanjang melaksanakan tugas di Irian Jaya diwarnai drama penyanderaan oleh pihak gerombolan pengacau keamanan di daerah James dan Waris. Pada waktu itu pesawatBell 204B harus dapat membebaskan sandera yang terdiri dari Danrem Kolonel Ismail, Ketua DPRD Jayapura dan beberapa pejabat lainnya. Sebelumnya gerombolan telah membunuh dua penerbang TNI AD dan membakar pesawat BO 105 milik Penerbad. Dengan kejadian ini operasi pembebasan sandera yang dipimpin langsung Komandan Skadron Udara 7 sangat menegangkan. Berkat kemampuan dan keuletan yang disertai disiplin tinggi dari para anggota yang terlibat, akhirnya sandera dapat dibebaskan dengan selamat.
Kemampuan Bell 204B Iroquois kembali diuji ketika ditugaskan berpartisipasi pada Operasi Seroja di Timor-Timur, yang dilakukan sejak tahun 1977. Operasi dimaksudkan untuk membantu warga masyarakat Bumi Loro Sae mewujudkan keinginannya berintegrasi ke negara kesatuan RI. Namun karena diantara warga ada yang tidak sependapat dan mengangkat senjata untuk menentangnya terjadilah pertempuran. Pada saat pesawat-pesawat helikopter ditugaskan untuk dropping pasukan dan logistik, evakuasi medis, tugas-tugas SAR angkutan VIP serta lain sebagainya.
Suasana yang terjadi pada Operasi Seroja ini berbeda dengan penumpasan kaum pemberontak, sebab kekuatan militer TNI harus berhadapan dengan tentara Fretilin, kelompok yang menentang integrasi dalam medan pertempuran. Suasana pertempuran begitu jelas dengan berondongan senapan mesin dan bergelimpangannya korban bermandikan darah diterjang peluru.
Lettu Lek R. Yeyet Drajat mengungkapkan pengalamannya ketika terlibat langsung dalam opersi tersebut, di mana pesawat Bell 204B yang diawakinya hilir mudik memberikan evakuasi medis. Suatu saat bersama dengan awak lainnya harus mengambil personil TNI berpangkat Peltu, yang malam sebelumnya terkena percikan granat pada lehernya. Korban sepertinya tidak akan mampu bertahan lebih lama karena lukanya sangat dalam dan hampir memutuskan tenggorokan. Darah kering nampak menghitam dibalut dengan kain seadanya.
R. Yeyet Drajat merasa iba apabila memperhatikan nasib personil TNI tersebut. Kalau saja salah satu sanak keluarga korban melihat kondisi seperti itu mungkin bukan saja menjadi kenangan pahit tetapi luka yang tidak pernah sembuh. Namun itulah resiko sebagai prajurit dan keluarga yang harus senantiasa mampu menerima kenyataan.
Sekalipun pesawat-pesawat Skadron Udara 7 tidak lagi terlibat Operasi Seroja, tetapi pertumpahan darah di Tim-Tim ini terus berlangsung sampai pada akhirnya Loro Sae terlepas dari pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1999 melalui referendum.
Ketegasan dalam operasi-operasi militer telah mendorong semangat personil Skadron Udara 7 untuk terus meningkatkan kemampuan terbangnya. Para personil yang ditugaskan dalam operasi diharuskan mengikuti latihan-latihan, baik itu yang dilaksanakan antar satuan Wing Ops 004 maupun lingkup TNI AU. Salah satu latihan yang diikuti pada periode ini adalah latihan bersama dengan negara-negara Asean, yang diikutinya se4jak tahun 1978. Pada latihan ini dari kekuatan Helikopter yang turut terlibat adalah SA-Puma , S 58T Twin pac dan Bell 204B Iroquois, seperti ketika pada latihan dengan angkatan bersenjata Diraja Malaysia yang diberi nama Elang Malindo. Latihan ini dilaksanakan di Kuching, tahun 1979.
Dengan adanya berbagai latihan ini dimaksudkan agar kesatuan-kesatuan di lingkungan TNI AU, khususnya satuan Skadron Udara 7 selalu dalam kondisi siap melaksanakan penugasan-penugasan dari pimpinan.
Modifikasi Bell 47-G “Soloy” (1981-1985)
Wing Ops 004 pada tahun 1981 melaksanakan pergantian hampir semua pimpinan di lingkungan satuan tugas dan dinas termasuk yang terjadi di Satuan Skadud 7. Letnan Kolonel Pnb Kosar Suryana, yang sebelumnya menjabat perwira operasi menerima jabatan Komandan dari Letkol Pnb Iskandar, yang kemudian ditugaskan pada dinas operasi Pangkalan Udara Husein Sastranegara Bandung.
Masih pada era tersebut, tepatnya bulan Mei terjadi kembali serah terima Komandan Skadron Udara 7 dari Letkol Pnb Kosar Suryana, yang mendapat jabatan baru sebagai Kepala Dinas Operasi Lanuma Husein Sastranegara, kepada Mayor Pnb Henky Dauhan, yang baru
menyelesaikan pendidikan di Sesko ABRI bagian Udara.
Tahun 1982 terjadi musibah bencana alam meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat. Skadud 7 mengikutsertakan pesawat Bell 204B Iroquois sebagai pesawat pendukung pesawat lain seperti SA-330 Puma dan S-58T Twin Pac untuk melakukan evakuasi korban dari tempat bencana dan distribusi perbekalan.
Masih pada tahun 1982, Skadron Udara 7 menerima hibah 12 buah pesawat Hughes-500 dari PT. Pelita Air Sevice. Sebelum diserahkan pesawat-pesawat ini sebetulnya sudah dioperasionalkan oleh personil-personil TNI AU, sehingga ketika pesawat diserahterimakan, kondisi dan kemampuan terbangnya telah dipahami. Pesawat ini untuk kemudian digunakan bagi keperluan pendidikan siswa Sekbang jurusan Helikopter latih lanjut.
Pesawat-pesawat Skadron Udara 7 kemudian diminta untuk turut berpartisipasi unjuk keterampilan pada serah terima Panglima ABRI dari Jenderal TNI M. Yusuf kepada Jenderal L.B Moerdani. Pada saat itu yang dikirim merupakan pesawat-pesawat latih Bell-47G3B1 Sioux. Bagi Sioux penampilannya di depan masyarakat umum ini merupakan yang terakhir, sebelum akhirnya masuk hanggar untuk dimodifikasi.
Sesuai rencana agar Sioux tetap mampu menyesuaikan dengan kebutuhan, pada tahun 1983 sampai 1984 dikirim personil ke Australia tempat asal Sioux, dengan maksud mendalami pemeliharaan termasuk yang ada kaitannya modifikasi menjadi “Soloy”. Sekembalinya ke tanah air para personil yang telah mendapatkan pembekalan ini langsung melaksanakan modifikasi Bell 47G3B1 Sioux menjadi keperluan pendidikan para siswa sekolah penerbang jurusan Helikopter dasar.
Operasi Boyong (1986-1990)
Dekade 1980-an Skadron Udara 7 difokuskan menjadi satuan pendukung Angkatan Udara yaitu melaksanakan pendidikan bagi siswa Sekbang jurusan Helikopter, yang sudah dirintis sejak tahun 1979. Kehadiran pesawat-pesawat Bell-47G Soloy hasil modifikasi dan Hughes 500 hibah dari PT.Pelita Air Service menjadi pesawat latih bagi keperluan pendidikan. Namun kemudian hanya pesawat Soloy saja yang memenuhi harapan sebagai pesawat latih, karena pada akhirnya Hughes 500 sudah jarang dioperasionalkan sebagai akibat turunnya kemampuan terbang yang dimilikinya.
Dengan memfokuskan diri pada pendidikan Sekbang yang terus mengalami perkembangan, Skadron Udara 7 memindahkan home base ke Pangkalan Udara Kalijati (pada waktu itu). Latar belakang niat hijrah ini guna mendukung fasilitas pendidikan terutama keberadaan pangkalan yang lebih leluasa. PAU Atang Sendjaja seakan semakin mengecil dengan bertambahnya pesawat dan volume kegiatan, karena selain Skadron Udara 7 terdapat pula Skadron Udara 6 dan 8.
Dipilihnya Pangkalan Udara Kalijati didasari oleh pertimbangan medan, yang dapat dimanfaatkan oleh pesawat-pesawat Skadron Udara 7 untuk latihan terbang. Selain itu kehadirannya menghidupkan kembali Kalijati yang memiliki nilai historis bagi perkembangan kedirgantaraan di Nusantara, khususnya untuk TNI Angkatan Udara.
Setelah melalui perencanaan yang matang, tepat pada hari Senin, 17 April 1989, rombongan tahap pertama dari tiga gelombang, meninggalkan PAU Atang Sendjaja menuju Kalijati. Sedangkan pada tahap-tahap selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 11 dan 13 Juni 1990. Perpindahan Skadron Udara 7 ini dikenal dengan nama “Operasi Boyong 7”.
Sebagai warga baru di Kalijati selama enam bulan pertama sejak kepindahan praktis tidak melakukan penerbangan, kecuali pemeliharaan pesawat. Kegiatan personil lebih banyak difokuskan pada upaya pembenahan sarana, termasuk menghidupkan kembali sarana bahan bakar minyak, sarana pembantu dan logistik yang telah lama mati.
Dengan telah dijadikannya Kalijati sebagai home base, selanjutnya diputuskan Skadron Udara 7 menjadi satuan pelaksana tugas Pangkalan Udara Kalijati atas dasar Keputusan KSAU nomor Kep?19/XI/1990. Melalui keputusan ini, maka untuk kemudian setiap penugasan operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Komandan Pangkalan TNI AU Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma).
Seputar “Operasi Boyong 7”
Berita tentang rencana boyongnya Skadron Udara 7 ke Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma) mengharuskan Lanud tersebut berbenah diri guna menyambut kedatangan salah satu Skadron Helikopter tersebut. Fasilitas penerbangan merupakan sarana yang paling mendapat perhatian, sehingga menampakkan kesibukan para pekerja yang hilir mudik diantara personil yang berseragan TNI AU. Beruntung semua fasilitas sudah terbangun dan tinggal dihidupkan kembali setelah lama sepi dari kegiatan penerbangan.
Dengan segala keterbatasan sarana dan perlengkapan yang terus di laksanakan penyempurnaan, sebagian pesawat Bell 47 G Soloy dan Hughes 500 C berikut beberapa penerbang dan teknisi melaksanakan penugasan di Lanud Kalijati. Kegiatan tersebut pada umumnya di laksanakan selama 2 minggu sampai 1 bulan, untuk selanjutnya dilaksanakan pertukaran awak pesawat. Hal ini terjadi karena seluruh awak pesawatnya masih bertempat tinggal di Lanud Atang Sendjaja. Namun demikian kesibukan mempersiapkan boyongan semakin hari semakin meningkat. Hal ini dirasakan oleh Suripto salah satu anggota Skadron Teknik 024 yang kebetulan mendapat tugas di Kalijati.untuk mendukung empat pesawat Hughes-500 C dan Bell-47 G Soloy yang sedang melaksanakan penerbangan.
Di dalam hanggar yang masih dalam kondisi darurat dan beratap seng sebagai tempat parkir pesawat, Suripto sibuk memeriksa kondisi pesawat Hughes 500 C yang baru menyelesaikan tugas penerbangan. Baju dinasnya dibiarkan terbuka untuk menghindari kegerahan akibat udara panas Kalijati. Namun dalam pikirannya muncul berbagai pertanyaan mengenai kegiatan aflos crew yang tidak kunjung datang, padahal sesuai jadwal tugasnya mendukung kegiatan penerbangan sudah selesai dan biasanya hanya 2 minggu harus kembali ke Atang Sendjaja. Di tengah-tengah kegalauannya muncul keyakinan bahwa rekan-rekannya belum menggantikan tugasnya karena sedang sibuk menyiapkan rencana kepindahan Skadron Udara 7 sebagaimana yang telah direncanakan.
Ketika Suripto mendapat kesempatan untuk pulang ke Atang Sendjaja, keyakinannya ternyata tidak meleset karena sesampainya di Bogor didapatinya para tetangganya sudah mempersiapkan kepindahannya sambil membereskan barang-barang rumah tangganya, sedangkan keluarganya masih tenang-tenang, belum bersiap-siap sama sekali apalagi membereskan perabot rumah tangganya.
Apabila di perumahan kesibukan keluarga besar Skadron Udara 7 membereskan peralatan rumah tangganya, di lingkungan kantor tampak kesibukan mengemas seluruh perlengkapan kantor. Pesawat yang turut di boyong ke Lanud Kalijati meliputi 5 buah pesawat Hughes 500 C tiga diantaranya siap terbang (H-500C, H-5010 dan H-5002), sedangkan dua buah lainnya dalan keadaan sedang melaksanakan pemeliharaan berat (H-5003 dan H-5005). Untuk pesawat jenis Bell 47 G soloy sebanyak tujuh buah, tiga diantaranya siap terbang sedangkan empat buah pesawat lainnya dalam kondisi sedang melaksanakan pemeliharaan.
Selama ini rencana kepindahan tersebut sebatas dalam bentuk penugasan, namun berdasarkan radiogram Panglima Komando Operasi TNI AU I Jakarta Nomor : TK/616/89/TKT, tanggal 4 April 1989 tentang rencana pemindahan markas Skadron Udara 7 dari Lanud Atang Sendjaja ke Lanud Kalijati. Dalam perintahnya disebutkan bahwa proses pemindahan Skadron Udara 7 terbagi dalam tiga gelombang, sebagai upaya untuk menyesuaikan kesiapan fasilitas perumahan dan perkantoran di Lanud Kalijati. Untuk menjaga keamanan baik personil mapun materiil dilaksanakan aflos setiap dua minggu sekali.
Tepat tanggal 17 April 1989 gelombang pertama boyongan dilaksanakan, dengan menggunakan jalan darat dan udara meliputi satu flight pesawat Huges 500 C sebanyak tiga pesawat, delapan penerbang dan tujuh teknisi sebagai pendukung. Tahap kedua tanggal 11 Juni 1990 diberangkatkan dengan jumlah satu buah pesawat Hughes 500 C dengan 40 personil dan 16 truk untuk mengangkut peralatan perkantoran, pengawal dan pengawas. Sedangkan gelombang ketiga pada tanggal 13 Juni 1990 diberangkatkan seluruh unsur pesawat Bell-47 G Soloy dan Bell-204 B Iroquois dengan kekuatan 47 personil beserta keluarga dan peralatan rumah tangga lainnya. Dengan demikian resmilah kegiatan “Operasi Boyong 7” yang menandai berakhirnya pengabdian Skadron Udara 7 di Lanud Atang Sendjaja menempati home base-nya yang baru di Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma).
Para Pejabat Komandan Skadron Udara 7 (s/d Operasi Boyong 7)
1. Letnan Dua Udara Aulia Suratno, perione Mei 1965-Mei 1970
2. Kapten Udara Sugiarto, periode Mei 1970-September 1971
3. Mayor Udara Supandi, perione September 1971-Mei 1976
4. Mayor Pnb Komar Sumawiriya, periode Mei 1976-Mei 1979
5. Mayor Pnb Iskandar, perione Mei 1979-Mei 1981
6. Mayor Pnb Kosar Suryana, periode Mei 1981-Mei 1984
7. Mayor Pnb Hengki Dauhan, perione Mei 1984-Juni 1986
8. Letkol Pnb Djoko Winarko, periode Juni 1986-Juni 1988
9. Letkol Pnb A. Hasan Sajad, periode Juni 1988-Nop 1991
10. Letkol Pnb Subandrio, periode Nopember 1991-Juni 1994
Dengan demikian masa kepemimpinan Letkol Pnb Subandrio merupakan periode Operasi Boyong 7 yang menandai berakirnya pengabdian Skadron Udara 7 di Lanud Atang Sendjaja, untuk selanjutnya berada di bawah jajaran Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma ).
Skadron Udara 7 lahir seiring dengan lahirnya Wing Operasi 004 Helikopter pada tanggal 25 Mei 1965, sebagai wadah bagi pesawat-pesawat Mi-4 dan SM-1 serta semua jenis helikopter Bell sebagai pesawat angkut khusus. Ketika didirikan yang dipercaya untuk memimpin Skadron Udara 7 adalah Letnan Udara Satu Achmad Aulia Suratno dengan perwira tekniknya LU I Suhardjito.
Secara historis terbentuknya Skadron Udara 7 dan Wing Operasi 004 memiliki ikatan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan, sebab keduanya dilahirkan pada waktu yang bersamaan sebagai pengembangan dari Skadron 6 Helikopter. Pada saat itu AURI menginginkan agar memiliki wadah yang lebih memadai bagi pesawat-pesawat helikopter yang terus bertambah banyak, sekaligus mampu mengkoordinir berbagai bentuk kegiatan operasi yang semakin kompleks.
Setelah diresmikan pembentukannya, selama kurun waktu tahun 1965 sampai 1970, Skadron Udara 7 terus menata kelembagaan dan administrasinya. Salah satu upaya yang dilaksanakan terutama dalam mendukung satuan tugas Wing Operasi 004 Helikopter. Selain mengemban tugas rutin, operasi militer dan tugas-tugas lain, Skadron 7 mendidik juga para calon penerbang pesawat helikopter, adapun pesawat helikopter yang digunakan SM-1 dan SM-4. Pada akhir tahun 1965 Skadron Udara 7 dihadapkan dengan tugas untuk melakukan Operasi Penegak di daerah Jawa Barat dan Operasi Mental di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Operasi ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan G-30s/PKI. Dalam mendukung operasi ini dikerahkan satu buah pesawat jenis Bell-204B dan tiga buah MI-4.
Selepas Operasi Penegak dan Mental, Skadron Udara 7 diberi kepercayaan untuk ambil bagian pada Operasi Samber Kilat. Operasi ini dimaksudkan untuk mendukung Operasi Sapu Bersih yang dilaksanakan Kodam XII Tanjungpura dalam menumpas gerombolan bersenjata Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku). Kekuatan dari kedua gerombolan ini tersebar di seluruh Kalimantan Barat dan di sepanjang perbatasan.
Untuk melaksanakan Operasi Samber Kilat ditugaskan dua buah pesawat jenis Bell-204B ditambah empat buah jenis MI 4 diantaranya dari Skadron Udara 6. Tugas yang dilakukan meliputi dropping pasukan ke daerah sasaran, dropping bantuan logistik, angkutanVIP atau pesawat Kodal, evakuasi medis dan recce flight.
Operasi ini berakhir pada bulan September 1968 dan behasil dengan baik, bahkan atas keberhasilan ini Pangdam XII Tanjugnpura, Brigjen AY. Witono, memberi julukan “Angel of the field” kepada pesawat-pesawat helikopter.
Namun meskipun dinyatakan berhasil dalam operasi ini terjadi musibah terhadap pesawat beregister H 225 di Sungkung pada tanggal 27
Januari 1967. Pada waktu itu pesawat Kapten Pilot Kapten Udara Supandi dan LU FX. Suwarno sebagai Co pilot, sedang bertugas mengirimkan bantuan logistik bagi pasukan di Sungkung.
Disamping melaksanakan operasi militer dalam kurun waktu 1965 – 1970 Skadron Udara 7 terlibat pada beberapa kegiatan kemanusiaan. Pengiriman pesawat-pesawat untuk program kemanusiaan ini dimaksudkan sebagai perhatian dan kepedulian Angkatan Udara terhadap permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat.
Pada bulan November 1965 saat kapal Norwegia Corval mengalami kandas di Ujung Kulon, Pantai Selatan Banten, Skadron Udara 7 diminta memberikan pertolongan penyelamatan bagi para penumpang. Tugas ini dilaksanakan dengan baik oleh pesawat SM I bersama MI 1 dari Skadron Udara 6. Operasi lainnya, selama dua minggu, mulai 19 Januari 1966, dikirim satu buah pesawat Bell 47G-2 Trooper untuk membantu usaha pembasmian hama tanaman kelapa di daerah Rembang. Di tahun yang sama tepatnya pada tanggal 19 September 1966 pesawat-pesawat yang dimiliki Skadron Udara 7 terlibat dalam Kowilu IV untuk melaksanakan tugas SAR di daerah Blitar dan Kediri untuk membantu menanggulangi musibah akibat bencana alam Gunung Kelud yang meletus.
Selain tugas-tugas operasi Skadron Udara 7 mengembangkan kerja sama dengan pihak luar melaksanakan pendidikan dan pelatihan seperti yang terjadi pada akhir tahun 1966, tepatnya mulai bulan November 1966 sampai dengan Februari 1967. Pada saat itu memberikan latihan kepada enam orang penerbang dan 15 orang teknisi dari Lembaga Pariwisata Indonesia (Gatari) dengan menggunakan Bell-204B.
Periode ini, tepatnya tahun 1967 dilaksanakan relokasi berupa penarikan kembali semua pesawat helikopter yang ada pada unit Istana Kepresidenan atas Instruksi Menteri/Panglima AU. Pesawat-pesawat tersebut adalah jenis SM1, S-58, Bell-204B dan 2 buah Bell-47J, yang dimasukkan dalam kekuatan Skadron 7. Sekalipun disibukkan dengan keterlibatan pada berbagai operasi baik itu operasi militer maupun operasi kemanusiaan, Skadron 7 tetap berupaya melakukan peningkatan kemampuan personelnya. Disamping dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan para personel, pelatihan-pelatihan tersebut merupakan kesempatan bagi personel dalam rangka mengembangkan kariernya. Tahun 1968 mengirimkan dua orang perwira teknik ke Amerika Serikat untuk mempelajari sistem pemeliharaan komponen pesawat Bell-204B “Jet Ranger”. Pengiriman personel ini merupakan bagian dari kerja sama dengan PN. Aerial Survey.
Kesulitan Suku Cadang (1971-1975)
Lingkup Wing Operasi 004 pada akhir tahun 1970 dihadapkan pada permasalahan kesulitan mencari suku cadang pesawat, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk melaksanakan penerbangan. Sekalipun kondisi sulit, pemeliharaan keutuhan organisasi terus dilakukan dan salah satunya melalui alih tugas jabatan. Pada tanggal 23 Juni 1971 terjadi serah terima jabatan Komandan Wing Ops 004 dari Mayor Udara S.P Oetomo kepada Mayor Udara Maman Suparman. Serah terima jabatan juga terjadi pada Komandan Skadron 7 dari Mayor Udara Sugiarto kepada Mayor Udara Supandi yang terjadi pada tanggal 22 September 1971.
Kesulitan akan suku cadang ini dirasakan juga oleh pesawat-pesawat Skadron 7 yang rata-rata memasuki usia tua, terutama pesawat-pesawat yang berasal dari Eropa Timur. Langkah lain dalam mengantisipasi pemeliharaan pesawat-pesawat yang mulai menua ini adalah dengan mengirimkan personel-personelnya mengikuti pendidikan dan latihan, seperti yang dilakukan pada tahun 1970-1972. Dalam tiga tahun berturut-turut dilakukan pengiriman personel ke 5th Squadron di RAAF Fairbairn Base, Canberra. Pengiriman ini dimaksudkan dalam rangka menambah pengetahuan mengenai pemeliharaan atau pengelolaan pesawat jenis Bell 204B. Hasil dari pelatihan tersebut mengenal sistem pemeliharaan komponen yang disebut By Servicing.
Kemudian pada tahun 1972 kembali dikirim personel ke Helly Orient Pty, Singapura, dengan maksud melakukan kunjungan dan dalam rangka mempelajari kemungkinan pelaksanaan Inspections and Repair As Necessary (IRAN) khusus untuk menangani Bell 204B.
Pada tahun 1972 dilakukan rehabilitasi pesawat –pesawat jenis Bell 47G 2 Trooper dan Bell 47 J “Ranger” dalam pertimbangan usia pesawat yang mulai tua serta upaya menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Setelah selesai pesawat-pesawat ini kemudian dioperasikan oleh PN. Aerial Survey, sebagai bagian dari kerjasama. Mengawali kerja samanya dengan PN. Aerial Survey, bulan Januari 1971, melaksanakan survey pabrik gula dan perkebunan tebu di Pulau Jawa. Survey ini dilakukan selama satu tahun dengan menggunakan pesawat jenis Bell 47 J “Ranger”.
Masih dalam rangka kerja sama dengan PN. Aerial Survey, pada bulan Juni 1971 mengadakan survey bahan-bahan mineral (pasir besi) di sepanjang pantai selatan Jawa Barat, selama tidak kurang satu setengah bulan menggunakan pesawat Bell 47J Ranger. Periode 1971 sampai 1975 Skadron Udara 7 turut berpartisipasi pada operasi Wisnu, yang merupakan tindak lanjut Operasi Samber Kilat untuk menumpas gerombolan bersenjata PGRS/Paraku, di daerah Kalimantan Barat. Operasi ini dimulai pada bulan September 1972, yang pada awalnya menggunakan pesawat Bell 204B Iroquois, baru pada bulan Mei 1973 diperkuat dengan tiga buah pesawat tambahan UH 34D Sikorsky milik Skadron Udara 6. Tahun 1975 pesawat Iroquois ditarik total dari operasi tersebut untuk kemudian digantikan Sikorsky.
Operasi pesawat-pesawat helikopter ini berhasil menembak mati tokoh G30S/PKI daerah Kalimantan Barat, yaitu Sofyan. Sebelum ditembak, dilakukan pengejaran dari Pontianak sampai Tarenteng. Jenazahnya kemudian diangkut ke Pontianak menggunakan Bell 204B Iroquois. Skadron Udara 7 kembali mengalami nasib naas setelah pesawat Huges 500 dengan Kapten Pilot Kapten Pnb I Mulyadi mengalami kecelakaan di Sentani Irian. Pada saat itu pesawat tersebut sedang dioperasikan Pelita Air Service yang melakukan survey seismik di Irian Jaya. Pesawat terjatuh dan menggugurkan Mulyadi.
Sekalipun disibukkan dengan berbagai tugas dalam melakukan operasi militer maupun kerja sama dengan pihak-pihak luar, pesawat-pesawat Skadron Udara 7 masih mampu mengikuti latihan-latihan. Latihan dimaksudkan untuk mempertahankan kemampuan jam terbang para personil. Salah satu yang diikutinya adalah latihan gabungan ABRI, dengan melibatkan komando-komando daerah udara sejak tahun 1974.
Skadron Udara 7 pada unjuk keterampilan ini mengikutsertakan pesawat Bell 204B Iroquois dan bergabung dengan pesawat-pesawat lainnya seperti SA-330 Puma, UH-34D Sikorsky dan S 58T Twin Pac dari Skadud lain. Setelah latihan berjalan setahun, tepatnya pada tahun 1975, terjadi kecelakaan pesawat Mustang usai mengikuti latihan gabungan di sekitar Landasan Udara Branti. Dalam musibah tersebut pesawat Iroquois berhasil memberikan pertolongan.
Masa Penuh Tantangan (1976-1980)
Memasuki periode tahun 1971-1975 seluruh satuan Wing Ops 004 dihadapkan dengan tugas-tugas berat dalam upaya mendukung stabilitas negara dan keamanan masyarakat. Skadron Udara 7 sebagai satuan pelaksana tugas mendapat perintah untuk turut serta pada Operasi Tonggak di daerah perbatasan Kalimantan Timur bersama-sama pemerintah Malaysia. Pada saat itu dikerahkan pesawat Bell 204B untuk membuat tonggak-tonggak pembatas yang memisahkan RI dengan negara tetangga Malaysia mulai tanggal 2 April 1976 dan sebagai home base-nya di daerah Tarakan. Sedangkan untuk di sebelah Barat tepatnya di perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak dilakukan operasi sejenis yang dilaksanakan oleh pesawat UH 34D dengan home base-nya di Pontianak. Berdasarkan cerita Marsekal Pertama Purn. Djoko Winarko, mantan Komandan Skadron Udara 7 periode 1986-1988 yang telibat langsung pada operasi tersebut, medan pada operasi tersebut sangat berat. Setiap pilot disamping dituntut untuk memiliki skill yang tinggi, juga harus memiliki ketenangan dan rasa percaya diri. Pada waktu itu Djoko diberi tugas untuk melakukan pematokan di sekitar perbatasan antara Kalimantan Barat dengan Serawak, namun diyakininya kondisi hutan Kalimantan, baik itu di Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur sama saja.
Setiap Pilot pesawat yang terlibat dalam Opersi Tonggak ini juga harus memiliki mental baja, sebab hutan yang masih liar dengan ketinggian pohon yang menjulang merupakan ancaman yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Untuk melakukan landing, pesawat harus melakukan manuver secara vertikal atau tegak lurus melewati celah-celah pohon. Sebetulnya apabila melihat kondisi alam, Djoko merasa tidak yakin akan melakukan pendaratan di atas landasan balok-balok yang telah disediakan. Hanya berbekal koordinat pada akhirnya pesawat yang diawakinya dapat memasok patok-patok raksasa ini kepada pasukan AD yang bertugas memasangnya. Operasi berakhir pada bulan Pebruari 1977.
Sementara itu pesawat-pesawat masih dalam melaksanakan tugas operasi, terjadi serah terima jabatan Komandan Skadron Udara 7 dari Mayor Pnb Supandi kepada Mayor Pnb Komar Somawirya, yang sebelumnya ditugaskan di PT. Pelita Air Service, pada tanggal 22 Mei 1976. Penggantian pimpinan ini merupakan bagian dari alih tugas komandan di lingkup Wing Ops 004.
Setahun setelah menjabat menjadi Komandan, Mayor Pnb Komar Somawirya turut terlibat dalam upaya membantu memulihkan kekacauan dan gejolak sosial yang timbul akibat adanya Gerakan Pengacau Liar (GPL) yang dipimpin oleh Martin Tabu. Skadron Udara 7 mengirimkan sebuah Bell 204B pada bulan Maret 1977 dan tiga buah pesawat lagi menyusul kemudian. Pesawat-pesawat yang bergabung ini melaksanakan squadron move untuk melakukan tugas Operasi Tumpas. Operasi ini tergolong berat dan pada saat itu tugas-tugas yang harus dilaksanakan adalah mobilitas udara, angkutan logistik, evakuasi medis, SAR dan lain sebagainya.
Sepanjang melaksanakan tugas di Irian Jaya diwarnai drama penyanderaan oleh pihak gerombolan pengacau keamanan di daerah James dan Waris. Pada waktu itu pesawatBell 204B harus dapat membebaskan sandera yang terdiri dari Danrem Kolonel Ismail, Ketua DPRD Jayapura dan beberapa pejabat lainnya. Sebelumnya gerombolan telah membunuh dua penerbang TNI AD dan membakar pesawat BO 105 milik Penerbad. Dengan kejadian ini operasi pembebasan sandera yang dipimpin langsung Komandan Skadron Udara 7 sangat menegangkan. Berkat kemampuan dan keuletan yang disertai disiplin tinggi dari para anggota yang terlibat, akhirnya sandera dapat dibebaskan dengan selamat.
Kemampuan Bell 204B Iroquois kembali diuji ketika ditugaskan berpartisipasi pada Operasi Seroja di Timor-Timur, yang dilakukan sejak tahun 1977. Operasi dimaksudkan untuk membantu warga masyarakat Bumi Loro Sae mewujudkan keinginannya berintegrasi ke negara kesatuan RI. Namun karena diantara warga ada yang tidak sependapat dan mengangkat senjata untuk menentangnya terjadilah pertempuran. Pada saat pesawat-pesawat helikopter ditugaskan untuk dropping pasukan dan logistik, evakuasi medis, tugas-tugas SAR angkutan VIP serta lain sebagainya.
Suasana yang terjadi pada Operasi Seroja ini berbeda dengan penumpasan kaum pemberontak, sebab kekuatan militer TNI harus berhadapan dengan tentara Fretilin, kelompok yang menentang integrasi dalam medan pertempuran. Suasana pertempuran begitu jelas dengan berondongan senapan mesin dan bergelimpangannya korban bermandikan darah diterjang peluru.
Lettu Lek R. Yeyet Drajat mengungkapkan pengalamannya ketika terlibat langsung dalam opersi tersebut, di mana pesawat Bell 204B yang diawakinya hilir mudik memberikan evakuasi medis. Suatu saat bersama dengan awak lainnya harus mengambil personil TNI berpangkat Peltu, yang malam sebelumnya terkena percikan granat pada lehernya. Korban sepertinya tidak akan mampu bertahan lebih lama karena lukanya sangat dalam dan hampir memutuskan tenggorokan. Darah kering nampak menghitam dibalut dengan kain seadanya.
R. Yeyet Drajat merasa iba apabila memperhatikan nasib personil TNI tersebut. Kalau saja salah satu sanak keluarga korban melihat kondisi seperti itu mungkin bukan saja menjadi kenangan pahit tetapi luka yang tidak pernah sembuh. Namun itulah resiko sebagai prajurit dan keluarga yang harus senantiasa mampu menerima kenyataan.
Sekalipun pesawat-pesawat Skadron Udara 7 tidak lagi terlibat Operasi Seroja, tetapi pertumpahan darah di Tim-Tim ini terus berlangsung sampai pada akhirnya Loro Sae terlepas dari pangkuan Ibu Pertiwi pada tahun 1999 melalui referendum.
Ketegasan dalam operasi-operasi militer telah mendorong semangat personil Skadron Udara 7 untuk terus meningkatkan kemampuan terbangnya. Para personil yang ditugaskan dalam operasi diharuskan mengikuti latihan-latihan, baik itu yang dilaksanakan antar satuan Wing Ops 004 maupun lingkup TNI AU. Salah satu latihan yang diikuti pada periode ini adalah latihan bersama dengan negara-negara Asean, yang diikutinya se4jak tahun 1978. Pada latihan ini dari kekuatan Helikopter yang turut terlibat adalah SA-Puma , S 58T Twin pac dan Bell 204B Iroquois, seperti ketika pada latihan dengan angkatan bersenjata Diraja Malaysia yang diberi nama Elang Malindo. Latihan ini dilaksanakan di Kuching, tahun 1979.
Dengan adanya berbagai latihan ini dimaksudkan agar kesatuan-kesatuan di lingkungan TNI AU, khususnya satuan Skadron Udara 7 selalu dalam kondisi siap melaksanakan penugasan-penugasan dari pimpinan.
Modifikasi Bell 47-G “Soloy” (1981-1985)
Wing Ops 004 pada tahun 1981 melaksanakan pergantian hampir semua pimpinan di lingkungan satuan tugas dan dinas termasuk yang terjadi di Satuan Skadud 7. Letnan Kolonel Pnb Kosar Suryana, yang sebelumnya menjabat perwira operasi menerima jabatan Komandan dari Letkol Pnb Iskandar, yang kemudian ditugaskan pada dinas operasi Pangkalan Udara Husein Sastranegara Bandung.
Masih pada era tersebut, tepatnya bulan Mei terjadi kembali serah terima Komandan Skadron Udara 7 dari Letkol Pnb Kosar Suryana, yang mendapat jabatan baru sebagai Kepala Dinas Operasi Lanuma Husein Sastranegara, kepada Mayor Pnb Henky Dauhan, yang baru
menyelesaikan pendidikan di Sesko ABRI bagian Udara.
Tahun 1982 terjadi musibah bencana alam meletusnya Gunung Galunggung di Jawa Barat. Skadud 7 mengikutsertakan pesawat Bell 204B Iroquois sebagai pesawat pendukung pesawat lain seperti SA-330 Puma dan S-58T Twin Pac untuk melakukan evakuasi korban dari tempat bencana dan distribusi perbekalan.
Masih pada tahun 1982, Skadron Udara 7 menerima hibah 12 buah pesawat Hughes-500 dari PT. Pelita Air Sevice. Sebelum diserahkan pesawat-pesawat ini sebetulnya sudah dioperasionalkan oleh personil-personil TNI AU, sehingga ketika pesawat diserahterimakan, kondisi dan kemampuan terbangnya telah dipahami. Pesawat ini untuk kemudian digunakan bagi keperluan pendidikan siswa Sekbang jurusan Helikopter latih lanjut.
Pesawat-pesawat Skadron Udara 7 kemudian diminta untuk turut berpartisipasi unjuk keterampilan pada serah terima Panglima ABRI dari Jenderal TNI M. Yusuf kepada Jenderal L.B Moerdani. Pada saat itu yang dikirim merupakan pesawat-pesawat latih Bell-47G3B1 Sioux. Bagi Sioux penampilannya di depan masyarakat umum ini merupakan yang terakhir, sebelum akhirnya masuk hanggar untuk dimodifikasi.
Sesuai rencana agar Sioux tetap mampu menyesuaikan dengan kebutuhan, pada tahun 1983 sampai 1984 dikirim personil ke Australia tempat asal Sioux, dengan maksud mendalami pemeliharaan termasuk yang ada kaitannya modifikasi menjadi “Soloy”. Sekembalinya ke tanah air para personil yang telah mendapatkan pembekalan ini langsung melaksanakan modifikasi Bell 47G3B1 Sioux menjadi keperluan pendidikan para siswa sekolah penerbang jurusan Helikopter dasar.
Operasi Boyong (1986-1990)
Dekade 1980-an Skadron Udara 7 difokuskan menjadi satuan pendukung Angkatan Udara yaitu melaksanakan pendidikan bagi siswa Sekbang jurusan Helikopter, yang sudah dirintis sejak tahun 1979. Kehadiran pesawat-pesawat Bell-47G Soloy hasil modifikasi dan Hughes 500 hibah dari PT.Pelita Air Service menjadi pesawat latih bagi keperluan pendidikan. Namun kemudian hanya pesawat Soloy saja yang memenuhi harapan sebagai pesawat latih, karena pada akhirnya Hughes 500 sudah jarang dioperasionalkan sebagai akibat turunnya kemampuan terbang yang dimilikinya.
Dengan memfokuskan diri pada pendidikan Sekbang yang terus mengalami perkembangan, Skadron Udara 7 memindahkan home base ke Pangkalan Udara Kalijati (pada waktu itu). Latar belakang niat hijrah ini guna mendukung fasilitas pendidikan terutama keberadaan pangkalan yang lebih leluasa. PAU Atang Sendjaja seakan semakin mengecil dengan bertambahnya pesawat dan volume kegiatan, karena selain Skadron Udara 7 terdapat pula Skadron Udara 6 dan 8.
Dipilihnya Pangkalan Udara Kalijati didasari oleh pertimbangan medan, yang dapat dimanfaatkan oleh pesawat-pesawat Skadron Udara 7 untuk latihan terbang. Selain itu kehadirannya menghidupkan kembali Kalijati yang memiliki nilai historis bagi perkembangan kedirgantaraan di Nusantara, khususnya untuk TNI Angkatan Udara.
Setelah melalui perencanaan yang matang, tepat pada hari Senin, 17 April 1989, rombongan tahap pertama dari tiga gelombang, meninggalkan PAU Atang Sendjaja menuju Kalijati. Sedangkan pada tahap-tahap selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 11 dan 13 Juni 1990. Perpindahan Skadron Udara 7 ini dikenal dengan nama “Operasi Boyong 7”.
Sebagai warga baru di Kalijati selama enam bulan pertama sejak kepindahan praktis tidak melakukan penerbangan, kecuali pemeliharaan pesawat. Kegiatan personil lebih banyak difokuskan pada upaya pembenahan sarana, termasuk menghidupkan kembali sarana bahan bakar minyak, sarana pembantu dan logistik yang telah lama mati.
Dengan telah dijadikannya Kalijati sebagai home base, selanjutnya diputuskan Skadron Udara 7 menjadi satuan pelaksana tugas Pangkalan Udara Kalijati atas dasar Keputusan KSAU nomor Kep?19/XI/1990. Melalui keputusan ini, maka untuk kemudian setiap penugasan operasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Komandan Pangkalan TNI AU Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma).
Seputar “Operasi Boyong 7”
Berita tentang rencana boyongnya Skadron Udara 7 ke Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma) mengharuskan Lanud tersebut berbenah diri guna menyambut kedatangan salah satu Skadron Helikopter tersebut. Fasilitas penerbangan merupakan sarana yang paling mendapat perhatian, sehingga menampakkan kesibukan para pekerja yang hilir mudik diantara personil yang berseragan TNI AU. Beruntung semua fasilitas sudah terbangun dan tinggal dihidupkan kembali setelah lama sepi dari kegiatan penerbangan.
Dengan segala keterbatasan sarana dan perlengkapan yang terus di laksanakan penyempurnaan, sebagian pesawat Bell 47 G Soloy dan Hughes 500 C berikut beberapa penerbang dan teknisi melaksanakan penugasan di Lanud Kalijati. Kegiatan tersebut pada umumnya di laksanakan selama 2 minggu sampai 1 bulan, untuk selanjutnya dilaksanakan pertukaran awak pesawat. Hal ini terjadi karena seluruh awak pesawatnya masih bertempat tinggal di Lanud Atang Sendjaja. Namun demikian kesibukan mempersiapkan boyongan semakin hari semakin meningkat. Hal ini dirasakan oleh Suripto salah satu anggota Skadron Teknik 024 yang kebetulan mendapat tugas di Kalijati.untuk mendukung empat pesawat Hughes-500 C dan Bell-47 G Soloy yang sedang melaksanakan penerbangan.
Di dalam hanggar yang masih dalam kondisi darurat dan beratap seng sebagai tempat parkir pesawat, Suripto sibuk memeriksa kondisi pesawat Hughes 500 C yang baru menyelesaikan tugas penerbangan. Baju dinasnya dibiarkan terbuka untuk menghindari kegerahan akibat udara panas Kalijati. Namun dalam pikirannya muncul berbagai pertanyaan mengenai kegiatan aflos crew yang tidak kunjung datang, padahal sesuai jadwal tugasnya mendukung kegiatan penerbangan sudah selesai dan biasanya hanya 2 minggu harus kembali ke Atang Sendjaja. Di tengah-tengah kegalauannya muncul keyakinan bahwa rekan-rekannya belum menggantikan tugasnya karena sedang sibuk menyiapkan rencana kepindahan Skadron Udara 7 sebagaimana yang telah direncanakan.
Ketika Suripto mendapat kesempatan untuk pulang ke Atang Sendjaja, keyakinannya ternyata tidak meleset karena sesampainya di Bogor didapatinya para tetangganya sudah mempersiapkan kepindahannya sambil membereskan barang-barang rumah tangganya, sedangkan keluarganya masih tenang-tenang, belum bersiap-siap sama sekali apalagi membereskan perabot rumah tangganya.
Apabila di perumahan kesibukan keluarga besar Skadron Udara 7 membereskan peralatan rumah tangganya, di lingkungan kantor tampak kesibukan mengemas seluruh perlengkapan kantor. Pesawat yang turut di boyong ke Lanud Kalijati meliputi 5 buah pesawat Hughes 500 C tiga diantaranya siap terbang (H-500C, H-5010 dan H-5002), sedangkan dua buah lainnya dalan keadaan sedang melaksanakan pemeliharaan berat (H-5003 dan H-5005). Untuk pesawat jenis Bell 47 G soloy sebanyak tujuh buah, tiga diantaranya siap terbang sedangkan empat buah pesawat lainnya dalam kondisi sedang melaksanakan pemeliharaan.
Selama ini rencana kepindahan tersebut sebatas dalam bentuk penugasan, namun berdasarkan radiogram Panglima Komando Operasi TNI AU I Jakarta Nomor : TK/616/89/TKT, tanggal 4 April 1989 tentang rencana pemindahan markas Skadron Udara 7 dari Lanud Atang Sendjaja ke Lanud Kalijati. Dalam perintahnya disebutkan bahwa proses pemindahan Skadron Udara 7 terbagi dalam tiga gelombang, sebagai upaya untuk menyesuaikan kesiapan fasilitas perumahan dan perkantoran di Lanud Kalijati. Untuk menjaga keamanan baik personil mapun materiil dilaksanakan aflos setiap dua minggu sekali.
Tepat tanggal 17 April 1989 gelombang pertama boyongan dilaksanakan, dengan menggunakan jalan darat dan udara meliputi satu flight pesawat Huges 500 C sebanyak tiga pesawat, delapan penerbang dan tujuh teknisi sebagai pendukung. Tahap kedua tanggal 11 Juni 1990 diberangkatkan dengan jumlah satu buah pesawat Hughes 500 C dengan 40 personil dan 16 truk untuk mengangkut peralatan perkantoran, pengawal dan pengawas. Sedangkan gelombang ketiga pada tanggal 13 Juni 1990 diberangkatkan seluruh unsur pesawat Bell-47 G Soloy dan Bell-204 B Iroquois dengan kekuatan 47 personil beserta keluarga dan peralatan rumah tangga lainnya. Dengan demikian resmilah kegiatan “Operasi Boyong 7” yang menandai berakhirnya pengabdian Skadron Udara 7 di Lanud Atang Sendjaja menempati home base-nya yang baru di Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma).
Para Pejabat Komandan Skadron Udara 7 (s/d Operasi Boyong 7)
1. Letnan Dua Udara Aulia Suratno, perione Mei 1965-Mei 1970
2. Kapten Udara Sugiarto, periode Mei 1970-September 1971
3. Mayor Udara Supandi, perione September 1971-Mei 1976
4. Mayor Pnb Komar Sumawiriya, periode Mei 1976-Mei 1979
5. Mayor Pnb Iskandar, perione Mei 1979-Mei 1981
6. Mayor Pnb Kosar Suryana, periode Mei 1981-Mei 1984
7. Mayor Pnb Hengki Dauhan, perione Mei 1984-Juni 1986
8. Letkol Pnb Djoko Winarko, periode Juni 1986-Juni 1988
9. Letkol Pnb A. Hasan Sajad, periode Juni 1988-Nop 1991
10. Letkol Pnb Subandrio, periode Nopember 1991-Juni 1994
Dengan demikian masa kepemimpinan Letkol Pnb Subandrio merupakan periode Operasi Boyong 7 yang menandai berakirnya pengabdian Skadron Udara 7 di Lanud Atang Sendjaja, untuk selanjutnya berada di bawah jajaran Lanud Kalijati (sekarang Lanud Suryadarma ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar